10. Regrets

3.3K 216 0
                                    

"Aku selama ini sudah terlalu banyak menyakiti hati orang lain. Aku tidak tahu berapa banyak orang yang aku sakiti. Dan mungkin hanya inilah yang bisa aku lakukan untuk menebus dosa-dosaku selama ini." Batin Naziel sambil duduk memperhatikan orang-orang yang terjebak dalam bangunan sekolah itu yang melahap makanan mereka dengan cepat. Desiran senyuman mengalir dalam bibir merah mudanya itu, sudah lama dia tidak merasakan rasa kebahagiaan itu. Yah, mungkin ini sudah terlambat, tetapi Naziel yakin bahwa dirinya masih belum terlalu terlambat untuk menyadarinya.

"Ini." Seorang gadis memberikan makanan kepada Naziel karena terlihat daritadi Naziel tidak memakan sesuap nasi pun.

"Tidak usah. Terima kasih. Makan saja." Tolak Naziel dengan nada lembutnya itu. Tak lama, ia berjalan lurus dan mendekati danau yang ia lihat disana. Ia mendapati dirinya, menatap lurus kearah air danau itu. Ia melihat wajahnya dalam air danau tersebut dengan senyuman datarnya. "Apa aku seburuk itu? Bahkan aku terlihat seperti orang yang masih memiliki aura jahat dalam diriku. Berapa lama ini akan menghilang?" Pikir Naziel sambil menatap lurus wajah yang ia lihat itu.

"Sampai kapan kau hidup seperti ini, Naziel?" Tiba-tiba ada suara yang memecah keheningan Naziel. Dia mencari sumber suara dimanapun, namun hasilnya nihil. Ia tak mendapati apapun yang ia cari bahkan ia sendiri tak merasakan kehadiran sesosok yang didengarnya itu. Akan tetapi, sepertinya dia sangat mengenali suara itu. Suara yang mengantarkannya dari lubang kematian. Dan suara yang mengingatkannya akan semua perbuatan yang ia lakukan. Tentu saja, dia adalah sesosok malaikat yang dikirim untuk Naziel agar ia bangkit dari kehampaan yang selama ini ada didalam dirinya itu.

"Kau___" Naziel tidak meneruskan kata-katanya. Dia berdiri sambil berjalan mundur melihat kearah langit-langit. Hatinya berbicara dengan suara itu. Bukan dengan hanya perasaan terharu saja, tetapi ada sejenis gelombang yang menghubungkan perasaan mereka berdua. Bukan perasaan sepasang kekasih, melainkan perasaan seorang sahabat yang saling mengasihi satu sama lainnya.

"Maaf. Kalau aku membuatmu terluka." Batin Naziel dengannya.

"Aku tahu, selama ini aku selalu menemanimu dalam kesendirianmu, Naziel. Dan tak henti-hentinya aku memperingatimu walau kau terlalu sering mengabaikanku bahkan kau juga memakiku dengan umpatan-umpatan yang tidak sepantasnya kau ucapkan itu. Tetapi aku tahu itu semua karena pengaruh orang-orang disekitarmu. Dan aku yakin kalau kau bisa keluar dalam kehampaanmu itu. Meskipun butuh waktu lama selama bertahun-tahun untuk menyadarkanmu dan aku tidak menyesal karena aku sudah berhasil membuatmu keluar dari dunia yang seharusnya tidak kau tempuh itu, Putri Naziel Aloha. Dan sekarang, saatnya kau lepaskan semua kegelapan dalam dirimu. Ubahlah dunia dan berikan sejuta senyumanmu kepada semua orang. Jangan memberikan senyuman kecutmu kepada orang yang terlihat sedih dan menderita, sahabatku, Naziel. Aku berharap suatu hari nanti kita bisa bertemu. Kita bisa saling berbagi keceriahan, kebahagiaan, dan kedamaian. Dan sejak saat itulah, aku akan memberikan apapun yang aku miliki saat ini kepadamu."

"Terima kasih. Terima kasih kau selama ini sudah dengan setia menemaniku walau aku tak memintamu untuk melakukannya." Desiran kebahagiaan terpancar diwajah cantiknya itu. Dengan hati yang bergelora, tentu saja ia merasa bahwa ia tak harus terus-menerus hidup dalam jurang hitam itu.

"Naziel. Takdirmu sudah dekat. Jangan pernah menolak takdirmu lagi. Seberapa besar kau berusaha untuk menolaknya, takdirmu tak akan bisa berubah karena itulah jalan hidupmu, si pengendali." Kata-katanya tentu saja membuat Naziel bingung. Baru dia ingin membuka suara hatinya itu, suara gadis yang mengajaknya mengobrol itu menghilang ditiup segerombolan angin yang menerpa rambut panjangnya itu. Ia merasakan hawa dingin mengitarinya. Ada rasa kekecewaan didalam hatinya itu karena lagi-lagi ia selalu mendapatkan PR dari sahabatnya. PR yang seharusnya ia sudah kerjakan. Semakin dia menumpuk PR- PR nya, semakin ia kesal dengan sahabatnya itu. Jujur, dia memang bisa membaca masa lalu orang lain atau membaca masa depan orang lain hanya menyentuh bagian tubuh orang lain saja, tetapi dia tidak bisa membaca takdirnya sendiri. Karena itulah ia sangat menyesal dengan dirinya sendiri bahkan ia selalu tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya dihari-hari kedepannya kelak nanti.

Hazel sembari membuka kedua matanya itu sambil memutar kedua bola matanya untuk melihat sekitarnya. Dia terbangun dan mendapati Eline mendekatinya.

"Kak Hazel. Bagaimana keadaan kak Hazel?" Tanya Eline sambil mengecek suhu badan Hazel.

"Kau tidak perlu mengecek suhu tubuhku, Eline. Aku tidak demam." Gerutu Hazel.

"Sudah kuduga. Kak Hazel lebih cepat sadar dan pulih daripada yang lainnya." Ujar Eline dengan sejuta kekagumannya itu.

"Bagaimana mereka? Mereka baik-baik saja kan?" Hazel ingin melihat keadaan mereka, tetapi hal itu dilarang oleh Eline

"Kak Hazel jangan khawatir. Mereka baik-baik saja. Meskipun kak Hazel sudah pulih, tetapi tidak sepenuhnya kak Hazel bisa bebas melakukan apapun. Kak Hazel masih lemah."

"Aku tahu." Ia menyadari bahwa dua dari kelima inderanya itu tidak berfungsi dengan baik. Mungkin karena dua indera itu terlalu menghabiskan energinya. Ia menghempaskan tubuhnya kembali sambil menghela nafasnya panjang. Ia mengamati Angel, gadis yang berada dihadapannya itu. Gadis itu sedang terbaring sangat lemah bahkan tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak. Hati Hazel terlihat sakit melihat Angel yang seperti itu. Rbuan kali ia menyesali pada dirinya sendiri itu atas apa yang telah terjadi pada gadis itu. "Angel. Maafkan aku sudah membuatmu seperti itu." Lirihnya.

Seven Angels Without WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang