Part 19

2.6K 470 42
                                    

"Iya cantik aku jemput sekarang ya" Aran memakai jaketnya

"Gak usah Ran, aku ikut Sisca aja"

Aran mendekati ibunya untuk meminta izin keluar.

"Bu, Aran ngantar Anin dulu ya"

"Hati hati bawa calon menantu ibu"

"Oke aman, assalamualaikum"

"Waaalikumsalam"

Anin masih bisa mendengar percakapan antara Aran dan sang ibu. Senyuman Anin tak bisa tertahankan lagi mendengar percakapan singkat itu.

"Arandy"

"Iya Aninditha"

"Gak usah jemput mau hujan ganteng, nanti kamu kehujanan"

"Aku udah naik dimotor nih, udah dulu ya cantik"

Aran langsung mematikan telponnya. Ia bergegas agar Anin tak menelponnya lagi untuk menolak dirinya mengantar Anin kekampus.

Tak butuh waktu lama Aran hampir sampai dikosan Anin. Aran terkejut melihat seseorang menunjuk nunjuk Anin, segera Aran memarkirkan motornya dan berlari melindungi Anin.

"Siapa kamu?" Bentak orang itu didepan Aran.

Aran tak bergeming, ia bahkan tetap berdiri melindungi Anin dengan tatapan tajam pada laki laki parubaya itu.

"Maaf tapi om siapa?"

"Saya papahnya"

"Bukannya kamu sudah gak anggap aku anak" ucap Anin

"Apa kamu bilang?" Papah Anin menarik tangan Anin dengan kasar

Tangan Aran langsung mencengkram tangan Papah Anin.

"Maaf jangan kasar" Aran langsung menghempaskan tangan Papah Anin dan tatapan Aran semakin tajam

"Jangan ikut campur kamu"

"Saya harus ikut campur, jangan sampai anda menyakiti Anin lagi"

"Beraninya kau" satu pukulan mengenai pipi Aran membuat hidungnya berdarah

Anin langsung menarik Aran mundur namun Aran masih berdiri tegap didepan Papah Anin.

"Bukan saya tidak bisa membalas pukulan anda tapi saya masih menghargai anda sebagai ayah dari orang yang saya cintai tapi kalau om sampai menyakiti Anin seperti waktu itu lagi saya tidak akan diam"

Aran menarik tangan Anin pergi. Ia menjalankan motornya menjauh dari sang Papah.

Ia berhenti ditepi jalan karna darah dari hidungnya tak kunjung terhenti.

Anin terlihat khawatir dan segera memberikan tisu pada Aran untuk menyumbat darah keluar.

"Ran, kita ke Rs aja ya?"

"Bentar Nin" kepala Aran terasa nyeri

Darah itu masih saja keluar membuat Anin semakin panik.

"Aran plis kita ke Rs sekarang"

"Jangan khawatir Nin"

"Gimana gak khawatir sih liat tuh darahnya gk berenti"

Aran menarik Anin dalam pelukkannya. Menenangkan Anin yang menangis karnanya.

"Aku punya hemofilia Nin dan kaya gini udah biasa"

Nafas Anin tercekat mendengarnya, ia semakin mengeratkan pelukannya pada Aran. Tangisnya terhenti seketika Anin tak tahu harus berucap apapun.

"Kamu baru kasih tau aku setelah udah mau enam bulan kita sama sama?" Anin melepaskan pelukannya, menatap Aran dengan genangan air mata yang siap jatuh

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang