Part 25

3.1K 534 115
                                    

Hampir tiga minggu berlalu namun tak ada satupun kabar dari Aran. Anin menjadi dirinya yang dulu. Diam dan tertutup. Seperti kehilangan sebagain nyawanya, Anin menutup dirinya lagi. Tak ada kabar dari Aran membuatnya mengambil kesimpulan hubungan mereka telah berakhir.

Hari terakhir mereka KKN ditutup dengan acara syukuran yang diadakan oleh kepala desa. Ditempat yang ramai itu jiwa Anin seakan tak berada disana, ia sendirian terkurung dalam dirinya sendiri.

Sisca memberikan sepatah dua kata untuk seluruh kontribusi warga dalam memberi kelancaran kegiatan mereka.

Mereka bersiap untuk pulang, sepanjang perjalanan Anin hanya diam.

"Gue mau balik kerumah Sis"

"Ngapain?"

Sisca paling takut jika Anin pulang kerumahnya sendiri meskipun itu rumah masa kecil bagi Anin tapi Sisca tak ingin melihat Anin pulang dengan wajah babak belur lagi.

"Gue kangen mamah"

Hanya dirumah itulah Anin bisa merasakan kehadiran ibunya, meskipun pulang seperti masuk kedalam neraka.

"Gue ikut ya?"

Feni dan Eriel yang tak tahu apa apa hanya menyimak percakapan Anin dan Sisca.

Anin menggeleng kepanya pelan sambil tersenyum tipis. Jika ada masalah seperti ini Anin selalu memilih pulang, seakan akan menikmati kesakitan yang diberi papahnay untuk melepaskan rasa sakit yang belum usai dalam dirinya.

Sisca memberentikan mobilnya didepan sebuah rumah mewah. Anin turun dan berpamitan pada teman temannya. Sisca masih enggan pergi dari sana, ia takut tak bisa melihat Anin lagi atau ia akan melihat Anin terbaring dirumah sakit lagi, entahlah Sisca tak bisa berpikir jernih.

Sisca mengantar Feni dan Eriel lebih dulu dan langsung menghubungi Aran untuk bertemu. Sisca menunggunya disebuah cafe didekat kosnya.

Aran datang, ia terlihat baru selesai kuliah masih dengan tas dan laptopnya. Aran duduk dan melepas topinya.

"Sorry gue minta ketemu dadakan gini dan lo baru pulang ngampus"

"Gak papa ka"

"Gue gak maksud buat campurin urusan lo sama Anin, gue juga gak akan bela Anin karna emang dia salah" Mata Sisca terlihat berkaca kaca dan tak bisa menatap Aran. Ia lebih banyak menunduk.

"Setiap Anin gak bisa ngeluarin kesakitannya, dia selalu pulang kerumah karna hanya disana dia bisa merasakan benar benar sakit" air mata Sisca jatuh.

Sebagai sahabat meskipun Anin salah tapi Sisca tetap tak tega jika terjadi hal buruk lagi pada Anin.

"Gue takut Ran, Anin kenapa napa disana. Dia sudah cukup menderita dari kecil, dia ngeliat mamahnya meninggal didepan matanya, dia juga harus nerima semua kesakitan dari papahnya" Sisca menghapus air matanya dan menatap Aran.

"Gue mohon jangan gantungin dia Ran, kalau emang kalian udah selesai, selesaikan baik baik. Jangan nambah kesakitannya, kalaupun lo mau hukum dia tapi jangan cara kek gini. Dengan lo pergi dia udah menderita"

Aran tak menjawab apapun, ia hanya diam tak juga merespon apapun.

Aran memberikan tisu untuk Sisca

"Makasih ka sarannya"

.....

Aran menunggu didepan rumah Anin, didalam mobil milik Mirza. Setelah Aran tahu Anin pulang kerumah dan itu membuatnya tak tenang.

"Gue tidur ya?" Mirza mematikan ponselnya setelah bermain game cukup lama menemani Aran

"Iya" hanya itu jawaban Aran

After RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang