Suasana yang tenang dan sepi kini memadati sebuah pemikiran tajam yang membara. Sesosok gadis termenung sendirian dalam ruangan yang terbilang megah dan luas. Ia menatap sebuah foto sambil memberikan seulas senyuman tipis. Sepertinya ia sudah merindukan seseorang didalam foto yang daritadi ia lihat itu. Namun, selintas raut wajahnya berubah menjadi muram seketika. Segenggam amarah dan kekecewaan terlintas dalam bola matanya yang indah nan mengerikan itu. Pikirannya terhenti ketika mendengar seseorang yang sedang memanggilnya.
"Alena."
"Ayah. Ada apa?" Ujar Alena lemas.
"Ayah tahu. Kau pasti memikirkannya kan? Tidak hanya kamu yang menyayanginya, tetapi Ayah juga menyayangi gadis itu." Ujar sang Ayah, Luminos sambil membelai rambut Alena dengan lembut.
"Ayah benar. Tetapi Ayah, ramalan itu. Tidak mungkin kan ramalan itu benar terjadi?" Tanya Alena sambil menatap kedua mata sang Ayah.
"Entahlah. Tidak semuanya ramalan itu benar. Tetapi tidak semuanya ramalan itu salah." Ungkap Luminos dengan tatapan menyelidiknya.
"Ayah. Bagaimana jika suatu saat, ramalan itu benar adanya dan kita akan benar-benar kehilangannya?" Lirih Alena sambil mengeluarkan segenggam cairan yang keluar dari kedua sudut matanya.
"Kita tak punya pilihan lain, Alena."
"Maksud Ayah, kita akan menggunakan cara itu?"
"Iya." Jawab Luminos sambil berupaya menenangkan anak gadisnya itu yang terbilang cantik, mengerikan, tetapi sebenarnya memiliki hati yang rapuh itu.
Pikiran demi pikiran telah mengunci firasat baik dari sang gadis yang sedang dilemma. Ia mengambil sebuah bola emas yang berada di mejanya. Sebuah bola yang mampu melihat apa yang seharusnya yang ia ingin lihat. Dengan raut wajah yang masam, bola emas itu yang awalnya kosong, kini memperlihatkan sesosok yang telah mengacaukan pikirannya itu.
*****"Bodoh. Kau tak perlu melakukan hal ini, kan." Ujar Naziel.
"Tidak apa, Naz. Aku disini hanya untukmu." Bisik Hazel ditelinga Naziel sambil tersenyum kearahnya. Suara gelegar tawa menghampiri sepasang saudara kembar itu silih berganti.
"Hahaha. Wah wah wah. Rupanya ada adegan romantis ditengah-tengah nuansa seperti ini rupanya." Ledek Red Rose sambil memasang tatapan sinis kearah mereka bertiga.
"Sudahlah. Biarkan saja mereka menikmati kisah romantika mereka sejenak. Pada akhirnya kita yang menang dan membawa gadis itu bersama kita berdua." Timpal Black Rose penuh ejek kearah mereka.
"Wah. Hazel lihatlah! Mereka sepertinya sedang mempermainkan kita." Ujar Eiden tak terima.
"Meskipun kami tak memiliki kekuatan sihir, tetapi setidaknya kami tak sebodoh yang kalian pikir." Seru Hazel mencoba untuk memperingati saudara kembar itu.
"Lalu, Hazel apa yang harus kita lakukan?" Tanya Eiden sambil menoleh kearah temannya itu.
"Tunggu! Kekuatan mereka tidak boleh dianggap remeh. Aku pernah mendengar kalau mereka adalah 2 pasukan iblis yang pernah membunuh 1000 manusia hanya dalam sekali serangan." Naziel mencoba untuk memberitahu betapa hebatnya dua orang yang beraura iblis itu.
"Kalau begitu, kenapa kita tidak mencoba kekuatanmu saja, Naziel." Bisik Hazel ditelinga Naziel namun tetap terdengar oleh Eiden.
"Aku tidak bisa."
"Kenapa? Tanya Hazel bingung.
"Karena aku hanya bisa mengeluarkannya disaat aku sedang kecewa ataupun sedang menangis atau sedang emosi saja."
"Baiklah. Biar Eiden yang melakukannya." Tegas Hazel yang membuat Eiden bingung.
"Kamu gila. Aku hanya bisa melakukan satu arah saja. Artinya kekuatanku tidak bekerja pada 2 orang. Hanya satu orang." Timpal Eiden.
"Kita tak punya pilihan lain selain itu, Eid." Tukas Hazel.
"Aduh aduh. Kenapa kalian malah seribut ini sih. Black, sebaiknya kita cepat musnahkan saja mereka. Aku bosan lama-lama berdiri seperti patung disini." Seru Red tak sabar.
"Aku juga Red." Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, sepasang kakak beradik itu mengeluarkan sejumlah bunga mawar. Red mengeluarkan bunga warna merah, sedangkan Black mengeluarkan bunga mawar hitam.
"Double Magic Red Rose!" Seru Red Rose.
"Double Magic Black Rose!" Seru Black Rose tak kalah. Dua kekuatan kembar itu bergabung menjadi satu dan menghampiri mereka bertiga.
"Menghindar!" Seru Hazel. Dengan segala akal mereka, mereka menghindar serangan yang mematikan itu, namun serangan itu terus diluncurkan oleh sepasang saudara kembar tersebut hingga tiga orang itu merasakan kelelahan dalam diri mereka. Pada saat yang ke sepuluh kalinya,
"Sekarang!" Seru Hazel ditengah-tengah nafas yang tak beraturan tersebut. Ada cahaya yang melintasi di sudut mata Eiden. Cahaya itu menembus celah-celah udara hingga mengenai kedua mata Black Rose. Ternyata, Red Rose segera menyadari aksi laki-laki itu. Ia berusaha mengacaukan aksinya, lagi-lagi Hazel memberikan energinya untuk Eiden dengan menggenggam tangan kiri Eiden. Dengan segala upaya dua kekuatan laki-laki itu yang berhadapan dengan sang prajurit iblis yang menakutkan tersebut, kekuatan demi kekuatan seimbang tanpa ada kalah dan menang. Kekuatan mereka saling menahan satu sama lain. Hazel yang sudah kehilangan setengah energinya itu, wajahnya tampak pucat, bibirnya mulai bergetar, dan kakinya sudah tak kuat lagi untuk menumpu pada permukaan tanah yang gersang itu. Hazel tak menyangka ternyata kekuatan Red Rose begitu besar. Melihat hal itu, hati Naziel tak mampu menerimanya. Kakinya mulai bergerak, tangannya mencoba memegang tangan kanan Eiden sambil memejamkan kedua bola matanya yang indah itu. Ada segerombolan angin yang menerjang kedua kakak beradik itu, lalu keduanya terjatuh dan kekuatan pertahanan yang diberikan oleh Red Rose, sirna seketika. Sedangkan Hazel tertunduk lemas melepaskan genggaman tangannya itu.
"Hazel kau tak apa?" Tanya Eiden khawatir sambil menghampiri temannya yang meringsut ketanah.
"Aku tak apa-apa." Jawab Hazel mencoba meraih tangan Eiden.
"Sepertinya kita berhasil." Seru Naziel sembari tersenyum puas pada mereka berdua. Red Rose dan Black Rose yang terjatuh, kini terbangun dengan sejumlah pikiran yang berbeda diantara keduanya.
"Hei. Aku bilang, biar aku yang membawa si pengendali itu!" Seru Red Rose dibalik kekuatan hipnotis yang menderunya.
"Tidak bisa! Bisa apa kamu? Bahkan kekuatanku lebih hebat darimu. Kalau aku berhasil mendapatkan gadis itu, aku yakin tuan Lucifer pasti bangga dan memberikan sejumlah hadiah kearahku."
"Mimpi kamu! Itu takkan terjadi. Kyaa...!" Keduanya saling menyerang satu sama lainnya.
"Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Bukankah kekuatanku...."
"Itu berkat Naziel." Potong Hazel sambil senyum sumringah kearah kedua orang temannya itu. Ia menepuk pundak Naziel sekaligus bangga dengan kekuatannya itu.
"Terima kasih. Kau telah menyelamatkan kami." Ujar Hazel tulus.
"Jadi.... Naziel yang memberikan kekuatan tambahannya kearahku agar aku bisa melakukan hipnotis kearah mereka berdua sekaligus?" Tanya Eiden tak percaya.
"Aku tak sehebat itu." Tukas Naziel menunduk.
"Jangan merendah. Jadi, yang awalnya kami yang ingin menyelamatkanmu, malah kamu yang menyelamatkan kami." Ujar Hazel membuat pipi Naziel memanas karena pujian yang diberikan kearahnya itu.
"Ayo! Cepat kita tinggalkan tempat ini!" Ajak Naziel yang diikuti dengan kedua laki-laki yang sudah bermandikan keringat tersebut. Sepuluh meter mereka berjalan, tak terasa ada orang yang membawa sebuah pedang kearah mereka bertiga. Sesaat, mereka menelan saliva mereka sendiri.
"Sial. Mau apa kau?" Tanya Hazel kesal.
"Cepat serahkan gadis itu!" Seru perempuan yang menghadang mereka. Sepertinya bahaya yang mengancam mereka kini telah bertambah. Mereka tak menyadari bahwa kehebatan perempuan itu setara dengan kehebatan sepasang kakak beradik yang tadi mereka temui. Sepertinya suara tangisan Naziel telah memenuhi seluruh dunia manusia dan dunia iblis yang membuat para iblis sangat terobsesi ingin mendapatkan gadis itu. Lalu apa yang mereka lakukan saat ini? Apakah mereka akan menggunakan metode yang sama atau malah metode yang terduga oleh siapapun? Lantas siapakah perempuan itu sebenarnya? To be continued.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Angels Without Wings
FantasyCerita ini semuanya akan direvisi kembali. Dan mohon maaf kalau setelah direvisi, satu-persatu akan hilang. Dikarenakan cerita ini mau di kirim ke penerbit. Mohon maaf sebesar-besarnya. Dan terima kasih karena selama ini sudah setia membaca cerita i...