Suara burung-burung berkicau telah memadati suasana yang terang nan sejuk. Langit telah berwarna cerah hingga siapapun yang berada dibawahnya pasti bisa merasakan aura kesejukan dan kenyamanan. Waktu telah menunjukkan pukul 6 pagi. Sudah saatnya bagi Hazel untuk membuka matanya hingga ia menemukan Naziel yang tengah asyik meletakkan air minum di meja sebelah ranjang Hazel.
"Kau sudah bangun?" Naziel seraya tersenyum kearah Hazel sambil mengambil segelas air putih untuk diteguk habis oleh Hazel. Melihat hal itu, Hazel hanya tersenyum.
"Kapan kau bangun?" Mata Hazel kembali menatap kearah mana Naziel. Naziel kini tengah duduk didekat ranjang Hazel sambil mengambil gelas dari tangan Hazel dan meletakkannya kembali di meja tersebut.
"Aku tidak tidur semalam." Ucap Naziel yang hanya ditatap serius oleh Hazel.
"Kau tidak tidur karenaku?" Tanya Hazel sambil mengerutkan keningnya karena merasa bersalah.
"Bukan. Karena aku memang sulit tidur ketika malam hari." Jawab Naziel jujur.
"Benarkah?"
"Iya. Hal ini sudah berlangsung lama semenjak kedua orang tuaku meninggalkanku didunia ini."
"Maaf." Sesal Hazel sambil menundukkan kepalanya karena sedih.
"Tak apa. Kau tak perlu minta maaf."
"Hmm... Oh ya tiba-tiba saja aku ingin mandi. Tubuhku terasa sangat gerah dan lengket." Ungkapnya yang hanya dibalas senyuman oleh Naziel.
"Baiklah. Biarkan aku membantumu. Naziel menuntun Hazel menuju kamar mandi.
"Aku bisa melakukannya sendiri." Lirih Hazel sambil melepaskan genggaman tangan Naziel pada lengannya.
"Baiklah. Kalau kau butuh apa-apa, kau bisa langsung mengatakan padaku. Aku ada di kamarmu." Ujar Naziel melangkah meninggalkan Hazel sendirian. Sewaktu ia melangkahkan kakinya menuju kamar Hazel, sebuah tangan mencekal tangan Naziel hingga langkahnya terhenti.
"Bisa bicara denganku, Naziel?" Tanya Ronald.
"Kau? Siapa kau?" Tanya Naziel mencoba mengingat siapa orang yang kini berada dihadapannya itu.
"Namaku Ronald." Jawab Ronald sedatar mungkin.
"Mau bicara apa kau denganku?" Tanya Naziel sedikit takut. Karena jujur ia masih tetap mengingat bagaimana red rose, black rose, dan Eureka ingin mendapatinya hingga ia dan kedua dari kelompok pelindung, Hazel dan Eiden hampir mati.
"Jangan disini. Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu. Ini tentang orang tuamu dan juga kakekmu."
"Baiklah. Tetapi aku harus mengabari Hazel terlebih dahulu. Aku tak mau dia mengkhawatirkanku lagi." Sementara itu, pintu diketuk Naziel tiga kali. Suara showerpun kembali terhenti.
"Hazel. Aku ingin keluar sebentar. Kalau ada apa-apa kau bisa mengabari yang lainnya. Atau kau bisa menungguku satu jam lagi."
"Baiklah. Memangnya kau mau kemana?" Tanya Hazel khawatir dibalik pintu kamar mandi tersebut.
"Jangan khawatir. Aku ada urusan dengan Ronald. Nanti aku akan ceritakan sepulangku dari sana."
"Ronald? Siapa dia?" Tanya Hazel dalam hatinya.
"Baiklah. Tetapi kamu harus hati-hati, ya."
"Oke. Sampai nanti." Naziel melangkahkan kakinya pergi dari markas tersebut bersama Ronald.
*****Sementara Eureka membuka kedua matanya. Ia menerjab-nerjabkan matanya keseluruh penjuru ruangan yang jadi tempat sandaran tubuhnya itu. Suara pintu terbuka, lalu diikuti dengan suara langkah kaki yang mengarah kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Angels Without Wings
FantasyCerita ini semuanya akan direvisi kembali. Dan mohon maaf kalau setelah direvisi, satu-persatu akan hilang. Dikarenakan cerita ini mau di kirim ke penerbit. Mohon maaf sebesar-besarnya. Dan terima kasih karena selama ini sudah setia membaca cerita i...