BERBEDA-23

200 19 2
                                    

SESUAI JANJI!!!! SELAMAT 15K PEMBACA YEAYY!!!!!!!
THANK U SEMUANYAAAA, LOVE U MWHHHHH😭🤗🤍

"Lekas pulih luka sekaligus penyembuh hatiku. Aku merindukanmu."
-Alvina Azza-

****

Seorang lelaki tampan dengan wajah yang sudah berubah pucat pasi juga dihiasi senyuman disudut bibirnya itu kini terbaring lemah diatas brankar rumah sakit.

"Bangun Fer. Gue kangen," seorang gadis dengan rambut kuncir kuda itu masih setia menunggu lelaki yang ia cintai.

Air mata yang terus mengalir membasahi pipinya membuat mata gadis itu semakin menyipit.

"Na, balik dulu ya?" Alvina. Gadis itu menggeleng pelan menolak Caramel yang masih setia memeluk setengah badannya.

"Lo belum makan dari tadi siang Na. Makan dulu ya?" bujuk Caramel. Alvina lagi lagi menggeleng.

Ini sudah kesekian kalinya Caramel membujuk Alvina.

"Na, jangan menyiksa diri lo kaya gini."

"G-gue enggak laper."

"Tapi lo belum makan Na,"

"Mel tolong tinggalin gue sama Ferdi berdua." Caramel menghela nafas pasrah. Ia melenggang pergi untuk menuruti permintaan Alvina— Membiarkannya berdua dengan Ferdi.

"Aku kira kamu paling ceria, ternyata kamu paling banyak menyimpan luka." Bisik Alvina tepat di samping telinga Ferdi.

"Aku tau kamu denger aku. Kalau iya, buka mata kamu Fer,"

"Ternyata bener ya, orang yang paling ceria, paling mencairkan suasana, ternyata orang yang paling dalam menyimpan luka, Fer.." Alvina menggantung ucapannya sesaat untuk menghirup pasokan udara saat dirasa dadanya semakin sesak saat harus menatap lelakinya yang kini terbaring lemah diatas brankar rumah sakit.

"Aku tau kamu kuat. Lekas membaik luka sekaligus penyembuh hatiku, im gonna miss you and i always really love u." Lanjutnya lirih.

Alvina berusaha untuk tidak menangis, namun hatinya sangat terluka, dunianya serasa hilang dan semangatnya berkurang.

Tidak bisa dipungkiri kalau bersama Ferdi adalah cerita paling indah semasa hidupnya.
Ferdi tempat pulang Andin saat kedua orangtuanya tidak menanggap kehadirannya.

Ya,  Rumah ternyaman untuk Andin pulang adalah Ferdi.

"Kalau kamu enggak bangun nanti aku sama siapa Fer? aku mau pulang kemana kalau kamu pergi? please jangan tinggalin aku. Aku butuh kamu, kamu satu-satunya tempat pulang ternyaman aku. Kalau Mama Papa enggak anggap kehadiran aku, aku harus kemana Fer." Ucapnya lirih sekali lagi.

Ketika rumah bukan lagi tempat pulang ternyaman, maka kamu yang akan aku jadikan tempat pulang paling nyaman. Jika kamu pergi, kemana lagi aku harus pulang?

Dear my hero's: get really well soon. I love u and i hope u can comeback to me. I miss you so much best boy!

****

"Gimana keadaan Ferdi Mel?" tanya Harris yang baru saja datang bersamaan dengan Aprista dan Rafael.

"Kondisinya masih sama,"

"Fer, lo kuat! pasti kuat!" gumam Rafael seraya mengepalkan kedua tangannya.

Aprista mengelus bahu Rafael dan Harris secara bergantian untuk menguatkan kedua lelaki itu.

"Tenang ya, Ferdi pasti baik-baik aja."

"Di dalam ada Alvina, kalau kalian mau masuk biar gantian sama Alvina." Jelas Caramel yang di angguki oleh Harris dan Rafael.

Masih dengan perasaan yang sama. Cemas, khawatir, takut semua menyatu didalam hati Caramel.

Aprista yang mengetahui keadaan Caramel lantas duduk disampingnya. Dengan cepat ia memeluk tubuh Caramel. "Tenang ya?" bisik Aprista seraya mengelus puncak kepala Caramel.

"Gue takut Ta, Ferdi itu semangatnya Alvina. Semua tentang Ferdi pasti sangat berpengaruh sama Alvina,"

"Iya gue tau. Lo yang tenang ya? semua baik-baik aja, oke?"

"G-gue takut," lirih Caramel lagi.

"Mel, kalau lo nya aja gak positif thinking kaya gini, gimana Alvina bisa positif thinking? kalau lo tenang, positif thinking, itu pasti jadi contoh buat Alvina juga."

"T-tapi gue—"

"Percaya sama gue semua bakalan baik-baik aja," Caramel mengangguk pasrah, ia menghapus air matanya yang sedari tadi membasahi pipi manisnya.

"Udah ya? jangan nangis, nanti enggak cantik lagi," goda Aprista seraya terkekeh pelan.

****

"Tapi Alexi mau kuliah disini Pa," Tristan berdecak sebal. Ia menatap tajam putra semata wayangnya.

"Pilihan Papa sudah bulat Alexi! kamu tidak bisa mengelak, ini pilihan Papa terbaik untukmu."

"Pilihan terbaik buat Papa belum tentu terbaik buat saya!" Tristan yang baru saja hendak pergi kembali mendekati Ale dengan seulas senyuman tipisnya.

"Saya yang membiayai kamu. Tanpa saya, kamu bukan siapa-siapa,"

"Oh ya, satu lagi. Kalau kamu tetap ingin kuliah disini, urusi semua biaya kuliah hingga biaya hidupmu sendiri. Saya tidak sudi membiayai anak pembangkang seperti kamu." Finish nya kemudian pergi meninggalkan Alexi.

Alexi mengacak rambutnya frustasi. Wajahnya memerah serta kedua tangan yang mengepal menahan emosi.

Ia tak habis fikir mengapa Papanya begitu cepat berubah.

Alexi tidak pernah diatur seperti itu oleh Papanya sewaktu Mamanya masih ada. Alexi adalah Alexi yang manja dan selalu dituruti keinginannya. Namun semenjak kepergian Mama, semua berubah. Keadaan bahkan sikap Papanya pun berubah.

"Ma, tolong Ale.." lirihnya seraya menatap pigura yang tergantung di dinding.

Seusai janji nih 15k readers up🤪

Gimana??? seruuu tydakk bestiehhh??? spamm komen untuk next chapter 🥰

Semangatin akuu dikomen sinii, biar lebihh cepet update nyaa hehe..

Maaf yakkk kalo gajelass:((

Pokoknyaa jangan lupaa tap bintang sm komentar ya!! love u ol💗!!

salam hangat,
-arra, istrinya ferdi🤪

BERBEDA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang