Benar kata banyak orang bahwa penyesalan selalu datang di akhir, mungkin agar rasa sesal itu menjadi pelajaran berarti untuk kita dan kita tidak lagi mengulang kesalahan yang sama.
Tidak ada yang lebih Shafira sesali selain perkataan menyakitkan yang dia lontarkan kepada suaminya sendiri. Lelaki yang rela berkorban untuk menikahinya di hari pernikahannya, hari di mana lelaki yang dia cintai untuk pertama kalinya menghilang tanpa kabar. Dia sadar bahwa dia egois, dia lebih mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan lelaki yang selalu mengutamakannya sama sekali.
Dulu, dia selalu memegang sebuah prinsip. Ketika mencintai seseorang sekalipun, dia harus lebih mengutamakan daan mencintai dirinya sendiri. Meskipun, dia tidak pernah berpacaran, dia tahu betul bagaimana tersiksanya toxic relationship. Dia dikelilingi oleh teman yang senantiasa menjalani sebuah hubungan yang tidak sehat. Baik teman yang sudah halal ataupun mereka yang terjebak dalam hubungan haram sekaligus.
"Gina, ini tuh memarnya parah banget tahu. Bima bahkan sudah berani menampar kamu. Ada berapa memar yang sekarang ada di wajah kamu." Terisak-isak Shafira menangisi kondisi salah satu sahabatnya yang masih bisa dibilang pengantin baru, pernikahannya baru saja terjalin selama enam bulan tapi dia selalu mendapati satu atau dua memar di tubuh sahabatnya itu saat mereka bertemu.
"Nggak apa, Sha. Lagipula nggak terasa sama sekali kok." Gina mencoba memberikan seulas senyuman, senyuman palsu tentunya.
"Itu karena kamu sudah terbiasa mengalaminya. Dia jahat, Gin. Aku bakal telpon Bunda atau Ayah kalau laki-laki itu sudah jahat sama kamu." Gina hanya memberi sebuah gelengan sebagai tanda bahwa dia sama sekali menentangnya.
"Bunda dan Ayah nggak boleh tahu hal ini, Sha. Dia melakukan itu karena takut kehilangan aku, kamu tahu bukan bagaimana dia mencintai aku saat kami pacaran dulu?"
"Tidak ada kekerasan yang pantas disebut bagian dari cinta. Cinta itu menjaga, bukan menyakiti." Ketika merasa disakiti oleh lelaki tersebut dia selalu mengatakan bahwa lelaki itu melakukannya karena dia mencintai dirinya, hal itu sebagai bentuk kasih sayang. Lalu, apakah rasa sakit itu adalah pantas disebut bukti cinta. Sampai hari itu terjadi, Gina mengalami keguguran saat kondisinya sedang hamil tiga bulan. Tapi, lelaki itu sama sekali tidak merasa bersalah dan akhirnya Shafira berani melaporkan lelaki itu kepada pihak berwajib.
Melihat kondisinya sekarang, dia tidak melihat perbedaan sama sekali antara dirinya dan Bima. Mereka sama-sama menyakiti orang yang mencintai mereka, mereka egois. Jika Bima menyakiti fisik Gina, Shafira menghunuskan pedang yang tak kasat mata di relung hati Tesar. Dan fakta yang paling menyakitkan adalah lelaki yang disakitinya adalah lelaki yang mencintai dan selalu mendo'akannya.
"Semoga Allah selalu melindungi kamu, karena Dia kuasa, sementara aku hanya manusia biasa. Tapi, Insyaa Allah aku akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu." Bisik lelaki itu lembut, di setiap malam. Saat perempuan itu terlelap dalam tidurnya dia selalu mengucapkan kalimat itu, Shafira memang selalu berada di dalam do'a-do'a paling tulus lelaki itu. Namun malam itu, kantuk belum menghampiri Shafira, hingga bisikan lelaki itu berhasil membuat hatinya sedikit tergerak.
Bagaimana bisa, ada lelaki yang begitu lembut kepadanya? Memperlakukannya penuh kasih, senantiasa bersabar menghadapinya, dan mencintainya tanpa pamrih. Lelaki itu tidak memaksa agar dicintai kembali, sebaliknya lelaki itu tahu bagaimana memberikan cinta sepenuhnya kepada Shafira.
Dia tahu, dia bukan perempuan yang berpendirian. Tadinya, dia ingin lelaki itu pergi dan menjauh darinya, namun sekarang mengapa dia berlari mengejarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ternyaman
Romance🥇#1 menangis - 2 Februari 2022 Dokter Tesar, Dokter bedah umum dengan subspesialisasi dalam operasi hepatobilier & pankreas, lelaki cerdas yang sudah lama menaruh hati kepada Shafira yang bercita-cita menjadi Penerjemah dan Penulis. Namun, lelaki i...