3. Mencintai Dalam Diam

3.4K 381 13
                                    

Ketika kamu memutuskan untuk mencintai dalam diam, mengagumi dari kejauhan dan menyebutnya dalam heningnya malam. Maka, kamu juga harus menyiapkan hatimu untuk tersakiti dalam diam.

-Rumah Ternyaman-

Tiga tahun lalu, usia dua puluh tahun.

Perempuan itu berlari begitu cepat melewati lorong-lorong yang gelap hingga sampai pada terowongan yang tak berujung, mengapa terowongan ini begitu panjang. Dia kembali mempercepat langkahnya, semakin deras hujan jatuh, semakin cepat pula langkahnya. Berulang kali dia menghentikan taksi, bus, atau mobil siapapun yang sekiranya bisa dia tumpangi. Namun, tidak ada yang berhenti.

Mimpi buruk, mimpi paling buruk.

Dia berharap bahwa hal ini tidak nyata, melainkan hanya sebuah mimpi, mimpi yang paling buruk.

Menjadi seorang yatim dan hanya memiliki Ibu adalah hal yang selama tiga tahun terakhir dijalaninya. Dia tidak memiliki ayah yang orang lain punya, dia tidak bisa diantar ke sekolah seperti anak-anak lain, dia tidak bisa mendapatkan kasih sayang seorang ayah yang harusnya anak remaja seusianya bisa mendapatkannya. Tetapi setelah kehilangan itu, lagi-lagi ujian datang menghampirinya. Ibunya sakit dan jalan satu-satunya hanyalah operasi, rasanya seperti terjatuh ke jurang yang paling dasar dan tidak ada satupun seseorang yang mencoba menyelamatnnya, sungguh rasanya sesak.

Berulang kali dia memohon agar Ibunya bisa di operasi dengan segera. Tapi nihil, semua Dokter memiliki jadwal yang sangat padat, dan dia harus menunggu selama satu pekan. Sementara di dalam sana, ibunya sudah berjuang melawan rasa sakit.
Hingga, lelaki yang lebih tinggi di hadapannya dengan Name tag Tesar Abrisam yang baru saja keluar dari ruang operasi memberi satu harapan untuknya.

"Obat ini diperlukan untuk operasi beliau, sembari saya beristirahat sebentar. Silakan anda mencarinya." Air mata yang ditahannya luruh begitu saja

"Terima kasih Dokter, terima kasih." Dia mengambil kertas tersebut dan berlari mendapatkannya. Dia harus mendapatkan obat itu agar satu-satunya keluarga yang dimilikinya masih bisa bertahan hidup. Lagi-lagi butiran bening jatuh dari pipi pucatnya, kakinya terluka.

"Allah Maha baik.. Allah Maha baik." Berulang kali dia berucap tiga kata tersebut, bukankah Allah sesuai prasangka hamba-Nya? Padahal dia sudah berpasrah, putus asa namun mengapa tidak kunjung ada satu mobilpun yang bisa ditumpanginya.

Hingga tak lama sebuah mobil berhenti di depannya.

"Tadi saya ingin menghentikan kamu untuk keluar membeli obatnya. Tapi kamu sudah lebih dulu keluar, lari kamu cepat sekali."

"Sejauh apa saya berjalan, saya tetap nggak nemu obatnya." Hampir sepuluh rumah sakit, berulang kali dia naik turun taksi. Tapi, mengapa sesulit itu dia menemukannya.

"Saya sudah menemukannya. Saya sudah menelpon Rumah Sakit teman saya, saya sedang dalam perjalanan untuk mengambilnya." Farah menghapus air matanya.

"Benarkah?" Tanya Farah membuat Tesar mengangguk

"Terima kasih Dok, saya tidak akan pernah melupakan kebaikan Dokter." Ucapnya.

Malam itu harta satu-satunya yang dimilikinya bisa menjalani operasi karena kebaikan lelaki itu. Dari sekian banyak jadwal operasi yang dia pimpin hari itu dan tentunya satu operasi saja memakan waktu yang lama, lelaki itu masih mau berkorban untuk mencari obat operasi untuk ibunya dan mengorbankan waktu istirahat demi menyelamatkan nyawa ibunya.

Sungguh, bagamana bisa hati ini tidak jatuh cinta pada kebaikannya?

Terkadang, diam-diam Farah memperhatikan lelaki itu dari kejauhan di Rumah Sakit. Bahkan dia sengaja mengambil Jurusan Kedokteran agar bisa kembali bertemu dengan lelaki itu.

Rumah TernyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang