Meski badai datang dan kau merasa
dunia tak restukan kita
semua, kita hadapi berdua
-hadapi berdua-Cahaya matahari masuk melalui jendela kamarnya. Tidak seperti kemarin sore, hari ini langit nampak cerah. Berwarna biru muda dengan awan yang bergerumul membentuk corak yang indah. Semoga pertanda baik, batin Jehan. Perempuan itu sudah bersiap, tengah berdiri sambil menyiapkan bekal makan siang untuk dirinya dan Res. Sebuah agenda kejutan di mana Jehan akan mengajak Res piknik di taman pinggir danau yang katanya—Jehan tentu tidak ambil pusing— beberapa buaya tinggal di sana. Toh jika ada mengapa? Buaya bahkan jauh lebih baik dari seorang Yohan Andrea.
Lucu memang bagaimana seorang Jehan bertingkah seolah-olah kemarin tidak terjadi apapun. Seolah-olah ia bukanlah korban kekerasan mantan kekasihnya. Baru kemarin, nyerinya pun masih terasa. Namun, setelah ia menceritakan segalanya kepada Res kemarin, seolah beban di pundaknya terangkat begitu saja. Jehan tahu Res marah, tetapi lelaki itu terlihat sekuat tenaga menahan amarahnya dan fokus mendengarkan cerita Jehan tanpa menyanggah sedikitpun. Setelah cerita telah usai, yang lelaki itu lakukan hanyalah mengelus pelan pipi Jehan, pun rambut Jehan. Res memang tidak mengatakan apapun, tetapi tatapan Res seolah menegaskan bahwa Jehan sudah melakukan yang terbaik semampu yang ia bisa.
Jehan mengecek ponselnya. Sama halnya seperti Res, ia pun di panggil ke ruang dekanat. Bersaksi sebagai korban.
"Kasih rekamannya, Je."
"Tapi nanti kamu ketahuan mukul Yohan."
"Je, kalau aku bukan Res, kamu pasti setuju kan aku harus kena hukuman juga?"
Jehan tersenyum mengingat kalimat Res kemarin. Benar. Dan untuk pertama kalinya ia menyadari bahwa perasaannya melebihi logikanya. Saat itu, perempuan itu merasa bahwa Res sudah cukup dengan segala rasa sakit. Ia merasa bahwa Yohan berhak dihukum sendiri tanpa melibatkan Res.
Maka, keduanya setuju untuk memberikan rekaman tersebut sebagai bukti. Pun dengan Teuku, Junot dan Dika yang hadir sebagai saksi. Jehan tahu bahwa kedua hal tersebut sudah lebih dari cukup. Tamat sudah riwayat Yohan.
Suara klakson motor memecah lamunan Jehan. Ia membuka pintu, tersenyum melihat Res yang baru saja melepas helm-nya, mengacak rambut dan tersenyum balik ke arah perempuannya. Res, Jehan menyadari bahwa lelaki itu terlihat sama cerahnya seperti langit sekarang.
"Assalamu'alaikum. Pangeran datang!"
"Pangeran kodok kali!" bukan Jehan, melainkan Riri yang membalas sapaan Res, membuat lelaki itu merengut.
"Masuk dulu, Res. Aku belum siap."
"Iya, nanti kan tunggu kamu lulus kuliah?" tanya Res. Wajahnya terlihat serius nan polos. Jehan tahu maksud Res, tapi tidak dengan Riri. Perempuan itu tercengang, memerhatikan Res dan Jehan bergantian dengan mulut terbuka.
"Sianida, Teh? Siap menikah muda?" Riri menghampiri Jehan di depan pintu kosan, tetapi Jehan tidak menjawab melainkan hanya terkekeh dan masuk untuk menyiapkan bekal yang belum siap.
Merasa belum puas, Riri menghampiri Res yang memilih menunggu di depan pagar kosan. Wajah Riri benar-benar serius, membuat Res sedikit ketakutan dan berpikir bahwa bisa saja Riri sebenarnya jelmaan raja singa yang bertugas menjaga Jehan dari makhluk makhluk astral yang bertebaran di muka bumi. Masalahnya, Riri salah sasaran—setidaknya bagi res— karena lelaki itu bukan makluk astral melainkan hanyalah makhluk bernama manusia yang mencintai seorang Jehan Cantika.
"Mark, lo emang udah punya apa sampai berani nikahin Teh Jehan setelah lulus?!" Riri bersungut. Ternyata Riri memercayai jokes Res sampai ke tulang. Res baru akan menjawab sampai Riri berujar, "Jangan bilang yang lo punya hanyalah hati yang setia?? Tulus pada Teh Jehan?! BASI BANGET."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapsodi || Jisoo feat Mark & Jaehyun
FanficJehan, Kamu tau nggak kalau rumus trigonometri itu bisa mengukur jarak suatu bintang di angkasa tanpa harus pergi ke sana, bisa mengukur sudut ketinggian tebing tanpa perlu memanjatnya, dapat mengukur lebar suatu sungai tanpa harus menyebranginya. T...