Tetaplah engkau di sini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku
Jadi tempat persinggahanmu
Untuk cinta sesaat
-Pelangi-"Ini rokok kamu?"
Res memerhatikan sebungkus rokok yang dilayangkan oleh Jehan di hadapannya, kemudian Res mengangguk.
"Masih utuh. Belum sempet ngerokok tapi ketahuan Arka?" tanya Jehan langsung pada intinya. Tapi kali ini Res tidak mengangguk, melainkan menggelengkan kepala dengan senyuman tipis terpatri di sana. Sekilas Jehan melihat bulu tipis di dagu Res yang nampak belum dicukur.
"Kalau aku ngerokok apa kamu suka?"
Sebuah pertanyaan yang dilontarkan Res sedikit membuat kening Jehan mengerut.
"Jangan tanya hal kayak gini ke orang lain, tapi tanya ke diri sendiri. Apa tubuh kamu suka?"
Senyuman Res semakin mengembang. Menarik. Mengobrol dengan Jehan adalah hal menarik yang membuatnya makin betah berlama-lama di depan kosannya.
"Setiap orang itu punya haknya untuk memilih sebuah pilihan, Res. Dan kalau kamu memilih untuk merokok, ya itu hak kamu. Aku nggak perlu ikut campur karena aku yakin tanpa diberi tau pun kamu tau konsekuensi dari pilihan kamu. Ini rokok loh, yang peringatannya aja ditempel di bungkusnya."
"Jadi?" tanya Res, masih tersenyum menyebalkan.
"Dan aku pun punya hak untuk nggak memilih laki-laki perokok. Aku nggak mau ngabisin waktu untuk marah-marah pada hal yang jelas nggak aku suka. aku tau apa yang aku mau dan aku butuhkan. Dan aku harap aku dapat keduanya."
"Loh? Kan udah dikabulin Tuhan. Ini lho, aku di sini."
"Selalu bercanda."
"Mau diseriusin nih ceritanya? Udah siap?"
"Res.."
"Je.."
Jehan tahu bahwa berbicara dengan Res artinya tidak akan menemukan ujung. Maka dari itu Jehan memilih diam, mengalihkan pandangan pada langit malam selepas Isya. Sedangkan Res, laki-laki itu tidak sedang berkenan untuk melihat langit dan luasnya dunia dari sana. Ia sedang menghargai, menikmati momen dimana ia bisa memandang Jehan dengan lekat. Jehan tahu bahwa Res sedang memandangnya dan Jehan pun tahu bahwa laki-laki di sampingnya begitu menginginkannya. Sedangkan Jehan? Akankah ia juga sama menginginkannya? Jehan kemudian kembali menengok ke arah Res, menatap manik Res yang masih tak jemu menatapnya.
"Aku nggak ngerokok malam itu, Je. Bukan karena keburu ketahuan Arka, tapi karena aku emang nggak berniat ngerokok. Cuma pengen jongkok aja deket pohon, sambil megang bungkus rokok."
"Ngapain begitu? Kurang kerjaan."
"Kadang kalau lagi banyak pikiran, aku suka nongkrong di bawah pohon, sambil ngebayangin menghisap asap rokok terus aku kepulin ke udara. Aku nggak boleh ngerokok sama ibu, kata ibu begini: Res, ibu peringatkan ya ke kamu, jangan pernah kamu merokok di hadapan atau di belakang ibu sekalipun. Eh ibu aku marah, soalnya tiba-tiba aku berdiri di samping dia sambil megang puntung rokok dan korek api."
"Emang, ya. Kamu selalu iseng."
Res terkekeh, lalu tanpa sadar ia maju mempersempit jarak, kemudian kembali bercerita tentang ia dan ibunya dengan begitu antusias.
"Kata ibu aku nggak boleh dzolim sama tubuh sendiri. Aku harus menjaga tubuh seperti kedelai hitam malika yang dibesarkan sepenuh hati seperti anak sendiri."
"Sebentar, ini serius ibu kamu ngomong gini?"
"Iya, serius. Ibu kan memang suka begitu, ngasih nasihatnya sambil nyelipin kalimat lucu. Katanya sih biar nggak tegang-tegang banget dan lebih masuk ke hati nurani."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapsodi || Jisoo feat Mark & Jaehyun
FanfictionJehan, Kamu tau nggak kalau rumus trigonometri itu bisa mengukur jarak suatu bintang di angkasa tanpa harus pergi ke sana, bisa mengukur sudut ketinggian tebing tanpa perlu memanjatnya, dapat mengukur lebar suatu sungai tanpa harus menyebranginya. T...