Segera setelah melepaskan lengan Jehan dengan kasar, Yohan menutup pintu dan menguncinya. Lelaki itu tersenyum miring sekaligus puas karena rencananya berhasil. Tidak mudah membawa Jehan kembali ke hadapannya. Padahal dulu— sebelum kejadian di UKS berbulan yang lalu— Jehan akan senang hati datang untuknya. Lalu setelah ia membuat satu kesalahan, Jehan benar-benar membuat Yohan tak lagi memiliki kesempatan untuk bertemu. Jehan tahu bagaimana membuat Yohan benar-benar merasa menyesal. Dengan Jehan, takkan pernah ada kesempatan kedua.
Yohan berjalan mendekati Jehan. Alih-alih mundur, Jehan memilih untuk diam di tempat. Ia membiarkan Yohan mendekatinya sedang ia mendongak dengan ekspresi muak. Jika sikap Jehan belum cukup untuk membuat Yohan sadar betapa muaknya ia, maka Jehan akan membuat Yohan tahu dengan sangat-sangat jelas sekarang.
Yohan memegang erat pundak Jehan, menunduk dalam. Lalu ketika lelaki itu mendongak ia tertawa singkat, menatap Jehan lurus-lurus.
"Cara lo murahan, ya."
"Kalau lo nggak mengabaikan gua, gua juga nggak bakal pakai cara ini, Je."
Jehan tertawa singkat. Sebab ia merasa perkataan Yohan adalah lucu. Bukankah sepantasnya manusia tahu bahwa setiap tindakan yang dipilih selalu ada konsekuensinya? Maka, Yohan berujar seolah semua adalah salah Jehan. Bahwa tindakan Jehan adalah murni dari sikap Jehan itu sendiri.
Jehan menggapai lengan Yohan. Ia menghentakkan lengan Yohan dengan kasar. Jehan berjalan melewati Yohan, hendak keluar. Secara teoritis, seharusnya keluar tak sesulit itu. Kunci ruangan masih berada di sana. Hanya perlu dua putaran untuk Jehan membuka pintu dan bebas dari Yohan. Namun, Yohan bahkan tak memberikan jeda untuk Jehan. Baru selangkah Jehan menjauh, lelaki itu menarik Jehan, lalu memojokkan Jehan pada dinding dengan keras. Jehan meringis kesakitan hingga matanya memejam. Lalu ketika ia membuka mata, Yohan sudah mengukungnya.
"Lo nggak seharusnya angkuh, Je."
Yohan menundukkan kepalanya di samping kepala Jehan. Ia membiarkan pandangan mata Jehan bebas. Mengelilingi ruangan kelas yang kursinya kosong. Sampai akhirnya Jehan menyadari bahwa CCTV di dalam ruangan tersebut sudah terbungkus oleh kain. Yohan bahkan sudah memilih ruangan mana yang akan ia pakai untuk bertemu. Lelaki itu telah merencanakan hal-hal yang tak akan pernah Jehan bayangkan sebelumnya.
"Gua tau lo kecewa sama gua, Je. Tapi kenapa harus bocah itu yang jadi pelarian lo? Seenggaknya kalau cari pelarian, cari yang lebih hebat dari gua, Je. Bukan bocah ingusan kayak Mark."
Jehan tertawa. Benar-benar tertawa hingga membuat Yohan nanar. Tidak cukup dengan Shifa, Yohan bahkan mengatakan hal serupa. Sebagaimana manusia kebanyakan yang sok tahu dengan perasaan manusia lain. Yang menjadi pembeda adalah, bahwa Yohan terlalu mengada-ada. Membuat fantasinya sendiri tentang Jehan yang masih menyukainya dan hanya menggunakan Res sebagai alat.
Jehan masih tertawa sampai ia akhirnya berujar, "Bangun, Yohan. Lo nggak sehebat itu."
"Ayolah Je. Gua tau lo juga nggak bisa lupain gua kan? Lo nyari laki-laki lain untuk lupain gua kan?"
Yohan berusaha keras membuat Jehan menatapnya. Tetapi perempuan itu sudah terlalu muak. Yohan adalah mimpi buruk di antara langitnya yang cerah. Dan Jehan butuh Res. Sebab lelaki itu lah yang sejak awal menawarkan langit cerah. Dan meski malam sekalipun, Res akan memastikan bahwa langit tersebut tetaplah berbintang.
Tetapi ruangan terlalu tertutup untuk Res tahu keberadaannya. Yang Res tahu, Jehan sudah berada di kosannya dengan aman. Res tidak akan pernah tahu bahwa perempuannya kini dalam kungkungan Yohan yang sudah meraih dagu Jehan dengan erat. Memaksa Jehan menatapnya lurus-lurus.
"Udah marahnya, ya? Hhm? Nggak usah pura-pura lagi sama Mark. Kita balik lagi kayak dulu."
Yohan memohon. Tangannya meraih sisi wajah Jehan, membekap erat. Jehan berusaha menunduk, mengeyahkan tangan Yohan untuk menyentuhnya. Tetapi lelaki itu terlalu kuat untuk enyah begitu saja. Ia memegang kendali atas Jehan dengan mudahnya. Menahan tangan Jehan yang lain sedang tangan yang satunya memaksa Jehan untuk menatapnya lurus-lurus. Ia mengelus wajah Jehan pelan. Seolah dengan itu Jehan akan luluh. Tetapi tindakan Yohan adalah satu-satunya alasan mengapa Jehan begitu sangat membenci Yohan. Lebih dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapsodi || Jisoo feat Mark & Jaehyun
FanficJehan, Kamu tau nggak kalau rumus trigonometri itu bisa mengukur jarak suatu bintang di angkasa tanpa harus pergi ke sana, bisa mengukur sudut ketinggian tebing tanpa perlu memanjatnya, dapat mengukur lebar suatu sungai tanpa harus menyebranginya. T...