(12)
* * *
Rivaldi yang panik melihat sang istri histeris dan pingsan segera membopongnya ke mobil dan membawanya ke RS terdekat, di temani Papi dan Mami mertua.
Selama dalam perjalanan ia juga menghubungi sahabat yang juga kakak iparnya, Gionino.
Ia mengabaikan umpatan yang di berikan Nino di seberang sana dan memutuskan percakapan.Mobil memasuki pekarangan RS, terlihat dua orang suster, seorang dokter dan juga satpam menunggu di depan pintu UGD dengan sebuah brankar.
Begitu ia membawa tubuh Alysha turun, dengan cekatan para petugas medis membawanya ke ruang UGD. Rivaldi dan yang lain dengan cemas menunggu di ruang tunggu.
"Papi urus administrasinya dulu. Kamu yang tenang, jangan cemas." Ujar Papi menepuk bahu anaknya dan berlalu.
"Gimana ceritanya sih Mas, sampai dia histeris gitu?" Tanya Mami padanya yang merangkul bahu anaknya.
"Kami sedikit ribut tadi Mam, dan tiba-tiba dia histeris." Ujarnya tanpa mengatakan keadaan yang sebenarnya terjadi.
"Mami juga bingung tadi, kenapa kalian gak keluar juga dari kamar. Padahal waktu periksa udah mepet." Ucap Mami yang membuat Valdi menoleh.
"Maksud Mami?"
"Bukannya hari ini jadwalnya Alysha periksa kandungan? Mami pikir kalo kamu gak bisa temenin, Mami mau anter." Ujar Mami Fitriana.
Pertanyaan dan ucapan Mami membuatnya terdiam dan berusaha mencerna alasan kenapa istrinya tampil rapi. Sesaat ia memaki dirinya. Dan teringat beberapa hari lalu Alysha sudah mengingatkan dirinya.
* * * * *
Suara derap langkah kaki yang berlari terdengar dan baru saja ia mendongak, sebuah pukulan mendarat di wajahnya. Membuat Mami dan yang lain memekik kaget.
Bugh!!
Bugh!!
Bugh!!
"Nino sudah, cukup!!" Teriak Mama berusaha menghentikan anaknya yang kalap begitu mendengar adik kesayangannya masuk RS.
"GIONINO PRATAMA SYAILENDRA, berhenti!!" Akhirnya suara Papa membuatnya berhenti memukul adik iparnya itu dan mundur teratur setelah di tarik Mama.
Mami yang sudah menangis karena terkejut bersama Sandi membantu Rivaldi bangkit. Papi yang baru saja kembali selesai mengurus administrasi RS terkejut melihat wajah anaknya yang bonyok, dan mengerti saat melihat keluarga besannya sudah ada disana.
"Gue udah peringatin sama lo! Jaga adek gue, jangan pernah lo sakitin dia lagi! Tapi apa buktinya, dia malah masuk RS begini!! Gak becus lo!!" Maki Nino padanya yang di tahan Mama saat ingin maju kembali.
"Gue udah berusaha sebaik mungkin yang gue bisa untuk jaga dia, Nin! Gak mungkin gue sakitin dia. Dia emang adek lo tapi gue ingetin sekali lagi, dia juga istri gue, calon ibu dari anak gue kalo lo lupa!" Seru Valdi yang kesal sambil meringis menahan sakit di wajahnya.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Tanya Papa dengan tenang namun sarat akan ketegasan dari suaranya, menatap menantunya itu dengan tatapan yang dingin.
Rivaldi terdiam, tak mampu menjawab.
Bukan tak mampu atau tak mau, hanya saja ia malu bila mengatakan semua ini bermula karena ia yang nekad mencium istrinya hingga histeris dan pingsan.
"Baik jika tidak ada jawaban. Sesuai kesepakatan, Saya akan membawa anak dan calon cucu Saya kembali. Dan untukmu Anak Muda. Persiapkan dirimu untuk kemungkinan terburuk." Tegas Papa, yang tak mau menyebut nama Rivaldi.
"Pa, tolong jangan bawa Alysha! Dia istri dan calon ibu dari anak Saya, Papa gak bisa bawa dia tanpa persetujuan Saya!" Jawab Rivaldi menolak Papa mertua yang ingin membawa Alysha.
"Dengar Anak Muda! Saya juga tidak ingin melakukan ini tapi ini sudah menjadi kesepakatan kita dan Anda juga sudah menyetujuinya. Jadi terima akibatnya!" Ujar Papa mengingatkan kembali perjanjian yang mereka berdua buat sesaat sebelum pernikahan tiba.
Tak lama seorang dokter keluar dari ruangan UGD.
"Keluarga Sdri. Alysha!?"
Rivaldi, Papa dan Mama maju bersamaan.
"Saya suaminya, Dok!" Ujar Valdi.
"Kami orangtuanya!" Papa pun tak mau kalah. Dokter itu menghela napasnya dan meminta mereka bertiga ikut ke ruangannya.
Ruangan dr. Miranda
"Bagaimana keadaan istri Saya??" Tanya Rivaldi yang tak sabar dan di angguki oleh kedua mertuanya.
"Keadaannya bisa di bilang cukup rentan terlebih saat ini pasien sedang hamil. Mohon maaf sebelumnya, apakah pasien punya riwayat traumatic depresi, atau pernah mengalami kejadian yang menakutkan?"
Pertanyaan itu telak membuat semuanya terdiam, terlebih Rivaldi.
"Ada, Dokter. Putri Saya korban perkosaan dan sekarang hamil karena kejadian itu!" Jawab Mama akhirnya dengan suara bergetar.
"Saya turut prihatin mendengarnya. Tapi apakah sudah pernah di bawa ke Psikiater??" Semua menggelengkan kepalanya. Dr. Miranda pun menghela napasnya.
"Begini Bapak, Ibu dan juga Mas-nya. Membawa pasien ke Psikiater itu bukanlah suatu aib, tapi jalan untuk pengobatan. Beliau pernah mengalami perkosaan dan sekarang hamil. Untuk mengalami pelecehan seksual saja sudah membuatnya trauma di tambah lagi dari kejadian itu menumbuhkan janin, pasti akan lebih berat lagi beban yang di tanggungnya dan menjadikannya depresi. Saran Saya sebagai seorang petugas medis juga sesama wanita, tolong segera membawanya ke Psikiater agar lebih cepat di tangani dan akan semakin cepat juga trauma yang di alaminya hilang." Ucap dr. Miranda panjang lebar menjelaskan.
Mama sudah menangis dalam pelukan Papa, sementara Rivaldi seperti terhenyak mendengar penuturan dr. Miranda barusan.
"Tekanan darahnya rendah juga denyut jantung bayi melemah. Saya takut itu akan membahayakan keadaan ibu dan janin. Karena beban pikiran yang di tanggung pasien."
"Apakah pasien sering ketakutan atau histeris jika bertemu dengan seseorang atau mungkin karena sentuhan?"
Rivaldi terkejut mendengarnya dan dalam hatinya membenarkan pertanyaan dokter itu. Alysha selalu ketakutan jika ia mulai berniat menyentuhnya dan berteriak histeris.
"Ya. Dia akan histeris jika Saya mencoba menyentuhnya." Jawab Rivaldi.
"Mungkin sebaiknya di tahan dulu ya, Mas. Bisa jadi itu mengingatkannya pada kejadian itu atau pada sentuhan saat pelecehan itu terjadi." Saran dr. Miranda padanya.
"Dia pasti akan selalu ketakutan dan histeris selama Saya berada di sampingnya."
dr. Miranda mengerutkan kening mendengarnya dan menatap Papa dan Mama.
"Karena Saya lah pelakunya. Saya yang sudah memperkosakan istri Saya dalam keadaan tidak sadar. Saya yang melakukannya." Seru Rivaldi sambil menangis.
Untuk pertama kalinya ia menangis sejak kejadian itu, pertahanannya jebol dan menyesali perbuatannya. Mama dan Papa terkejut melihatnya terpuruk seperti itu.
Tanpa sadar Mama meraih Rivaldi dalam pelukannya. Memberikan pelukan kehangatan seorang ibu saat anaknya terjatuh.
"Saya melakukan itu tanpa sadar. Saya minta maaf. Saya mencintai Alysha tapi tidak pernah berniat melecehkannya. Saya mencintai dia, tolong jangan bawa dia dari Saya!" Raung Rivaldi mengungkapkan isi hatinya.
Papa dan Mama tak menyangka begitu dalam perasaan Rivaldi kepada anaknya.
*******
Tbc.
Segitu dulu ya kepalaku pusing, hidung meler, & tenggorokan sakit.
Tapi DEMI kalian aku publish....
Jangan lupa vote dan komen'y guys...!!
Biar aku makin semangat dan juga cepet sembuh...💪💪
Lop yu pull😉😉
ziga1810❤💋
KAMU SEDANG MEMBACA
Alysha (Revisi-End)
General FictionWarning!!! Cerita mengandung unsur 21+ atau dewasa, penuh dengan adegan mature di dalamnya. Seluruh hak cipta di lindungi oleh Undang-Undang. Create by : ziga1810