13

12.5K 568 11
                                    

(13)

******

"Saya melakukan itu tanpa sadar. Saya minta maaf. Saya mencintai Alysha dan tidak pernah berniat melecehkannya. Saya mencintai dia, tolong jangan bawa dia dari Saya!" Raung Rivaldi mengungkapkan isi hatinya.

Papa dan Mama tak menyangka begitu dalam perasaan Rivaldi kepada anaknya.

******

Hari ini hari ketiga Alysha tak sadarkan diri. Seperti hari-hari sebelumnya, Rivaldi selalu menjenguk sang istri namun Papa dan Nino melarangnya untuk bertemu Alysha. Ia hanya akan duduk menunggu di depan ruangan ICU dan melihat istrinya dari kaca besar.

Denyut jantung bayinya pun masih melemah, meski begitu tekanan darah Alysha sudah normal kembali.

Dr. Manda menyarankan agar saat Alysha sadar keluarganya mau membawanya konsultasi ke Psikiater untuk mengobati rasa traumanya.

"Cepat sadar ya Sha, biar bisa cepet pulang dari sini. Kamu gak bosen apa tidur terus?" Bisik lirih Valdi dari balik kaca besar ruangan ICU.

Valdi mengusap wajahnya yang lelah dan berantakan. Ia kembali duduk di kursi tunggu, menyandarkan tubuh dan kepalanya. Baru saja ia memejamkan matanya, Nino memberikan sebuah map coklat padanya. Tanpa banyak kata Valdi meraih dan membukanya.

Ia terdiam saat membaca isi dari map tersebut.

Surat gugatan cerai yang di daftarkan Nino untuknya.

"Apaan nih?" Tanya Valdi tanpa menoleh pada Nino.

"Lo bisa baca sendiri. Sekarang cepat tanda tangan biar cepat gue urus!" Seru Nino tajam dan menyerahkan pulpen pada sahabat yang juga adik iparnya.

Ralat, calon mantan adik ipar!

Mendengar penuturan Nino tentu saja membuat Valdi meradang. Bagaimana tidak, di dalam ICU Alysha sedang berjuang sadar dari keadaan kritisnya sementara di luar sini kakaknya justru memaksanya menandatangani surat gugatan cerai.

"Lo gila apa gimana, Nin? Disana adek lo, istri gue sedang kritis dan lo malah minta gue tanda tangan surat cerai? Mental lo sehat??" Sarkasnya yang di tanggapi acuh oleh Nino.

"Gak usah ngebacot soal adek gue! Sekarang lo tanda tangan dan pergi jauh dari hidup adek gue, SELAMANYA!!" Tukas Nino tak kalah kasarnya.

"GAK! Gue gak akan tanda tangan surat cerai ini. Baik lo atau bahkan Alysha sendiri yang minta, gue gak akan tanda tangan!!" Tegas Valdi dan melempar surat itu ke lantai.

Nino mendengus melihat kelakuan Valdi, lalu ia mengeluarkan ponselnya dan memutar sebuah rekaman suara berisi perjanjian kesepakatan Valdi dengan keluarganya.

Valdi langsung menoleh dan menerjang Nino, hendak merebut ponsel dan menghapus rekaman suaranya. Terjadi adegan rebut-merebut ponsel hingga adegan baku hantam keduanya. Seorang dokter yang melintas berusaha melerai mereka.

"BERHENTI!" Seru dokter itu menahan tangan Valdi ke belakang. Dua orang rekan medis pun datang membantu melerai mereka.

"Harap tenang ini RS bukan arena tinju! Silahkan Anda berdua selesaikan masalah kalian di luar, jangan disini!" Seru dokter itu dan meminta bantuan dua rekannya untuk membawa mereka keluar.

"Lepas! Saya mau tunggu istri Saya!" Valdi berusaha melepaskan dirinya dari cekatan salah satu dokter itu.

"Sebaiknya Anda tunggu di luar. Jangan mengganggu ketenangan pasien." Ujar dokter yang memegangnya dan menyeret mereka berdua keluar dari ruang tunggu ICU menuju ruangan lainnya.

Valdi berusaha kembali masuk namun di tahan dan di dorong tubuhnya agar mundur. Bahkan salah seorang dokter itu memanggil satpam dan memintanya agar berjaga di depan ruang ICU. Berpesan jika selain dokter, suster dan petugas kesehatan lainnya dilarang ada yang masuk.

Valdi memilih duduk di bangku ruang tunggu dan Nino kembali menyerahkan surat gugatan tadi. Dengan enggan Valdi mengambil dan menaruh disisi kirinya.

"Ck! Buruan tanda tangan biar cepat selesai!" Seru lagi Nino kali ini menahan geraman suaranya.

Valdi cuek seolah tak menganggap ada orang disana. Melihat itu Nino mendengus kesal dan berlalu.

Satu minggu sudah Alysha tak sadarkan diri dan saat waktunya dokter berkunjung untuk visite gerakan jarinya terlihat oleh suster Irma dan berseru pada dr. Manda dan dr. Riska selaku dokter obstetri dan ginekologi.

"Dokter! Jari pasien bergerak!" Seru suster Irma pada mereka.

Kedua dokter itu dengan sigap memeriksa keadaan Alysha dan perlahan mata sayu itu terbuka.

"Selamat pagi Ny. Alysha, apa yang Anda rasakan?" Tanya dr. Manda padanya.

"Haus..." Ucapnya lirih dan suster Irma membantunya untuk minum.

"Tenang dulu ya Nyonya. Kami akan periksa keadaan Anda sebentar."

Dan tak berapa lama suster Irma keluar ruangan memberitahu Valdi jika istrinya telah sadar. Kebahagiaan jelas tersirat di wajah kusutnya itu. Segera ia menghubungi keluarganya dan mencuci wajahnya, tak sabar ingin bertemu sang istri.

"Kami akan memindahkan Ny. Alysha ke kamar perawatan di lantai 3. Anda bisa menyusul kesana." Ujar dr. Manda padanya dan dengan sigap mereka mendorong brankar Alysha menuju lift khusus pasien.

Setelah memberi kabar di ruangan mana Alysha di tempatkan Valdi naik lift yang akan mengantarkannya ke lantai 3.

Sesampainya disana, ia melihat Alysha sedang memejamkan matanya. Ia menghela napasnya seolah beban yang selama ini ia tanggung lepas.

"Sayang..." Panggilnya membuat Alysha perlahan membuka matanya. Mata sayu itu menatapnya dingin, seolah tak mengenali siapa yang memanggilnya.

Valdi merasakan aura yang berbeda dari istrinya namun ia tetap melangkahkan kakinya menuju Alysha. Di raihnya tangan kanan sang istri yang terbebas dari infus. Namun ia terdiam saat tangannya di tepis dengan kasar.

"Pergi..!" Bisik Alysha padanya dan memilih memejamkan matanya.

"Sayang, aku minta maaf. Aku sadar aku sal..-" ucapannya terhenti karena ucapan istrinya.

"Kalau Anda sadar melakukan kesalahan, silahkan pergi dari sini. Saya ingin istirahat. Kehadiran Anda hanya akan membuat Saya semakin sakit!" Ujar Alysha menolak kehadiran suaminya.

Ucapan itu menohok hati Valdi, tangan lelaki itu terkepal di kedua sisinya.

"Aku gak mau kita pisah! Aku cinta sama kamu dan kita bisa mulai lagi dari awal. Ya??" Valdi mengumpulkan keberaniannya untuk mengungkapkan perasaannya.

Alysha hanya diam membisu dan menunjuk ke arah pintu memberi isyarat pada Valdi untuk keluar dari ruangan tersebut.

“Baik. Aku akan keluar tapi ingat satu hal, aku tidak akan membiarkan kita berpisah."

Lalu dengan langkah berat Valdi meninggalkan ruangan membiarkan istrinya untuk beristirahat.

Ia tak mau bercerai apapun yang terjadi. Ia akan mempertahankan rumah tangganya meski tanpa restu dari kedua belah pihak.

Namun bisakah ia meluluhkan hati sang istri yang telah terluka??

Bisakah ia mewujudkan impiannya?

Membangun keluarga kecilnya meski dimulai dari sebuah kesalahan??

Mampukah ia....???




*******


Tbc



Alysha (Revisi-End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang