(5-Revisi)
⚠⚠⚠
Kesedihan terasa menyelimuti keluarga Syailendra. Hari ini pemakaman Enin Asih di lakukan. Beliau di makamkan di samping makam sang suami, Abah Usman Syailendra.
Asih Winarsih
Lahir : Bandung,
10 Oktober 1950
Wafat : Bandung,
05 Oktober 2021Jimmy dan Mariska yang masih di rundung duka menerima banyak ucapan belasungkawa dari para tetangga juga pelayat yang mengenal keluarga mereka.
Tak hanya tetangga, bahkan karyawan dari kebun teh milik Abah Usman pun datang memberikan penghormatan terakhir.
"Turut berduka cita, Pak Jimmy atas meninggalnya Nin Asih. Tak menyangka setahun yang lalu Abah dan sekarang Nin menyusul." Ucap salah satu karyawan kebun teh milik Abah, mang Karya.
"Terimakasih Mang, mohon di maafkan bila Ibu Saya punya salah baik di sengaja atau tidak." Ucap Papa dengan suara sengau dan serak akibat menahan tangis.
Setelahnya mang Karya menghampiri Mama dan yang lainnya. Nino sebagai anak dan cucu tertua keluarga Syailendra bertugas menerima tamu bersama sang Papa dan Rivaldi.
Mama, Alysha dan juga Sandi masih berduka bahkan mama beberapa kali pingsan.
Tekanan darah yang menurun juga kerap menangis membuatnya jatuh pingsan hingga mengharuskannya istirahat di kamar.
Dokter melarangnya terlalu banyak berpikir dan juga bergerak, harus istirahat total.
"Jangan terlalu bersedih Ris, Ibu gak akan suka kalau kepergiannya malah membuat keluarganya susah hati. Pikirkan suami dan anak-anakmu, mereka juga merasa kehilangan." Ucap om Dani, kakak sepupu Jimmy dari pihak ibu yang juga seorang dokter.
Ucapan om Dani seolah memyadarkan Mariska. Ia melirik putrinya yang selalu setia menggenggam tangannya dengan wajahnya yang pucat, hidung memerah dan mata yang bengkak.
"Icha juga, jangan nangis lagi. Muka kamu juga udah pucat. Nin sudah tenang dan bahagia bersama Abah di sana." Lagi, om Dani menguatkan keponakannya.
Selama tiga hari mereka berkabung dan mengadakan pengajian mengantar sang nenek.
Kini saatnya mereka kembali ke Jakarta menjalani aktifitas seperti biasa. Jimmy telah membayar seseorang untuk merawat rumah peninggalan orangtuanya dan berkata akan berkunjung sesekali disaat luang.
Sehari sebelum kepulangan mereka semua ke Jakarta, Rivaldi meminta agar mereka semua berkumpul. Alysha yang mendengarnya kaget. Ia menggelengkan kepalanya menatap tajam ke arah Rivaldi.
"Ada apaan Di, kok tumben?" Tanya Nino saat mereka semua sudah berkumpul di ruang keluarga.
"Sebelumnya Saya turut berduka cita atas kepergian Nin Asih, beliau adalah sosok yang Saya hormati dan sudah seperti nenek untuk diri Saya." Ucapnya membuka pembicaraan yang di jawab dengan anggukkan kepala oleh semua, kecuali Alysha yang masih menatapnya tajam.
"Maaf bila Saya lancang meminta Papa, Mama, Nino juga Sandi dan Alysha berkumpul, karena sebenarnya Saya memiliki tujuan lain kesini. Mungkin waktunya kurang tepat tapi ini harus segera Saya katakan." Ucapnya panjang lebar. Sementara tubuh Alysha sudah gemetar.
"Ada apa Aldi? Apa ada masalah?" Tanya Papa yang merasa pembicaraan ini bersifat serius.
"Saya, Rivaldi ingin meminta maaf kepada Papa dan Mama juga Nino dan Sandi, terutama Alysha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alysha (Revisi-End)
General FictionWarning!!! Cerita mengandung unsur 21+ atau dewasa, penuh dengan adegan mature di dalamnya. Seluruh hak cipta di lindungi oleh Undang-Undang. Create by : ziga1810