19. perasaan tak bernama

1.1K 287 176
                                    

Aku t'lah tahu kita memang tak mungkin
Tapi mengapa kita
Selalu bertemu?
-maafkan aku #terlanjurmencinta-

Jehan baru saja keluar dari kamar kosan saat ia melihat Riri sudah menarik koper besarnya seakan mereka akan pergi ke Puncak Bogor selama lima hari empat malam lamanya. Tidak sampai situ, bahkan Riri sudah mengepang rambutnya menjadi dua bagian, kaca mata yang bertengger di atas kepalanya serta tangan kirinya yang penuh dengan kotak makanan.

"Teh Jehan, ini Riri buatin sandwich untuk sarapan. Teh Jehan pasti belum sarapan, kan?" tanya Riri dengan tangannya yang sudah terulur memberikan satu kotak makanan berisi sandwich. Meski agak heran, Jehan mengambil kotak makan tersebut demi tidak melihat Riri ribet sendiri.

"Terima kasih, tapi lain kali nggak usah repot-repot begini, Ri. Emangnya nggak capek bangun pagi-pagi banget untuk masak?"

"Iya, ya.. Pasti capek." ujar Riri pelan, terlihat melamun. Setelahnya ia buru-buru menggeleng kencang di hadapan Jehan, "Nggak lah, Teh. Riri kan istri idaman, sudah siap bangun pagi untuk calon ayah dari anak-anak Riri kelak. Hehehe."

Jehan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Riri, lalu berjalan keluar saat keduanya mendengar suara klakson mobil di luar sana. Saat Jehan membuka pagar kosannya, Arka baru saja keluar dari mobil. Keduanya sempat terdiam, lalu sama-sama terkekeh geli karena menyadari keduanya memakai kemeja flanel motif kotak-kotak yang sama, hanya berbeda warna saja.

"Eh, bentar. Ke Puncak ada dresscode-nya, ya? Ada omongan di grup?" Riri nampak kebingungan di belakang dengan wajah yang memerhatikan Jehan dan Arka bergantian, sedangkan tangannya sibuk menarik koper besarnya dengan susah payah. Tidak ada satu pun yang membalas ucapan Riri. Jehan dan Arka hanya terkekeh— masih menertawakan mereka— Arka juga menghampiri Jehan dan Riri, membantu keduanya menarik koper kedua perempuan tersebut dan membawanya ke bagasi mobil.

"Udah siap di cie-in?" tanya Arka kepada Jehan yang berjalan mengikuti. Perempuan itu mendekap tubuh mungilnya dengan kedua tangannya sendiri, kedinginan sebab udara pagi di kota masih terasa dinginnya, juga oleh sisa hujan subuh yang airnya masih menetes dari ujung dedaunan.

"Ini Jehan, Ka. Jangankan di cie-in, di gosipkan di akun lambe kampus aja kebal, kok." jawaban Jehan lantas membuat keduanya tertawa.

"Makasih ya, Ka. Udah mau ngasih tumpangan."

"Iya, sama-sama. Dari pada naik angkot, pasti repot."

"Betul tuh, Kak!" sahut Riri, ikutan. Saat Jehan menengok, Jehan sudah melihat sosok Riri yang sedang melakukan peregangan tubuh di depan kaca mobil. Terhitung dua kali Jehan menggeleng karena melihat tingkah Riri.

"Udah sarapan? Riri buatin sandwich. Kalau belum, makan dulu aja di mobil."

Setelah menutup pintu bagasinya dengan cukup kencang, Arka mengalihkan wajahnya ke arah Jehan dan mengernyit singkat. Tangannya sibuk menggulung lengan kemejanya yang panjang dengan masih memerhatikan Jehan hingga perempuan itu heran dan ikut mengernyitkan kening. Tidak lama sampai akhirnya Arka mengulas senyum, memegang perutnya dan berujar, "Boleh. Laper banget, Je." lalu sedikit kemudian laki-laki itu berubah cemberut. Persis seperti anak kecil yang minta makan.

"Dasar." Jehan terkekeh. Ketiganya pun masuk ke dalam mobil. Riri  baru saja membuka pintu mobil belakang dan terkejut saat mendapati Johnny sudah berada di dalam, dan bahkan berteriak nyengir demi membuat Jehan dan Riri terkejut. Hanya Riri yang heboh dengan keberadaan Johnny, sedangkan Jehan sudah melipir dan duduk di kursi depan sambil membuka bekal sandwich untuk mereka makan bersama.

"Eh, tapi Kak Johnny nggak pake kemeja flanel, ya? Wah, ternyata Riri nggak salah kostum sendiri."

Jehan dan Arka terkekeh, sedangkan Johnny yang awalnya memasang wajah datar beberapa detik kemudian tertawa lebar-lebar. Jehan buru-buru menyuapi mulut Johnny dengan sandwich demi membuat kawannya itu diam.

Rapsodi || Jisoo feat Mark & JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang