34. Tea Time

873 95 63
                                    

Maybe we could try it if you let me
Take you by the hand
You're the only one who understands
-understand-

Suara hujan di luar sana sedikit meredup kala Res menutup pintu kosannya setelah mempersilahkan Jehan masuk. Jehan, perempuan itu kini sibuk melihat sekitar. Ruangan dengan dinding bercat putih itu dibiarkan polos tanpa hiasan. Beberapa perabotan berwarna senada, dan beberapa berwarna cokelat kayu.

"Ganti baju dulu." Res baru saja keluar dari kamarnya yang disekat dengan pintu geser di depan sofa tamu berwarna putih gading. Dibanding rasa dingin dan nyeri pada tubuhnya, perhatiannya telah teralihkan dengan ruangan Res. Tidak seperti tingkahnya yang seringkali tengil dan ada-ada saja, ruangan Res benar-benar rapih dan nyaman. Suasana yang perempuan itu dapatkan kini membuatnya merindukan rumahnya di Bandung. Ketika Jehan mendongak, sang pemilik ruangan juga tersenyum manis, menggapai tangan Jehan sebab perempuan tersebut masih saja terdiam dan tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Sikat gigi?" Jehan memerhatikan beberapa pemberian Res. Kaos putih berlengan panjang, celana training yang dipastikan kebesaran, handuk dan sikat gigi lengkap dengan segelnya.

"Sekalian mandi. Aku juga habis mandi." Res tersenyum, senyum usilnya ia sembunyikan di balik senyum polosnya dan Jehan tahu itu.

"Terus?" Jehan berpura-pura sengit.

"Biar sama-sama seger. Ayo cepet, jangan sampai kamu masuk angin." Res terkekeh geli, mendorong pundak Jehan untuk bergegas ke kamar mandi.

Pintu tertutup. Res berbalik menuju dapur kecil di sudut ruangan. Ia mengisi air ke dalam teko, lalu memanaskannya di atas kompor. Selagi menunggu airnya mendidih, ia mengambil gelas dan teh di nakas atas. Res melakukannya dengan gerakan cepat seolah lelaki itu sedang dikejar waktu. Beberapa kali ia melihat ke arah pintu kamar mandi memastikan apakah Jehan sudah selesai atau belum. Tidak sebelum ia menyelesaikan segala persiapannya di sini.

Res berlari kecil ke kamarnya, mencari selimut hangat untuk ia taruh di atas sofanya. "Haduh." begitu ujarnya ketika secara agresif menarik selimutnya sehingga barang-barang di atasnya ikut terjatuh dan berantakan. Res dengan cekatan merapihkan barangnya, menaruhnya seperti posisi semula dan bergegas ke ruang tengah untuk menaruh selimut di atas sofa. Kegiatan selanjutnya, ia benar-benar memerhatikan seluruh sudut ruangan, mamastikan bahwa segalanya sudah pas. Termasuk mengelap beberapa foto yang di pajang di atas meja kecil samping sofa. Sebelum Res benar-benar pergi dari Bandung, kakaknya memberikan satu paket berisi album foto dan beberapa frame. Dipajang biar kamu inget balik ke rumah. Begitu ujar Bella saat itu. Meski begitu, Bella tahu bahwa Res akan kembali pulang sebab ia tahu bahwa sang adik tidak bisa jauh dari rumah dan segala isinya. Setelah dinampak pas, Res bergegas kembali ke arah dapur. Air mendidih bertepatan dengan pintu kamar mandi yang terbuka. Res lantas melirik sekilas dengan tangan yang sibuk menuangkan airnya ke dua cangkir teh. Laki-laki itu tesenyum,

"Gemes banget pacarnya Res?"

"Badan kamu kelihatan kecil tapi bajunya kegedean juga ya di aku?" Jehan memerhatikan lengan pakaian Res yang sudah ia gulung berkali-kali.

"Sekecil-kecilnya badan aku kan masih kecilan badan kamu, Je."

"Iya, sih." Jehan terkekeh, "Boleh minta plastik buat baju aku?"

"Boleh. Mau kecil, sedang, besar?"

"Sedang aja."

"Warna putih, hitam, merah?"

"Merah." Jehan menjawab asal.

"Yah, aku nggak punya. Aku beli dulu ya." Res berbalik, menyembunyikan sebelah tangannya di balik punggung dan berjalan seperti hendak ingin membeli plastik yang diminta Jehan.

Rapsodi || Jisoo feat Mark & JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang