Bagian 08 : kesal

1K 82 0
                                    

Chapter 8

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 8

*

"Kamu nyebelin banget sih. Yang bener dong!" Kesal Grace. Tingkat jahil Ando dari tadi tidak sembuh-sembuh astaga baru satu suap udah di jahili belum lagi ceramah Ando ini terkadang seperti rumus persegi panjang belum lagi julit nyelekitnya.

"Kamu kurang maju. Jadi cewe jangan marah nanti keriput cepat liat wajah kamu mulai kelihatan tua!" Inilah yang membuat Grace sangat benci di dekat Ando selain banyak bicara juga banyak tingkah segala diomongin. Grace masih meratapi nasibnya, mengapa harus bertemu pria sepertinya?

"Chef!" Teriak Grace sebal. Roti bakar yang disuapi Ando dari tadi tidak sampai mulutnya sungguh ini lebih menyebalkan demi apapun. Para pasien sebelah mendesis karena suara toa mereka sangat menganggu ketengan para pasien lain. Salah satu ibu dari anak kecil yang sedang sakit itu menegur Grace dan Ando.

"Kamu sih teriak-teriak kaya diapaain aja!" Ucap Ando mengecilkan suaranya. Padangan Grace seketika memicing menatap Ando. Justru dia sangat tau yang salah disini lelaki ini bukan dirinya. Bagus sekali sang Chef malah menuduhnya. Ando kembali menyuapi roti bakar itu, kali ini dengan benar. Tangan Grace hendak memukul gemas kepala Ando itu jujur ingin sekali meremas bibir julit-nya.

"Kalo perbannya udah dibuka, aku remas muka kamu!" Ancam Grace dengan wajah sebalnya. Ando makin tertantang suka saja melihat Grace menderita sudah seperti hobi baru. Semoga saja dengan ini Grace langsung membayar hutangnya dan pergi jauh-jauh darinya karena tida tahan. Tapi bagaimana kalo kabur?

"Coba saja. Tapi nanti jangan salahkan saya, kalo hutang kamu makin banyak!" Sahut Ando selesai menyuapi Grace. Dia beranjak dari kursi menuju tempat sampah kecil untuk membuang sampah roti bakar tadi. Sekalian dia berniat untuk pulang karena sekarang sudah malam mana mungkin dia akan menginap di rumah sakit. Lagian Grace bukan prioritasnya, dia hanya ingin uangnya kembali itu saja, tidak lebih.

"Aku ingin jalan-jalan," Grace ikut beranjak dari ranjang pasien mengikuti Ando yang berlalu akan pergi. Ando mendengus memalingkan wajahnya menatap wanita itu, rencananya akan pulang tertunda sudah. Grace tersenyum lebar melangkah lebih dekat menyamai pria jangkung itu.

"Malem. Gak liat! Saya mau istirahat. Kamu juga harus istirahat agar cepat keluar dari sini." Kata Ando melanjutkan langkahnya kembali pergi meninggalkan Grace. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan Grace malah kembali mengikuti langkah Ando. Lelaki itu mendengus kasar menghentikan langkahnya.

"Chef kali ini aja!" Bujuk Grace dengan nada memohon. Sebenarnya dia bosan terus-menerus berada di ruangan itu tanpa sekali pun keluar dari sana. Ando menghela napasnya kembali, mau bagaimana lagi seakan dia yang bertanggungjawab disini.

' ' '

Dinginya angin malam menembus masuk menusuk kulit Grace yang masih setia memakai baju pasien rumah sakit. Malam ini Grace merasakan indahnya lampu-lampu pedesaan itu dari bangku belakang sepeda yang di kendarai Ando. Wajah pria itu begitu datar terlihat jelas sangat malas membawa Grace jalan-jalan, tentu saja itu sangat merepotkan bukan rebahan di kasur empuknya malah berakhir menjadi seorang supir Grace.

"Indah ya?" Kata Grace melihat sisi kirinya lampu-lampu pedesaan terlihat seperti titik-titik berwarna-warni gelap sekaligus dingin karena memang habis hujan, jalan juga terlihat masih basah.

Mereka berhenti pada bangku taman untuk menikmati udara segar yang Grace rindukan sejak beberapa hari lalu. Dia merasa sekarang tidak lagi sendiri setidaknya masih ada teman untuk menemaninya. Mereka saling diam menatap pemandangan indah dari bangku tadi. Grace menoleh sekilas menatap Ando.

"Aku tidak punya siapa-siapa lagi. Ibuku sudah tiada, aku juga gak tau setelah dari sini akan pulang kemana. Managerku malah menipuku dan membawa kabur semua uangnya," kata Grace menatap sendu pemandangan indah didepannya. Dia menyesalkan segala kelakuan buruknya begitu pun buah dari semua kelakuannya, begitu terasa sekarang. Ando menatap Grace terlihat mata Grace berkaca-kaca.

"Terlalu banyak dosa. Tapi saya gak bisa banyak bantu kamu." Ando beranjak dari bangku itu menuju sepedanya kembali. Sebenarnya hatinya ingin membantu karena tertutup rasa tak suka dengan perkataan Grace saat pertama kali bertemu, jadilah dia tidak jadi merasa kasihan padanya. Grace berbalik menatap Ando. Benar sekali jika dia menjadi Ando pun, dia akan melakukan hal yang sama. Apalagi dia banyak merepotkannya.

"Dingin," kata Grace padahal ini sebuah kode agar Ando mau membuka jaket yang dia pakai untuknya. Padahal dari tadi dia sudah kedinginan malah tidak ada pertanyaan atau sekedar menawarkan jaketnya. Cowok macam apa Ando ini?

"Cepet naik?" Ando sudah duduk diatas sepedanya. Grace terpaksa berlari kecil melangkah mendekati lelaki itu. Memang tidak peka dan ini lelaki paling cuek dan banyak omong yang pernah seorang Grace temui seumur hidupnya.

"Aku kedinginan.  Gak ada niatan buka jaket kamu buat aku? Pelit banget asli heran deh, kikir banget. Gimana nanti punya cewe kalo kelakuan kamu kaya gini?" Kesal Grace sembari menaiki boncengan sepeda itu kedua lengannya memeluk pinggang Ando. Ando segera menggoes pedal sepeda itu dengan santai.

"Kamu beku pun, Saya gak peduli. Kamu yang mau jalan-jalan atau mau modusin saya? Gini-gini saya ganteng tau," kata Ando wajahnya terlihat datar-datar saja menatap lurus jalanan. Tentu hati emasnya itu masih memikirkan perkataan Grace tadi. Dia tadinya ingin meminjamkan jaketnya tatapi terhalang gengsi sebab dia tidak mau dikira punya perasaan lebih oleh Grace ini.

"Hah?" Grace malah tertawa diantara keheningan mereka. Jujur saja dia lelaki pertama paling percaya diri yang dia temui, orang awam pun tau Ando ini tampan tapi tidak harus mengakuinya secara langsung. Justru kesannya kadar ketampanan itu sia-sia jika si tampan sudah besar kepala.

"Memang benar 'kan?" Tanya Ando balik sembari fokus pada jalanan remang-remang itu. Terselip senyum diujung bibirnya.

"Chef umurnya berapa sih? Terus nama Chef?  Kayanya tipikal orang yang tukang modusin orang iya gak?" Kekeh Grace lengan tergulung perban itu masih setia memeluk pinggang Ando.

"Bukan urusan kamu. Yang pasti umur saya lebih tua dari kamu," jawab Ando. Grace mengerucutkan bibirnya sepertinya dia mulai nyaman dengan keberadaan lelaki ini walaupun masih terdengar sangat menyebalkan.

"Kolot keliatan banget tuanya, Beneran!"

Sepeda Ando tepat berhenti pada pintu masuk rumah sakit. Grace segera turun begitu juga Ando memarkirkan kembali sepedanya pada parkiran. Wanita itu terus memperhatikan Ando yang tengah memarkirkan sepedanya seraya mengingat-ingat sesuatu tentang Ando yang sebelumnya dia pernah dengar dari para staf saat syuting.

"Cepet masuk. Istirahat!" Pesan Ando dengan nada ketus sembari melangkah mendekati Grace yang berdiri tepat didepan pintu kaca itu. Wanita berambut panjang sedikit keriting nan kusut itu berbalik malas-malasan masuk kedalam ruang rawatnya bersama Ando yang setia menemani Grace masuk ke dalam ruang rawatnya kembali.

"Chef Ando?" Panggil Grace memastikan. Dia berhenti tepat didepan pintu ruang rawatnya. Ando menatap Grace dengan tampang yang sulit di artikan.

"Saya bukan Chef lagi. Jadi berhenti panggil saya chef. Masuk!" Balas Ando seraya berbalik pergi meninggalkan Grace di pintu masuk. Sudah malam dia tau Grace harus segera istirahat sebentar lagi dia akan keluar dari rumah sakit ini. Bahkan Ando tidak tau Grace harus tinggal dimana karena dia tau Grace sekarang hidup sebatangkara.

"Mas Ando. Makasih dan soal kata-kata aku waktu itu, Aku minta maaf!" Sesal Grace tersenyum kecil menatap Ando lalu kembali masuk ke dalam ruang rawat umum. Ando terdiam sedikit senyum terukir jelas di bibirnya dia kembali meneruskan langkahnya.

.

.

.

.


-Bersambung-

TARGET MBAK GRACE! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang