15

68 8 5
                                    

Shouto berangkat kerja berjalan kaki, jarak kantor dan rumahnya lumayan dekat, namun lama kelamaan shouto merasa ada yang mengikutinya.

Ia berhenti untuk berbalik memastikan, namun..

Bugh....

Kepala Shouto dipukul dengan kerasnya oleh kayu yang dibawa seseorang.

Sayangnya ditempat itu sepi, Shouto tak tahu akan meminta tolong pada siapa.

"Siapa kau.." Tanya shouto sambil merintih.

"Bukan urusanmu" Ucap pria bermasker.

"Angkut dia.." Perintah pria itu pada anak buahnya.

Dengan cepat Shouto melawan. Ia menendang betis salah satu orang itu dan melemparkan pasir pada wajah para menjahat itu. Didalam kesempatan itu, Shouto melarikan diri.





Pagi ini suasana hati Momo sedang baik. Ia mengamati gelang yang ada ditangannya.

Cantik.

Gelang cantik itu membuat Momo lupa semua masalah yang terjadi tadi malam.

Tiba tiba terdengar suara pintu dibuka dengan kasarnya. Momo keluar dari kamar untuk memastikan apa yang terjadi di pintu depan.

Momo menutup mulutnya saat melihat Shouto dengan darah yang mengucur dikepalanya.

"S-shouto san!" Momo tampak khawatir. Shouto jatuh pingsan direngkuhan istrinya. Sementara Momo yang sangat takut dengan darah, gemetaran sambil menahan tubuh shouto.


Polisi telah menyelidiki kasus ini. Beberapa orang yang telah menyerbu Shouto adalah preman bayaran. Dan Shouto sekarang baik baik saja walaupun perban melilit dikepalanya.

"Sudah kubilang aku tidak apa apa" Shouto menghentikan kegiatan istrinya yang sedari tadi sibuk memasakan makanan untuknya.

Sebenarnya Shouto tidak keberatan dengan itu, namun melihat keadaan Momo yang masih syok dengan kejadian berapa waktu lalu Shouto jadi keberatan.

Tangan gemetar, sorot mata yang tidak fokus membuat Shouto takut Momo terluka akibat pisau yang ada ditangannya.

"Cukup Momo, kau tak perlu memaksakan dirimu" Shouto memeluk Momo.

"Aku hanya terjatuh, ini hanya luka kecil" Dusta Shouto.

"Tidak mungkin" Elak Momo.

"Shouto, aku ingin bicara denganmu!" Enji tiba tiba muncul dihadapan Shouto.

Dengan wajah tegasnya dan kedua tangan terlipat, menandakan kemarahannya.

"Ayah, kumohon jangan marahi Shouto, dia sedang sakit" Momo mencegah Enji yang hendak menyeret suaminya. Enji menaikan sebelah alisnya. Ia heran kenapa tiba tiba menantunya menjadi perhatian pada Shouto.

Beruntunglah ada Momo, Enji membalikan badanya tak jadi memarahi putranya yang gagal membela dirinya saat kejadian tadi.

Shouto memandangi istrinya yang sedang sibuk memakan makanannya. Apa hadiah tadi pagi benar benar membuat suasana hatinya berubah?

"Shouto san.." Momo memanggil suaminya dengan pelan.

"Aku.. Melakukan semua ini bukan karena aku mencintaimu,aku hanya ingin melakukan tugasku sebagai istri yang baik"Shouto sedikit sakit hati dengan pernyataan Momo barusan.

"Tugas istri adalah mencintai suaminya"  Ucap Shouto dengan wajah datarnya.

"Tapi aku bukan tipe orang yang setengah setengah dalam melakukan sesuatu. Aku tidak bisa mencintaimu dalam jangka waktu yang singkat" Momo membalas tatapan datar Shouto dengan tatapan dinginnya.

"Kalau begitu cintai aku selamanya, dengan begitu kau akan jadi istriku selamanya" Kata kata Shouto membuat Momo tertawa geli.

"Sayangnya keputusan ayahku sudah mutlak"

"Shouto san... Apa kau tak sadar ayahku telah memanfaatkan keluargamu untuk sesuatu yang sia sia" Lanjut Momo.

"Maksudmu tentang pernikahan kita?" Tanya Shouto. Momo mengangguk.

"Itu semua tak sia sia. Aku mencintaimu sangat tulus. Dan juga ayah, ibu, kak natsuo, dan yang lainnya telah menganggapmu keluarga, tentu saja kita akan melindungimu bagaimanapun caranya" Shouto menatap Momo yang sedang menundukan kepalanya, menyembunyikan ekspresinya.

"Jangan konyol. Mau seberusaha apapun kalian melindungiku itu semua akan sia sia. Kalian malah akan melukai diri sendiri. Aku.. Sudah ditakdirkan untuk dibunuh mereka" Momo berucap dengan suara yang bergetar.

"Jaga ucapanmu! , selama aku hidup kupastikan tidak ada yang akan bisa menyentuhmu apa lagi melukaimu"

"Aku mengerti apa maksudmu sekarang, Momo.. Aku sudah baik baik saja, ini semua bukan salahmu. Ini hanya kecelakaan" Momo menatap Shouto dengan wajah yang sulit diartikan.

"Apa katamu? Bukan salahku?.Sudah jelas jelas ini semua salahku, jika saja aku tak hadir dikehidupanmu kita berdua tak akan sama sama menderita sekarang.. Kau paham kan?"

"Jika saja aku tak diculik waktu itu.. Dan ayahku tak menyetujui perjodohan konyol ini kau pasti sudah merasakan masa muda yang bahagia. Dan tentunya hidupku tak akan hancur begini!" Shouto sedikit membuka mulutnya.

"Itu sem-"

"Terserah. Intinya aku hanya ingin mengingatkan bahwa hari perceraian kita pasti akan terjadi" Momo memotong ucapan Shouto lalu pergi.

Shouto tau bahwa Momo masih menaruh perasaannya padanya, namun ada sesuatu yang membuat semua itu sulit. Semua ancaman bahaya ini sudah ada sejak mereka kecil. Bahkan sejak mereka belum lahir. Dunia persaingan bisnis yang keluarga Momo lakukan sangat mengerikan.

Yang perlu Shouto lakukan yaitu menjadi lebih kuat dalam semua bidang baik mental maupun fisik seperti yang Enji harapkan dari dulu.


Malam ini Shouto memasuki kamar dengan perlahan. Ia melihat momo yang duduk  membelakanginya sehingga ia hanya dapat melihat punggung Momo.

Momo sedang merajut pakaian bayi. Ia sudah melakukan ini sejak seminggu lalu. Jika Shouto perhatikan semua yang dirajut Momo adalah pakaian khusus wanita.

"Apa ini semua untuk anak kita?" Shouto duduk disebelah Momo sambil melihat lihat apa yang Momo buat. Shouto yakin bahwa Momo sudah melupakan masalah tadi siang, dan suasana hati Momo sudah berubah.

Momo tersenyum "ya, ini semua untuk anakku" Shouto menatap ekspresi Momo yang sedang berbahagia itu.

"Kau sangat ingin anak kita perempuan ya" Tanya Shouto.

"Anakku pasti perempuan" Shouto agak melunturkan senyumannya.

"Tapi bagaimana jika yang lahir laki laki?" Tanya Shouto khawatir.

"Tidak mungkin. Dia pasti perempuan" Shouto khawatir jika buah hatinya laki laki, Momo tak mau menerimanya.

"Kenapa?, bukankah anak laki laki juga bagus, dia akan menjadi seseorang yang tampan nantinya" Momo menghentikan kegiatannya dan menoleh pada suaminya.

"Aku tak mau jika nanti anakku menyakiti hati wanita lemah sepertiku" Shouto membuka sedikit mulutnya. Secara tak langsung Momo berharap jika ia tak ingin memiliki anak yang mirip dengannya.

"Ti-tidak mungkin seperti itu, aku akan mengajarkannya bagaimana memperlakukan wanita dengan baik, aku akan menjadi ayah yang baik nantinya" Hati Shouto terasa berat saat mengatakan hal ini, ia jadi merasa sangat bersalah atas semua yang ia lakukan dulu.

"Terserah. Anakku pasti perempuan" Momo mengusap perutnya yang agak membuncit itu. Shouto menatap Momo dengan tatapan kecewa.





Kacian abang dispenser hiyahiyahiya ༎ຶ‿༎ຶ

Number OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang