"Sayang, kamu lagi bercanda kan? Apa aku ada salah sama kamu, hm? Tolong maafin aku dan kita bicarain ini baik-baik ya..." Bujuk Rivaldi pada istrinya yang masih terisak. Jemarinya mengusap lembut wajah memerah sang istri yang penuh dengan airmata.
......................................
Setelah drama di kantor Papa Jimmy, Rivaldi mengajak istri dan anaknya pulang. Namun ia memilih untuk pulang ke apartemen mereka dan menyelesaikan semuanya dengan kepala dingin.
Di dudukkannya Alysha yang masih diam di sofa ruang tamu apartemen mereka, sementara ia membaringkan bayi gembulnya di kamar mereka.
Rivaldi membawakannya teh manis hangat, berharap istrinya akan lebih tenang dan mau menceritakan permasalahan mereka. Karena ia meyakini jika dirinya tak membuat masalah atau kesalahan.
"Sayang, di minum dulu teh manisnya ya terus kita bicarain semua masalah yang lagi kamu pikirin sekarang."
Rivaldi menyorongkan gelas ke bibir istrinya yang di terima Alysha dan meminumnya meski sedikit. Tak lama kemudian tangis ibu muda itu kembali pecah. Rivaldi yang panik segera memeluk dan mengecup keningnya lembut berulang kali.
"Sshh, gak apapa Sayang, aku disini. Aku disini." Bisiknya pada sang istri. Alysha semakin kencang menangis. Di pukulkannya punggung suaminya meski tak begitu terasa oleh pria itu.
"Aku benci kamu! Aku benci kamu, Mas!!" Raung Alysha masih memukul suaminya.
Melihat istrinya menangis saja ia tak suka apalagi mendengar kalimat barusan. Rasanya seperti hatinya di tusuk belati. Sakit.
Luka tapi tak berdarah.
Rivaldi terus memeluk dan membujuknya sampai Alysha sedikit lebih tenang, meski sesekali seguknya masih terdengar.
Di usapnya wajah basah dan memerah istri mungilnya itu dengan tisu yang ada di meja kecil di samping sofa.
"Udah tenang? Masih mau lanjut nangis?" Tanyanya lembut mengusap wajah itu. Alysha menggeleng pelan sambil mengusap hidungnya.
"Kalau kamu masih marah dan kesal, ayo pukul Mas lagi kayak tadi. Mas rela, tapi jangan pernah sekalipun kamu minta pisah dari Mas, apalagi kamu pergi tinggalin Mas. Mas gak ikhlas." Ucapnya sambil mengayunkan tangan Alysha ke wajahnya.
Alysha menarik tangannya, namun Rivaldi mengambilnya kembali dan memukulkan lagi tangan itu ke wajahnya hingga memerah. Melihat pipi sang suami sudah merah akibat pukulan tangannya, ia menangkupkan pipi itu dan kembali meleleh airmatanya.
"Jangan pukul lagi, nanti muka kamu sakit." Bisiknya menggeleng kuat sambil mengusap wajah sendu itu.
"Mas rela sakit asal bukan kamu dan Alfa yang sakit. Mas rela kamu pukulin asal kamu jangan tinggalin Mas. Mas gak mau kehilangan kamu, Al. Jangan tinggalin Mas, Al. Mas cinta sama kamu." Bisik Rivaldi mengecup telapak tangan Alysha dan kini keduanya menangis bersama saling memeluk.
"Jangan sakitin Alysha lagi. Jangan paksa Alysha lagi. Alysha takut..." cicitnya di sela tangisan mereka.
"Mas jangan marah lagi, Al takut. Al gak mau di paksa, kalau Mas mau itu Mas bisa bilang baik-baik, bukan paksa Al saat Al belum siap. Al sakit. Al kesakitan, Al takut, Mas..." Isaknya menjelaskan permasalahannya yang selama ini dirinya pendam.
Mendengar itu Rivaldi terdiam. Ingatannya berputar kala ia melihat sang istri duduk di taman bersama Arthur dan hal itu membuatnya marah hingga menyeret istrinya dan memaksa wanita itu melayaninya.
Rivaldi mengutuk dirinya sendiri akan kesalahan yang di perbuatnya. Emosinya membuatnya lupa akan trauma yang di alami sang istri akibat perbuatannya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alysha (Revisi-End)
Ficción GeneralWarning!!! Cerita mengandung unsur 21+ atau dewasa, penuh dengan adegan mature di dalamnya. Seluruh hak cipta di lindungi oleh Undang-Undang. Create by : ziga1810