Part-30

1.6K 217 29
                                    

Satu bulan berlalu usai kematian Steffi. Semua orang berduka atas kepergian gadis itu. Kondisi Rafael sangat memprihatinkan. Tubuh nya kurus tak terawat, mata tajam nya berubah sayu serta dia sering kali mengamuk di dalam kamar. Laki-laki itu masih belum menerima kepergian Steffi.

Bunda Steffi jatuh sakit mengharuskannya di rawat di rumah sakit. Ayah Steffi menyesal atas semua rasa sakit yang ia beri pada putrinya. Beliau melampiaskan penyesalan nya dengan bolak-balik ke bar dan menghancurkan barang-barang rumah. Meninggalkan pekerjaan nya sebagai pemilik rumah sakit ternama.

Sementara Fiola merasa terpikul atas kepergian sahabatnya yang di bilang mendadak. Dia baru tau Steffi meninggal pada saat dirinya keluar dari rumah sakit sekitar satu minggu lamanya. Yang paling ia sesali adalah dirinya tidak hadir di pemakaman sang sahabat. Sejak itu tak ada lagi senyum yang menghiasi bibir nya. Gadis itu berubah 180 derajat.

"Makan ya!" bujuk Faro melembutkan suaranya. Fiola geleng-geleng kepala menolaknya. Gadis itu fokus memandang luar jendela.

"Mau sampai kapan kamu kayak gini hm? Jangan terus-terusan menyiksa diri kamu An!"

Fiola menghardik bahu acuh. Tidak berkeinginan membalas omongan Faro. Jangankan untuk membalasnya, menoleh pun dia enggan. Setelah pulang dari rumah sakit gadis itu jarang berbicara pada semua orang termasuk Faro. Sikap ramah nya di gantikan sikap dingin.

"Gak capek bikin orang khawatir hm? Kasihan ayah sama bunda kamu khawatir mikirin kamu An. Setidaknya pikirin mereka jangan mikirin diri kamu sendiri."

Fiola refleks menoleh, "kamu nyalahin aku?!"

"Bukan gitu! Kamu salah mengartikan omongan An."

"Lalu apa hah?!" sentak Fiola berdiri menjauh dari Faro duduk, "kamu gak tau rasanya jadi aku Len. Aku kehilangan sahabatku Len gara-gara sahabat brengsek mu itu!! Harusnya dia yang mati bukan Steffi!!!"

"Semua udah takdir. Kamu gak bisa menyalahkan Rafael." bela Faro bersikap tenang mendekati Fiola. Sudah biasa menghadapi sikap Fiola yang tiba-tiba marah karena hal sepele.

"Berhenti di situ!"

"Jangan marah okay. Aku minta maaf kalo salah bicara."

"Keluar dari kamar ku!!"

"Enggak. Kamu harus makan dulu baru aku keluar."

"KELUAR DARI KAMAR KU!!!" bentak Fiola lepas kendali melempar barang-barang di dekatnya ke arah Faro. Sigap Faro menghindarinya. Secepat kilat laki-laki itu meraih vas bunga dari tangan Fiola lalu melempar nya ke atas ranjang. Di rengkuhnya tubuh Fiola ke dalam dekapan hangatnya.

Faro membisikkan kata-kata penenang seraya mengelus punggung Fiola naik turun. Barulah Fiola tenang setelahnya. Gadis itu memejamkan mata menahan isak tangisnya. Pelukan Faro terasa sangat nyaman. Tapi entah kenapa perasaan nya yang tidak enak.

Setelah aku kehilangan mama dan Steffi, aku gak mau kehilangan kamu juga Len. batin Fiola sendu

Faro merasakan hal sama seperti yang Fiola rasakan. Seolah pelukan mereka sekarang adalah pelukan terakhir. Di tambah perasaannya selalu tidak enak jika menyangkut Fiola. Serta dia menyadari orang-orang di sekitarnya mulai berubah.

Perlahan tapi pasti hubungan Faro dan Fiola ke depannya tak semulus yang di bayangkan. Tanpa mereka sadari suatu hal buruk akan segera menimpa hubungan keduanya. Tinggal cara mereka menghadapinya. Dan mereka akan di hadapkan sebuah pilihan yang sulit.

Antara bertahan atau berpisah?

                         ☃☃☃
                        
Sebuah pembullyan terjadi di kantin sekolah Fallona. Ada anak yang di bully oleh teman-temannya. Mereka melempari sampah ke anak tersebut. Tidak ada yang ingin menegur mereka terutama guru. Mereka yang membully adalah anak-anak dari donatur terbesar. Hal biasa yang mereka lakukan jika ada anak pendiem di sekolah.

Faro AlendraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang