Happy reading!
~~Gracia terbangun dengan rasa pegal di sekujur tubuhnya. Matanya perlahan terbuka, mengerjap beberapa kali sembari mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi semalam. Kilasan balik kejadian semalam terlintas dalam pikiran Gracia, seketika matanya membulat dengan sempurna. Sontak Gracia langsung sedikit mengangkat selimut yang menutupi tubuhnya, ia kembali memejamkan kedua matanya dan merutuki kebodohannya sendiri.
"Semoga dia ga pergi gitu aja.. Semoga dia ga pergi gitu aja.. Semoga dia ga pergi gitu aja.."
Gracia terus-menerus mengucapkan kalimat tersebut di dalam hatinya seolah-olah kalimat tersebut adalah sebuah mantra. Perlahan namun pasti, Gracia memutar badannya dengan mata yang tertutup. Setelah merasa cukup siap, Gracia akhirnya membuka kedua matanya. Pemandangan pertama kali yang ia lihat adalah Shani yang masih tertidur dengan posisi membelakanginya. Gracia bisa sedikit bernafas lega karna Shani tidak meninggalkannya begitu saja setelah apa yang mereka lakukan semalam.
Gracia tiba-tiba saja merasakan panas di wajahnya dan sangat memungkinkan jika sekarang wajahnya mulai memerah. Hal itu dikarenakan Gracia menatap punggung Shani terlalu lama, punggung yang tidak tertutupi satu helai benangpun, punggung yang pada beberapa bagian meninggalkan bekas kemerahan yang kemungkinan besar disebabnya oleh kuku dari Gracia.
Tanpa sadar tangan Gracia terulur untuk menyentuh punggung Shani dan mengusapnya dengan pola memanjang dengan tempo yang sangat pelan. Hal itu tentu saja membuat Shani yang merupakan salah satu manusia yang terbilang cukup sensitif terbangun dari tidurnya. Shani sedikit mengubah posisi tidurnya menjadi tengkurap, ia mengubah posisi kepalanya menjadi menghadap Gracia.
Shani tersenyum hangat begitu pandangannya bertemu dengan kedua bola mata Gracia. Gracia lebih dulu memutus tatapan tersebut, ia menarik selimut sedikit lebih tinggi untuk menutupi dirinya dan juga Shani. Namun Shani menggunakan kakinya untuk menarik selimut tersebut agar turun kembali. Namun bukan Gracia namanya jika ia mengalah begitu saja, Gracia kembali menarik selimut tersebut dan begitupun dengan Shani. Aksi tarik-menarik selimut tersebut berlangsung selama beberapa saat, sampai Shani mulai merasa kesal pada Gracia.
"Kenapa si dinaikin terus?!" tanya Shani dengan pipi yang masih menempel pada bantal sehingga mendorong bibirnya sedikit lebih maju.
"Ya kamu ngapain diturunin terus?!" ucap Gracia tidak mau kalah.
"Gerah.." jawab Shani jujur.
"Ya sama!"
"Lah, terus kenapa kalau gerah malah sengaja dinaekin? Dasar aneh!" ucap Shani memutar bola matanya malas, lalu tangannya bergerak untuk membawa lengan Gracia ke pipinya. Mengerti apa yang Shani inginkan, Gracia mengusap lembut pipi Shani membuat Shani tersenyum lalu kembali memejamkan kedua matanya. Beberapa menit berlalu hanya ada keheningan diantara mereka, sampai Gracia memberanikan dirinya untuk membuka suara dan membahas kejadian semalam.
"Shan.."
"Hm.."
"Aku bukannya mau ngerusak mood kamu, tapi aku harus bahas ini.." ucap Gracia dengan suara yang pelan tanpa menghentikan usapan tangannya di pipi Shani.
Dengan mata yang masih terpejam, Shani menganggukan kepalanya.
"Maaf sebelumnya, tapi seinget aku.. Orang terakhir yang bareng sama aku itu Dion, t-tapi kenapa tiba-tiba kamu bisa ada disini?" tanya Gracia dengan perasaan campur aduk antara takut melukai perasaan Shani dan rasa penasaran mengapa Shani bisa berada dihadapannya saat ini.
Shani perlahan membuka kedua matanya dan menatap bingung pada Gracia. "Dion?"
Gracia menganggukkan kepalanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY OVER YOU [END]
Fanfiction"Should i kill it for you?" "Yes, please.." [22 August 2021 - 13 Feb 2022]