Perempuan jika sudah mencintai seorang lelaki, maka akan sulit berpaling dan mencintai lelaki lain.
Hening, tak ada yang berani memulai pembicaraan. Mereka berdua sibuk berdialog dengan diri mereka masing-masing, beradu dengan nurani, berbisik dalam hati, sehingga memilih untuk diam membisu.
Kejadian semalam benar-benar membuat Shafira merasa benar-benar bodoh, dia bahkan mengguyur tubuhnya di jam tiga malam di udara Zurich yang dingin.
Padahal dipikir-pikir memangnya kenapa?
Tesar sudah resmi menjadi suaminya, mereka sudah bersatu dalam ikatan halal tetapi mengapa dia begitu terluka, seolah-olah dia adalah wanita yang murahan. Mereka berdua belum genap dua pekan menikah, tetapi dia sudah memberikan kehormatan yang dijaganya selama dia hidup untuk Tesar, lelaki yang belum pernah dicintainya. Sebutlah dia wanita yang bodoh, memang begitu kenyataannya.
Tesar yang tak jauh dari Shafira hanya bisa memperhatikan punggung perempuan itu, bodoh, dia lelaki yang bodoh. Dia bahkan tidak pantas disebut lelaki. Meskipun memang dia melakukannya dengan izin Shafira tetapi malam itu mereka bahkan belum saling mencintai, Shafira tidak memiliki perasaan sama sekali untuknya. Seharusnya malam itu dia sadar.
"Biar aku saja yang masak, kamu nggak enak badan kan?" Tesar mencoba mengambil alih pisau yang dipegang Shafira tetapi dengan cepat perempuan itu menepisnya.
"Biar aku aja." Jawabnya
"Tangan kamu gemetar Sha, muka kamu juga pucat. Sepertinya kamu demam. Mendingan kamu istirahat terlebih dahulu." Ucap lelaki itu tetapi bukannya menjawab Shafira memilih meneruskan aktivitasnya.
Mereka menyantap sarapan dalam keheningann, tidak ada lagi yang berani memulai pembicaraan. Hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu di meja makan.
Setelah tiga puluh menit menghabiskan waktu untuk menyantap sarapan, tiba-tiba suara piring yang jatuh mengejutkan Tesar yang sedang mencuci piring bekas makannya.
"Shafira." Ucapnya berlari dan memegangi Shafira yang sudah lemas.
"Tangan kamu berdarah, Sha. Tunggu sebentar aku ambil kotak obat."
"Nggak perlu." Shafira menepis tangan Tesar yang menggenggam tangannya. Mata perempuan itu penuh kebencian, sudah berapa dosa yang hari ini sudah dia lakukan karena membentak suaminya sendiri?
"Maafkan aku.. maaf karena aku bodoh, maaf karena aku tidak bisa menjagamu." Air mata yang mati-matian perempun itu tahan luruh begitu saja mendengar kalimat lelaki itu.
Kalian mungkin bertanya-tanya, bukankah bagus jika kehormatan yang dijaga diberikan oleh suami yang notabenenya halal untuk kita. Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah bagaimana jika Shafira hamil, dan dikemudian hari mereka berdua memutuskan untuk bercerai? Bagaimana nasib anak mereka. Kita tidak pernah tahu akankah Shafira balik mencintai Tesar atau tidak sama sekali.
Perempuan jika sudah mencintai seseorang maka akan sulit berpaling dan mencintai lelaki lain. Afgan, tak peduli betapa brengseknya dia, dia pernah mengisi hati Shafira, tak perduli betapa jahatnya lelaki itu, dia tetap pernah menjadi sosok lelaki yang disebutnya di dalam sujud terakhirnya.
"Aku mau pulang ke Jakarta." Ucap perempuan itu dengan air mata yang masih menetes bak tetesan air hujan di luar rumah mereka.
"Oke, kita akan pulang ke Jakarta. Aku akan memesan tiket untuk kita berdua." Jawab lelaki itu
"Sendiri. Aku mau pulang sendirian. Kalau orang tua kita tahu kita pulang lebih cepat, mereka pasti khawatir. Aku juga rencananya akan nginap di rumah Farah." Tegas perempuan itu.
"Tapi kamu lagi sakit, Sha. Seenggaknya kamu boleh pulang setelah kondisi kamu lebih baik." Ucap lelaki itu lembut, sangat lembut. Tapi, anehnya perempuan itu merasa bahwa lelaki dihadapannya tengah mencoba untuk memerintahnya.
"Hanya karena Mas suami aku, Mas merasa berhak untuk mengatur aku?" Entah apa yang ada dipikiran Shafira sehingga dia berani mengatakan perkataan yang siapapun pasti tahu itu menyakitkan.
"Semakin aku melihat Mas, semakin aku membenci diriku sendiri. Sekeras apa aku mencoba, setelah genggaman, ciuman bahkan kejadian semalam itu terjadi, Afgan tidak pernah pergi dari pikiranku, dia selalu menjadi orang yang mengisi hati aku." Tampaknya, pepatah yang mengatakan lidah lebih tajam dari sebuah pedang memang benar, karena rasa sakit mendengar perkataan barusan benar-benar menembus jantungnya.
Hati lelaki mana yang tidak sakit ketika mengetahui wanita yang dicintai masih menyimpan lelaki lain di hatinya?
Tesar hanya bisa menelan ludah, menarik nafas perlahan demi perlahan. "Jangan nangis, Sha. Aku mohon.." kalimat itulah yang keluar dari mulut lelaki itu. Hatinya memang sakit mendengar perkataan itu, tetapi yang jauh lebih menyakitkan adalah melihat Shafira menangis karenanya. Karena nafsu sesaatnya itu, lelaki bodoh, dia memang lelaki bodoh.
"Aku akan menginap di luar, kamu bisa menenangkan diri kamu terlebih dahulu dan kembali ke Jakarta besok. Setidaknya kesehatan kamu yang lebih utama sekarang." Tesar mengambil kunci mobilnya dan keluar hanya dengan menggunakan kaos, sangat tidak cocok dengan hujan deras yang mengguyur kota Zurich.
Mohon maaf karena baru update dan sekalinya update partnya sedikit. Hihiww, jangan lupa vote, komen, dan bantuin menuju 1k pengikut ya🤗❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Ternyaman
Romance🥇#1 menangis - 2 Februari 2022 Dokter Tesar, Dokter bedah umum dengan subspesialisasi dalam operasi hepatobilier & pankreas, lelaki cerdas yang sudah lama menaruh hati kepada Shafira yang bercita-cita menjadi Penerjemah dan Penulis. Namun, lelaki i...