16

11.9K 659 10
                                    

(16)

******

Setelah kejadian itu, Alysha memilih di antar pulang ke apartemen Rivaldi. Ia ingin menjelaskan dan meluruskan masalah di antara mereka. Meski Nino masih bersikukuh melarangnya, namun ucapan Mama dan Papa seolah menamparnya.

Kini ia duduk menunggu di sofa sembari menonton tv, setelah sebelumnya memasak makanan untuk Rivaldi. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, tapi kehadiran suaminya itu belum juga terlihat.

Sebelumnya ia menghubungi Papi mertua dan menanyakan keberadaan anak tunggalnya itu. Papi mengatakan setelah keluarga Syailendra membawanya pulang, Rivaldi lebih sering pulang ke apartemen. Itulah sebabnya disini ia berada.

Tak lama bunyi kode keamanan pintu terdengar dan pintu terbuka. Alysha berdiri dari duduknya hendak menyambut sang suami. Namun reaksi yang di terima tak sesuai harapannya.

Rivaldi hanya diam menatapnya dan berlalu ke kamar. Alysha mengikuti suaminya dan membantunya.

"A-aku udah siapin makan malam. M-mas belum makan kan?" Tanyanya dengan terbata. Rivaldi hanya berdehem dan berlalu ke kamar mandi membersihkan dirinya.

15 menit kemudian ia selesai mandi dan keluar dari kamar. Ia melihat Alysha duduk menunggunya di meja makan.

Rivaldi berjalan ke ruang tv berusaha mengabaikan keberadaan sang istri, seperti yang kemarin ia rasakan.

Ia menyalakan tv dan juga menyalakan rokoknya. Melihat sang suami merokok, Alysha mengerutkan keningnya.

Ia berpikir sejak kapan Rivaldi merokok? Karena selama mereka tinggal bersama, tak pernah sekalipun ia melihat suaminya itu merokok.

"Ka-kamu merokok, sejak kapan?" Tanya Alysha yang terbata-bata. Takut dengan reaksi yang di berikan suaminya tak sesuai harapannya.

Dan benar saja, Rivaldi tak menggubrisnya sama sekali. Bahkan ia dengan sengaja memperbesar volume suara tv. Alysha terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya berusaha menahan tangisnya.

Mencoba memperbaiki keadaan, ia yang sudah menyajikan makan malam di meja menghampiri suaminya. Mengajaknya makan malam bersama, karena memang dirinya belum makan malam.

"M-Mas makan malam sudah siap. Ki-kita makan sama-sama yuk." Ajak Alysha padanya, namun lagi-lagi Rivaldi tak menggubrisnya.

Bahkan ia meninggalkan sang istri dan melanjutkan merokok di balkon apartemennya. Sebenarnya hatinya juga nyeri mendiamkan sang istri seperti ini. Namun egonya melarang hatinya untuk luluh hanya karena perhatian kecil dari sang istri.

Setelah puas merokok, ia kembali ke dalam kamarnya dan mengambil bantal dan guling miliknya. Berjalan menghampiri Alysha yang berdiri di samping meja makan.

Matanya bergantian menatap datar sang istri juga meja makan. Raut wajah sendu sang istri hampir saja menggoyahkan sesi ngambeknya malam itu.

Berjalan melewati Alysha, ia tersenyum sinis saat melihat gerakan kecil Alysha yang refleks menghindarnya. Rivaldi menggelengkan kepalanya.

"Bahkan dia aja masih takut gue sentuh tapi berani ngajak makan bareng. Miris banget hidup lu, Val!" Bisik hatinya.

"Saya sudah makan di luar. Kamu makan dan istirahat. Saya tidur di luar." Jawabnya sedatar mungkin dan menggelar karpet dan merebahkan diri disana.

Setetes airmata jatuh di pipi Alysha. Ia merasa marah, sedih, malu juga bersalah di waktu bersamaan.

Marah dengan reaksi yang di berikan Rivaldi.

Sedih karena ia sudah cape-cape masak menahan rasa mualnya, namun Rivaldi tak menyentuh masakannya.

Malu saat ia mencoba menghindari suaminya padahal Rivaldi hanya mengambil minum.

Dan bersalah karena sikapnya beberapa waktu lalu membuat sang suami marah padanya sampai hari ini.

* * * * *

Keesokan harinya, Alysha pun mencoba kembali peruntungannya. Ia sengaja bangun lebih pagi, namun bahunya meluruh saat tak melihat suaminya di ruang tamu. Bahkan bantal, guling juga selimut yang semalam ia berikan saat Rivaldi sudah tertidurpun tersusun rapi di sofa.

Ia berjalan pelan, duduk di sofa dan mengambil bantal yang semalam di pakai oleh Rivaldi tidur. Di usap dan di hirupnya wangi rambut sang suami. Airmatanya lagi-lagi meleleh, menangis dalam diam hingga rasanya sesak.

Tak lama suara pintu terbuka dan sosok yang ia sangka sudah pergi masuk membawa dua bungkus sterofom putih. Dari aromanya sudah di pastikan itu adalah bubur ayam kesukaan Alysha.

Melihat sang istri yang menangis sambil memeluk bantalnya, sontak saja membuatnya panik dan dengan cepat ia meletakkan bungkusan plastik di meja beserta kunci motornya dan berjalan menghampiri Alysha.

"Kamu kenapa nangis? Perutnya sakit lagi, atau pinggang kamu yang sakit?" Tanyanya cemas dengan tangan memeriksa perut sang istri.

Tbc.

Alysha (Revisi-End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang