#004 : Afwan

23 4 14
                                    

Part 4

"Utamakan kewajiban dahulu. Sebab, kita tidak pernah tahu sampai umur berapa kita hidup."

~Afwan


Selamat Membaca💗

Rasa lelah berjam-jam duduk di pesawat seketika menguap. Ketika kaki telah menapaki Bandar Udara Internasional Juanda, kota Surabaya.

"Masyaallah.... Ramai ya, Daf," ucapku menatap sekeliling bandara tersebut.

"Namanya juga bandara, Ra. Kalau kuburan baru sepi,"

"Astagahfirullahaladzim..."

Ingin rasanya aku menendang cowok tersebut.

"Ayo, jemputan sudah ada di depan."

Seketika aku menutup mulut. Niat ingin membalas perkataan Daffa diurungkan. Lalu kemudian aku mengikuti langkah Bu Mira selaku pembimbing kami.

Langkah kaki telah membawaku keluar dari bandara. Membuat senyuman mengembang karena merasakan udara segar kota Surabaya.

"Panas banget dah,"

Aku melirik ke arah Daffa yang wajahnya telah merah karena sinar matahari. "Lebay banget sih,"

"Bukan lebay, tapi emang panas ini," katanya yang tidak aku pedulikan sama sekali. Daffa sudah seperti cewek saja, yang takut akan sinar matahari yang panas. Akan tetapi, tidak takut akan panasnya api nereka. Buktinya, mereka dengan senang hati mengumbar aurat. Ya, walaupun tidak semua cewek di dunia seperti itu.

"Bu Mira cari siapa sih, Ra?" bisik Daffal lagi.

Aku mengedikkan bahu pertanda tidak tahu. Membuat suasana kembali hening, dengan kami yang terus memperhatikan Bu Mira.

"Permisi,"

Aku mengerutkan kening, ketika seorang pemuda tiba-tiba saja menghampiri kami dengan senyuman. Siapa pemuda ini? Sepertinya usia pemuda dihadapannya ini tidak beda jauh dari usia Bang Alfa.

"Maaf, apa kalian yang akan melakukan pertukaran pelajar di tempat kami?"

Aku semakin bingung. Kami memang ingin melakukan pertukaran pelajar. Namun di kota Kediri, dan pemuda dihadapanku ini tidak menyebut nama kotanya. Karena tidak ingin berbicara pada orang asing, aku pun lebih baik diam. Toh, bisa saja pemuda dihadapannya ini salah orang kan? Pikirku saat itu.

"Guru kalian mana?"

Aku melirik Daffa begitu pun sebaliknya. Hingga suara Bu Mira membuat kebingunan kami terjawab.

"Anda Hendrawan kusuma, benar?"

Pemuda dihadapanku mengangguk ketika Bu Mira menghampiri kami dan menanyakan hal tersebut padanya.

Dengan tersenyum dia memperkenalkan dirinya.

"Seperti yang ibu katakan tadi benar, saya Hendrawan Kusuma. Mentor yang akan menemani siswa anda, dalam menyelesaikan studi. Sangat kebetulan sekali, saya berada di Surabaya beberapa minggu ini dan akan balik ke Pare. Sehingga, saya diamanahkan untuk menjemput kalian."

Bu Mira mengangguk kemudian berjabat tangan dengan pemuda tersebut.

"Saya Mira, selaku pendamping mereka seminggu ke depan."

Why seminggu? Karena peraturannya memang seperti itu. Pendamping hanya menemani selama seminggu saja.

Tarikan ransel kecil yang aku kenakan, membuatku menoleh menatap tajam Daffa. Bukannya takut, Daffa malah memberi isyarat melalui matanya. Membuatku melihat pemuda yang tangannya kini, berada dihadapanku.

AFWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang