Selama aku hidup saat orang-orang bertanya apa definisi cinta, aku mendadak bisu, lidahku mati rasa, tidak bisa menjawab apa-apa. Entah tidak bisa karena memang tidak tahu jawabannya atau belum paham karena memang belum pernah merasakannya. Tapi, semenjak menikah dengan Mas Tesar mungkin sedikit banyak aku paham makna cinta yang sebenarnya.
Cinta adalah sebentuk maaf yang tulus saat suaminya pulang terlambat dan lupa mengabarinya. Cinta adalah ketika suaminya lelah sepulang bekerja tapi tetap memaksa mengambil alih pekerjaan rumah tangga karena tidak mau istrinya kecapaian. Cinta adalah ketika suaminya rela kehujanan untuk membeli payung di toserba yang jauh jaraknya hanya agar istrinya tidak kehujanan, cinta adalah sepiring bubur hangat yang dibuatkannya ketika sang istri sakit, rasanya hambar tapi ketulusannya terasa.
Cinta adalah ketika sejauh apapun kau pergi, tersesat di antah-berantah kah atau juga tidak punya arah tujuan kau masih bisa pulang, kau masih punya rumah.
Bagiku dia rumah, bukan berupa bangunan, tapi tempat pulang paling nyaman.
Tempat menepi dari riuh dunia yang acap kali menghakimi,
Tempat bersandar paling kokoh,
Tempat bercerita paling jujur.Singkatnya, berkat dia aku bisa paham makna cinta sesungguhnya. Dia adalah lelaki sederhana yang berpendirian kuat, bijaksana, dan selalu tahu cara memuliakanku.
Malam ini seperti biasa, kusambut kedatangannya yang baru saja pulang dari rumah sakit. Wajahnya lesu, aku tahu betul dia pasti kecapaian tapi begitu melihatku dia tersenyum begitu lebar. Aku mencium tangannya, dia mencium keningku lalu merapalkan do'a untukku.
"Mau makan dulu atau bersih-bersih dulu Mas?" Mas Tesar tersenyum lalu menggeleng. Dan tebak setelah pertanyaan yang kuajukan ke mana dia pergi pertama kali, bukan ruang tamu, bukan kamar kami, melainkan dia menuju ke kamar anak kami.
"Zhafi sudah tidur?" Aku mengangguk sebagai jawaban
"Yaah, padahal ayah mau main dulu, rindu banget dari kemarin nggak ketemu." ucapnya cemberut lalu mencium kening anak kami yang sudah terlelap. Zhafi kecil menggeliat, lalu berbalik membelakangi ayahnya.
Kami tertawa melihat tingkah anak kami yang membelakangi kami berdua seolah-olah tidak mau tidurnya diganggu.
"Jahat banget nih bayi cimol belakangin ayahnya yang udah rindu setengah mati." Ucapnya memanggil anak kami yang bulat itu cimol. Pipi tembam dengan kepala botak, warna kulit putih kemerah-merahan memang mengingatkan kami pada cimol yang sudah diberikan bumbu balado.
Zhafi Abyan Falah, artinya lelaki yang memiliki tujuan yang jelas dan kelak akan menjadi anak yang beruntung. Zhafi anak kami yang sangat kami cintai. Si kecil yang baru berusia enam bulan tapi memberikan banyak pelajaran untuk kami. Kami berdua tidak henti-hentinya belajar menjadi orang tua yang baik untuk Zhafi. Wajahnya setampan ayahnya, benar-benar duplikat Mas Tesar, jika kubandingkan dengan foto kecil Mas Tesar mereka bahkan tidak ada bedanya seperti anak kembar yang lahir di tahun yang berbeda. Semoga kelak dia juga menjadi lelaki yang cerdas dan bijaksana seperti ayahnya.
"Hmm, semenjak ada Zhafi, istrinya dicuekin nih." Candaku, Mas Tesar yang sedang menghujami Zhafi dengan kecupan beralih ke arahku, dengan pelan mengecup semua permukaan wajahku, kening lalu turun pelan-pelan ke hidung, pipi, dan terakhir bibirku.
"Maaf ya sayang kalau kamu merasa seperti itu." Ucapnya lalu memelukku.
"Aku bercanda, Mas." Aku terkikik geli, dia masih tidak berkeinginan untuk melepaskan pelukannya.
Setelah acara berpelukan yang cukup lama aku menyiapkan makan malam untuk kami berdua. Mas Tesar sangat lahap memakan nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Masakan sederhana mengingat aku benar-benar sibuk menyiapkan MPASI Zhafi satu minggu ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ternyaman
Romance🥇#1 menangis - 2 Februari 2022 Dokter Tesar, Dokter bedah umum dengan subspesialisasi dalam operasi hepatobilier & pankreas, lelaki cerdas yang sudah lama menaruh hati kepada Shafira yang bercita-cita menjadi Penerjemah dan Penulis. Namun, lelaki i...