Tiada masa paling indah
Masa-masa di sekolah
Tiada kisah paling indah
-kisah kasih di sekolah-"Gua minta maaf, gua tau gua salah."
Harjo menunduk di antara banyaknya anggota BEM yang menuntut sebuah penjelasan. Joy juga turut berada di sana, menunduk tidak kalah dalamnya meski ia sendiri masih terkejut karena ternyata Harjo lah pemilik akun lambe kampus. Bagi Joy— bahkan bagi yang lain— wajah Harjo terlalu malaikat untuk melakukan hal tersebut. Dan bukan suatu hal mengejutkan bagi Jehan bahwa ia tahu bukanlah hal yang tepat menilai manusia dari fisik atau rupanya saja. Sebab nama malaikat hanyalah berhak disematkan untuk malaikat Tuhan yang tak pernah salah. Sedangkan manusia adalah manusia, yang diciptakan dengan segala ketidaksempurnaannya.
Jehan tersenyum sumir. Sebuah kalimat bodoh yang harus Jehan dengar lagi. Mengapa manusia selalu memilih jalan yang salah saat ia tahu itu salah? Mengapa manusia bertindak seolah ia tidak diberikan pilihan atas jalan hidupnya? Dan lagi, mengapa manusia selalu menunduk malu mengakui kesalahan saat di awal ia mendongak bangga atas kesalahannya?
"Uang jualan amplop sama puisi cinta nggak bikin gua kaya. Yang ada kaki gua pegel, kram, kesemutan—"
"Udah coba pake counterpain?" tanya Himawary.
"Nggak dulu." ujar Malik yang kini sudah membekap mulut Mawar rapat-rapat. Mawar berusaha melepaskan tangan Malik, lalu berbisik pelan, "Kasihan, tau!"
"Jujur gue nggak terlalu peduli sama alasan lo bikin akun lambe kampus itu. Karena sebaik apapun lo ngerancang sebuah alasan, yang namanya salah ya tetap salah." anggota yang lain memerhatikan Jehan yang tiba-tiba berdiri dan merapihkan diri untuk beranjak keluar dari ruangan.
"Kita punya tujuan nyari lo sampai segininya—" Jehan menghela nafas, terlintas bagaimana Res adalah salah satunya yang mencari Harjo segininya, yang berani mengambil resiko untuk melompat dari lantai dua gedung, "Komala yang akan ngejelasin. Lo tinggal terima segala konsekuensi dari tindakan lo. Nggak usah ngeluh, seperti gue yang nggak ngeluh sama sekali sama gosip murahan lo."
Jehan pergi meninggalkan ruangan, menciptakan keheningan setelah mendengar kalimat tajam yang ia tujukan bukan hanya kepada Harjo, tetapi kepada Joy yang secara tidak sengaja melihat tatapan tajam perempuan tersebut. Dan Jehan bukanlah satu-satunya yang beranjak, sebab tepat saat perempuan itu pergi, Arka juga pergi untuk menyusul Jehan.
Arka tidak akan bertanya tentang keadaan Jehan, sebab tanpa ditanya pun Arka tahu bahwa perempuan itu sedang tidak baik-baik saja.
"Bawa motor ke kampus?" tanya Arka yang sudah menyusul Jehan dan berjalan beriringan.
"Nggak."
"Terus mau pulang naik apa sekarang?"
Jehan mendongak di mana Arka sedang memasang wajah serius, yang anehnya Jehan merasa itu lucu. Ia tahu bahwa semua anggota BEM sedang nampak berhati-hati dengan Jehan, dan Arka menjadi salah satunya.
"Bukannya lo ke sini untuk menawarkan sesuatu?"
"Mau gua anter?"
Sebuah pertanyaan sederhana dari Arka itu menjadi tidak sederhana sebab ekspresi Arka seolah menunjukkan bahwa pertanyaan dan penawaran untuk pulang bersama adalah hal paling krusial setidaknya untuk sore ini, pada langit menguning yang tidak cerah dan sedikit mendung.
Jehan mengangguk atas tawaran Arka. Meski ia butuh sendiri, sepertinya pulang dan menenangkan dirinya di kamar kosan lebih cepat jauh lebih baik dari pada ia harus menaiki angkot dan berseteru dengan ramainya jalanan kota.
"Tunggu di sini." Jehan kembali mengangguk, memerhatikan Arka yang berlalu pergi setelah menaikkan sudut bibir dan lesung pipinya yang dalam ke arahnya. Laki-laki itu sedang berusaha memperbaiki mood Jehan, dan Jehan mengakui tindakannya sedikit berhasil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapsodi || Jisoo feat Mark & Jaehyun
Fiksi PenggemarJehan, Kamu tau nggak kalau rumus trigonometri itu bisa mengukur jarak suatu bintang di angkasa tanpa harus pergi ke sana, bisa mengukur sudut ketinggian tebing tanpa perlu memanjatnya, dapat mengukur lebar suatu sungai tanpa harus menyebranginya. T...