2. Senyum Pertama

3.6K 430 15
                                    

Rencana Allah, jauh lebih indah dari rencana manusia. Meski awalnya terasa berat untuk menerima. Namun, yakinlah semua kesedihan dan rasa sakit itu itu akan berlalu dan yang akhirnya tersisa adalah kebahagiaan yang datang bertubi-tubi.

-Rumah Ternyaman-



Setelah acara pernikahan dengan segala prosesi yang melelahkan selesai mereka berdua akhirnya beristirahat di salah satu hotel yang hanya berjarak lima belas menit dari Gedung pernikahan mereka. Dua koper sudah disediakan untuk mereka menginap dua hari di sini, tidak lupa dua tiket untuk mereka berbulan madu ke Swiss.

Dua tiket yang akhirnya malah membuat Shafira memohon-mohon kepada orang tuanya.

"Sepertinya kami belum bisa bulan madu deh Ma, tiketnya biar aku kasih sama teman aku aja ya? aku masih punya naskah yang menumpuk untuk kuperbaiki juga skripsi aku kan belum selesai-selesai." Yasmin memegang tangan putri yang dicintainya

"Mama sudah menghubungi Hesti, katanya naskah kamu deadlinennya boleh sampai bulan depan. Dosen kamu juga sudah ayah hubungi, dia kan teman baik ayah kamu waktu kuliah di Jerman dulu, katanya kamu akan diberikan keringanan."

"Mas Tesar kan cutinya cuma satu pekan, sedangkan liburan kami aja udah dua pekan iya kan Mas? " Shafira tersenyum memberi kode kepada lelaki yang kini resmi menjadi suaminya.

"Iya, Om, Tante, kami.."

"Ayah dan Mama." Koreksi Arsen membuat Tesar membulatkan matanya.

"I..iya, Ma, Yah, jadwal operasiku juga menumpuk pekan depan. Kasihan, pasien jika jadwal operasinya ditunda terus-terusan."

"Biar Ayah yang bantu melakukan operasi kamu." Ucap Tama, ayah Tesar.

Dua pengantin baru itu benar-benar kebingungan, bayangkan saja kalian dikirim ke Negara asing untuk menghabiskan waktu bersama, padahal kalian sama sekali tidak saling mencintai.

"Gimana kalau Mas Tesar dipecat dari Rumah sakit karena nggak menjalankan pekerjaannya dengan baik?" Hanya kalimat itu satu-satunya jurus terakhir Shafira. Namun yang Ayahnya lakukan adalah mencubit gemas pipi putri semata wayangnya itu.

"Yang punya rumah sakit kan Ayah, mertuanya Tesar. Bahkan, kalian liburannya satu bulan penuh kayak Ayah dan Mama juga boleh. Asalkan pulang-pulang kalian udah bawa oleh-oleh cucu buat kami berempat, iya kan Tam?"

"Benar itu Sha, kami yang sudah tua ini butuh cucu yang menggemaskan untuk di ajak main." Shafira menatap Arleta untuk meminta pertolongan, hanya Tante kesayangannya itu satu-satunya harapannya, tapi bukannya membelanya dia malah menggenggam tangannya.

"Kalian jangan banyak pikiran ya di sana, nikmati saja liburannya. Kalau ada apa-aa langsung hubungi kami di sini. Tesar, jaga baik-baik Shafira, jangan sampai dia sakit atau kenapa-kenapa." Ucap Arleta lembut dan berangsur memeluk Shafira, wanita yang resmi menjadi menantunya itu.

Oke, jadi kesimpulannya adalah besok sore mereka akan menempuh perjalanan selama dua minggu di Swiss dengan tujuan berbulan madu tanpa rasa cinta.


***

Di perjalanan menuju hotel beberapa kali lelaki itu memerhatikan Shafira mengusap matanya yang berair. Dia mengulurkan sapu tangan berwarna navy untuk menghapus air mata perempuan itu.

Rumah TernyamanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang