Pertemuan Shafira dengan Farah benar-benar cukup mengejutkan bagi mereka berdua. Ada sebuah jarak yang tak kasat mata yang memisahkan mereka berdua, mereka berdua hanya berbasa-basi layaknya teman lama yang baru bertemu kembali. Sesekali Farah mencuri pandang ke arah lelaki yang dicintainya dalam diam, dan Shafira menangkap pandangan itu. Farah memang mencoba untuk berhenti mencintai Tesar, namun tatapan mata perempuan itu masih terlihat jelas, Farah masih mencintai Tesar.
"Farah, jadi Koas di sini?" Tanya Tesar, Farah mengangguk kaku.
"Stase?" Tanya Tesar, dia tidak mau jika dia membuat salah satu sahabat istrinya merasa terintimidasi, meskipun berbasa-basi bukan keahliannya.
"Stase Obgyn, Dok." Jawab Farah
"Saya Revan, salah satu teman Farah di stase obgyn." Revan memperkenalkan diri tanpa diminta.
"Saya Tesar, suami dari Shafira dan perempuan di depan saya ini, Shafira, istri saya, salam kenal Revan. " Revan tersenyum ramah. Sedang Shafira sontak menatap Tesar.
"Kalian berdua, pasangan yang serasi." Ucap Revan menaikkan kedua jempolnya untuk pasangan di depannya. Shafira yang cantik dan Tesar yang tampan serta berkharisma, siapun orang yang ada di sana pasti akan mengatakan hal yang sama dengan Revan.
"Oh iya Dok, mohon maaf sebelumnya. Kami sekarang sudah cukup terlambat, kami izin pamit untuk ke ruang jaga. Saya harap kita bisa bercengkrama di lain waktu, Dok, dan Shafira." Pamit Revan melihat wajah Farah yang tegang. Entah untuk alasan apa, Revan merasa Farah benar-benar ingin menghindar dari situasi ini.
"Kalau nggak salah ingat, dia salah satu Dosen kita kan di Fakultas? Apa cuma aku aja yang salah inget?" Tanya Revan karena Farah sedari tadi memilih diam.
"Hah?" Farah yang sedari tadi diam tidak menyimak, mendadak bingung dengan apa yang dikatakan Revan.
"Dokter Tesar, salah satu dosen kita kan di Fakultas?
"Oh Dokter Tesar? Iya Kak benar." Jawab Farah
"Kalau istrinya, anak kampus kita juga?" Tanya Revan memastikan. Kalau tidak salah ingat, dulu dia pernah mengikuti sebuah seminar tentang literasi dan perempuan itu menjadi salah satu pemateri di seminar itu.
"Iya, sahabat aku." Ucap Farah, tapi entah mengapa dia merasa bahwa ada jarak yang tak kasat mata yang memisahkan kedua sahabat itu.
"Hai Kak Revan, Haaaai Farah. Hari ini Dokter Mirna nggak masuk, dia lagi ada acara keluarga dan penting. Besok, baru masuk. So, hari ini kita aaamaaaan." Dena dan Dodo yang dua puluh menit lalu cosplay menjadi mayat hidup, kini seperti terlahir kembali.
"Iya gue juga nonton tu film, tapi mungkin karena jiwa gue yang receh jatuhnya lucu banget." Ucap Dena yang entah membicarakan apa dengan Dodo, namun kini sebaliknya Farah seolah-olah terhanyut oleh pikirannya yang entah kenapa.
***
Setelah dua hari di opname di rumah sakit, akhirnya mereka pulang dan memutuskan untuk menetap di Apartemen milik Tesar. Jenis apartemen yang cukup elit, karena apartemen ini memiliki beragam fasilitas yang lengkap dan cukup luas untuk ukuran apartemen yang dihuni sendirian. Dua kamar tidur yang setiap kamar memiliki kamar mandi, satu kamar mandi untuk tamu, satu ruangan kerja yang berisi banyak buku kedokteran yang Tesar pelajari, dan satu ruang belajar yang dibuatkan untuk Shafira, balkon luas yang menampilkan padatnya lalu lintas, dan tanaman yang memanjakan mata. Singkatnya, Tesar memang serapi, serajin, dan sebersih itu, dia tidak memiliki pembantu sama sekali.
"Ini kamar kamu." Ucap Tesar membuka satu pintu dengan kamar yang 90% mirip dengan kamar Shafira.
"Kok ini mirip kamarku di rumah?" Shafirah terperangah, desain serta interior di dalamnya benar-benar menyerupai kamarnya sedangkan Tesar hanya mengangguk dan tersenyum.
"Biar kamunya nyaman tinggal di sini." Tentu saja Shafira nyaman, baginya kamar adalah satu-satunya penopang dan tempat untuk mengekspresikan dirinya dengan jujur tanpa topeng. Tempat yang akan menjadi saksi bahagia juga sedihnya, jadi dia merasa tidak ada ruginya berinvestasi untuk kamar.
"Ya sudah, kamu silakan istirahat. Mas mau masak makan siang kita dulu."
"Bareng aja masaknya." Jawab Shafira mengekori Tesar
"Mas mau masak apa?" Tanyanya.
"Kamu maunya apa?" Tesar bertanya balik
"Pasta?" Tesar mengangguk menyetujui lalu mulai memasak, tangan lelaki itu begitu telaten, Shafira membantu dengan mengiris toping untuk pasta. Setelah hidangan siap, mereka duduk dengan khidmat di meja makan.
"Minggu depan, Mas sudah mulai ngajar di Kampus?" Tanya Shafira
"Insyaa Allah, cuti Mas pekan ini sudah habis soalnya?"
"Mas nggak capek kerja di dua tempat?" Tanya si perempuan lagi.
"Capek sih, tapi senang ngejalaninya. Sama kayak kamu waktu lagi menulis, mungkin capek cari inspirasi, capek ngetik, capek ngedit, tapi karena kamunya senang jadi nggak merasa terbebani."
"Seperti kutipan dari Confucius yang sangat aku suka, choose a job that you like and you don't have to work a day in your life".
"Loh, kamu tahu kutipan itu?" Tanya Tesar yang membuat Shafira mengangguk antusias.
"Pernah baca waktu SMA, makanya ketika teman-teman nanya kenapa aku nggak ambil manajemen bisnis untuk ambil alih bisnis keluarga ya jawabannya adalah karena aku nggak suka berurusan sama bisnis. Tapi, ketika aku menulis aku bahkan nggak punya waktu untuk merasa terbebani, karena aku suka." Mata perempuan itu berbinar saat berbicara, andai saja bisa lelaki itu mengabadikan binar-binar bahagia wanita di depannya maka dia ingin membuat museum untuk sewaktu-waktu dia bisa nikmati kembali.
"Mas... kalau jadi Dokter adalah pekerjaan yang Mas nikmati, dan Mas bahagia karenanya itu berarti aku nggak bisa melarang Mas berhenti." Tesar yang tadinya menikmati pasta mendadak melepas garpu yang dipegang dan menebak-nebak ke mana arah pembicaraan mereka.
"Sudah dua kali aku mendapati Mas di tangga darurat, nyaris kehilangan nyawa. Rasanya aku nggak bisa lagi melihat kondisi itu kembali terulang. Aku benci melihat Mas menangis, aku sakit melihat Mas tersiksa, dan aku takut Mas trauma."
"Mas Tesar." panggil Shafira
"Iya, Sha."
"Mas tahu kan Mas nggak punya kendali untuk menyelamatkan nyawa semua orang karena itu sudah jadi kehendak Allah?" Tesar mengangguk, dia tahu persis itu.
"Jadi kalau pasien yang Mas tangani pergi, jangan lagi menyalahkan diri Mas sendiri." Tesar diam.
"Mas bisa janji itu kan sama aku?" Desak Shafira menggenggam tangan Tesar "Janji ya sama aku?" Dia mengulurkan kelingking mungil miliknya.
Satu detik
Dua detik
Hingga Tesar menautkan kelingking mungil itu dengan miliknya "Janji, aku janji Shafira." Ucapnya.
Sampai pasta itu habis, mereka bercengkrama layaknya pasangan suami istri yang normal.
Jika tiba suatu kesempatan dalam hidup dan dia harus tersesat karena berlayar tanpa peta. Maka dia berharap satu-satunya teman yang menemaninya berlayar adalah Shafira. Satu kesempatan yang mustahil karena nyatanya bahtera yang mereka bangun tidak dapat berlayar di samudera yang sama.
Kalau ada yang typo mohon maaf yang teman-teman, jangan lupa vote dan komen. Follow juga yaaa biar kalau update, ada notifikasi buat kalian❤✌
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ternyaman
Romantizm🥇#1 menangis - 2 Februari 2022 Dokter Tesar, Dokter bedah umum dengan subspesialisasi dalam operasi hepatobilier & pankreas, lelaki cerdas yang sudah lama menaruh hati kepada Shafira yang bercita-cita menjadi Penerjemah dan Penulis. Namun, lelaki i...