32

35 3 0
                                    

Shoto menatap Momo yang juga menatap wajahnya. Mereka saling tatap tanpa mengatakan satu patah katapun.

"Maaf" Akhirnya Momo mengalah. Ia tahu keasyikan malah mengabaikan pria dwiwarna itu.

"Hatiku sakit" Tangannya menyentuh dadanya seolah ia sedang mengidap penyakit jantung.

"Maafkan aku" Momo memeluk pria itu dengan mengecup wajahnya. Mereka sekarang berada dikediaman Todoroki, setelah beberapa jam yang lalu mereka kembali dari mall.

"Aku tak ingin melihatmu begitu dengan si kacamata itu" Entah sebutan dari mana Shoto lontarkan, membuat hati Momo tergelitik.

"Kami hanya teman, tak perlu kau khawatir begitu" Momo menyingkirkan beberapa helai rambut Shoto yang menutupi bercak merah pada wajah Shoto.

"Tapi aku takut" Shoto memeluk Momo erat. Momo pun begitu, ia membalas pelukan itu.

"Tidak, kau tak perlu takut. Aku tak akan meninggalkanmu"

"Kau yakin sekali mengatakannya" Ucap Shoto sambil menundukkan wajahnya. Ia tak menatap Momo lagi.

"Ya, karena kau pria nomor satu dihatiku" Shoto melebarkan matanya. Kata kata itu yang selalu Shoto ingin dengar, Shoto mengangkat wajahnya dan memberanikan diri menatap mata Momo.

Hangat. Tatapan itu rasanya hangat. Shoto meneteskan air matanya setelah onyx itu menembus permata dwiwarnanya.

"Benarkah?" Ucap Shoto dengan suara bergetar.

Ucapan itu dibalas ciuman lembut. Kebahagiaan itu tak terhingga bagi Shoto, tak ia sangka usahanya selama ini tak sia sia.

"Nak, lihatlah ini.. Papamu berhasil membuat mamamu jatuh cinta kembali pada papa" Shoto mengusap lembut perut besar itu.

Tak hentinya ia menyunggingkan senyumnya hingga akhirnya matahari terbit.

"Wahh kandungannya semakin membaik, Yaoyorozu san juga sekarang tampak lebih ceria" Ucap Yuka yang sedang memeriksa kandungan Momo.

"Kapan dia lahir, dok?" Ucap Shoto tak sabaran.

"Hmm.. Kira kira dua minggu lagi, mungkin juga bisa lebih maju jika Yaoyorozu mengalami kontraksi lebih cepat" Shoto menahan nafasnya, menahan kebahagiaan.

"Oh ya, apa kalian ingin tahu jenis kelaminnya?" Tawar Yuka dengan senyumnya.

"Dia pasti perempuan" Ucapan Momo barusan membuat senyum bahagia Shoto sedikit luntur.

"Tidak" Tolak Shoto pada Yuka.

Shoto pikir, walaupun Momo mencintainya, namun ia masih sulit untuk menerima fakta bahwa dirinya orang jahat baginya. Momo masih punya trauma padanya, dan ia masih berharap bahwa anaknya lahir sebagai Momo bukan Shoto, dan itu membuat Shoto khawatir jika anak itu nantinya lahir sebagai lelaki sepertinya.

"Wahh menantuku sudah pulang.." Rei memeluk Momo yang sedang menenteng beberapa kantung belanja ditangannya.

"Ehh.. apa ini, Shoto seharusnya kau tidak membiarkan Momo membawa barang sebanyak ini!" Tegur Rei.

"Maaf ibu, aku sudah melarangnya, tapi ia bersikeras untuk membawa barang itu sendiri" Shoto mengambil barang barang itu dari tangan Momo.

"Memangnya apa itu?" Tanya Rei.

"Ini dekorasi dan barang barang bayi untuk kamar anak kami" Rei tersenyum.

Ia masih belum percaya anaknya yang polos ini akan menjadi ayah sebentar lagi.

"Maaf ibu, benar kata Shoto san. Aku terlalu bersemangat untuk merenovasi kamar Shoto san" Ucap Momo dengan antusias

"Kalau begitu kami naik dulu" Shoto menuntun Momo untuk naik ke kamar Shoto.

Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang