29. Kejutan Dari Jakarta

924 158 49
                                    

"Sebentar lagi."

"Udah lima menit. Mau kayak gini sampai malem?"

Pertanyaan sarkas dari Jehan membuat Res pada akhirnya melepaskan genggaman tangannya dari Jehan. Kali ini benar-benar membiarkan Jehan turun dari mobil Jeep-nya. Menyisakan keheningan di samping kemudi setelah kemarin berkendara berdua menyusuri kota dari Bandung menuju tempat yang hanya mereka tau. Lalu setelah menikmati malam yang banyak bintangnya, langit kembali berganti jadi pagi lalu siang di mana ia mengantar Jehan persis di depan rumah di Bandung.

"Beneran nggak mau ke rumah aku dulu?"

"Terima kasih. Tapi aku belum sanggup lihat ekspresi kaget Bella pas tau aku sama kamu." ujar Jehan sambil membuka pintu mobil. Ia turun hendak meninggalkan Res dan tas ranselnya. Sesampainya di Jakarta, Res yang akan mengembalikannya ke kosan.

"Aku malah nggak sabar. Pasti seru lihat Teh Bella kaget. Supaya dia tau kalau Allura Jehan Cantika bukan hanya seorang sahabat tapi juga kekasih dari adik kandungnya yang ganteng ini."

Tangan Jehan naik menahan jendela mobil, masih asik mengobrol dan membalas kalimat Res yang selalu mengalir seperti air. Tak pernah kehabisan bahan obrolan.

"Kalau dilihat-lihat kamu ganteng, sih. Dulu kayaknya biasa aja."

Res terkejut secara berlebihan sampai-sampai membuka mulutnya lebar-lebar. Zoom in, zoom out.

"Lah, baru sadar, Je?" Res mengibaskan rambutnya.

Jehan mengangguk.

"Karena kamu selalu menilai seseorang dari sifatnya, bukan rupanya. Dari dulu kamu begitu. Bahkan pas SMA— yang kata mereka— cowok terganteng di angkatan kamu aja, kamu tolak." Res masih ingat betul kejadian heboh di mana Jehan ditembak hidup-hidup di tengah lapangan ditemani balon-balon dan tulisan: WILL YOU BE MINE. Res menyaksikannya dari jendela lantai 2 gedung. Kalau dipikir-pikir, dari dulu Jehan memang selalu jadi atensi.

"Dalam hubungan itu, yang dicari nyamannya. Bukan rupanya. Semua orang juga begitu, Res." Seperti biasa. Jawaban Jehan terdengar diplomatis.

"Kalau bukan kamu, mungkin Joshua nggak patah hati di lapangan hari itu. Kayaknya waktu itu perempuan di sekolah kita tergila-gila banget sama Joshua."

"Ya berarti aku bukan salah satunya." Jehan tersenyum tipis dan menaikkan alisnya. Melihat itu Res jadi ingin menggoda Jehan sebelum perempuannya benar-benar pergi.

"Berarti kamu nyaman banget ya sama aku? Sampai mau aku juga."

Jehan mundur. Ia akan menghindari godaan Res dengan kabur dan masuk ke dalam rumah.

"Aku masuk dulu. Dah, Res. Jangan ngebut." Jehan tersenyum melambaikan tangan dan membalikkan tubuhnya masuk ke dalam rumah dengan langkah kaki lebar.

"Aku telepon ya nanti malam!"

"Kan nggak bawa HP!" Balas Jehan.

"Kan ada telepon rumah, Je!"

"Telepon rumah aku udah dicabut dari lama." Jehan tersenyum puas di baliknya, berbeda dengan Res yang kini lesu. Ia kira ia bisa bercengkrama semalaman dengan Jehan. Seperti malam-malam di mana Res seringkali iri melihat Teteh-nya bercengkrama dengan Jehan ber-jam-jam. Membicarakan pelajaran sampai hal konyol yang membuat keduanya tertawa ngakak.

Tiba-tiba Jehan membalikkan tubuhnya ke arah Res. Melambaikan tangan terakhir kali sembari berujar, "Dah, aku mau siap-siap ke pengadilan agama!"

Jehan tertawa, menghilang di balik belokan pekarangan rumahnya yang luas. Meninggalkan Res dengan teriakan lantangnya,

Rapsodi || Jisoo feat Mark & JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang