Part 9
"Jangan pernah melontarkan kalimat ketika sedang kesal. Jika kamu tidak ingin menyesal."
~Afwan
Selamat Membaca💗
"Ra, masakin gw dong, lapar nih,"
Aku menoleh kembali ke belakang dan terdiam di tempat ku. "Ayra bisa-bisa aja, masakin Daffa. Tapi kan, kita gak boleh pakai sesuatu tanpa izin. Kalau Daffa dapat izin dari kakak-kakak penghuni Asrama untuk pakai dapur, Ayra bakal masakin." kataku.
Setelah mengatakan hal itu, Daffa mengangguk dan mengotak-atik ponselnya. Tadinya aku berpikir jika Daffa memilih untuk memesan makanan online. Namun, ternyata pikiran tersebut salah.
"Halo, ada apa?"
Aku menatap bingung Daffa yang menelpon seseorang. Padahal, kalau orang lapar kan masak makanan atau pesan makanan online. Daffa malah menelpon seseorang. Hingga, aku pun mengerti setelah mendengar perkataan Daffa.
"Bang, gw bisa pakai dapur buat masak, gak?"
"Pakai aja, Daf," kata orang di telpon.
"Oke deh, terimah kasih bang. Gw cuma mau bilang gitu doang sih,"
"Lu nelpon cuma mau bilang gitu? Buset dah, gw kira ada apa-apa,"
Daffa tertawa. "Yaudah. Telponnya gw tutup ya, Bang."
"Bentar."
"Ada apa bang?"
"Lu kalau masak sekalian buat gw juga ya, kalau masakannya sudah jadi, telpon gw langsung."
"Oke Bang. Beres."
"See?" ucapnya menaik-turunkan alis. Saat panggilan telah terputus. Membuat aku mendengkus.
"Hm." dehemku. Lalu kembali berbalik. Namun tidak untuk ke tujuan awal tapi, berjalan ke arah dapur.
Alhamdulillah. Tadi Rara mengajak aku untuk melihat setiap sudut Asrama. Jadi, aku tidak lagi kebingunan mencari letak dapur.
***
Aku bingung ingin memasak apa ketika telah berada di dapur. Hingga, satu makanan terlintas dalam pikiran yaitu nasi goreng.
"Kol, wortel, daun bawang, tempe, dan telur," ucapku mengabsen bahan yang berada di dalam kulkas.
"Em, kol dan wortel bisa Ayra jadikan bakwan. Tapi, terigunya ada gak ya?" pikirku saat melihat bahan yang telah tersedia di dalam kulkas.
Mataku terus mencari di mana letak terigu. Hingga, satu tepukan di bahu membuat aku terlonjak.
"Astagahfirullahaladzim...." ucapku memegang dada. Jika saja aku memiliki riwayat jantung, sudah di pastikan aku telah berada di rumah sakit.
Aku berbalik badan. Ternyata, seseorang yang telah membuat jantung ku hampir copot adalah seorang cewek yang memakai cadar. Namun, aku tidak mengenal cewek tersebut.
Kekehan halus nan lembut terdengar di telingaku. "Maaf ... Mbak tidak bermaksud buat kamu kaget seperti tadi." katanya.
Namanya Mbak? batinku menatap bingung.
"Cari apa?"
Aku tersadar dari kebingunan dan terdiam cukup lama, menyadari satu hal, jika cewek tersebut memiliki kemiripan dengan seseorang di masa lalu hampir 90%. Dari segi Suara, tutur kata, pun tatapan matanya.
"Kak Ira?" ucapku lirih.
"Ira? Siapa?" tanyanya.
Aku segera menggelengkan kepala. Tidak seharusnya berlarut dalam kubangan masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFWAN
RandomManusia hanya bisa berencana. Namun, Allah yang menentukan hasil Akhirnya. *** Afwan... Satu kata yang ingin disampaikan kepada orang-orang yang aku sayangi. Kata yang ingin sekali, aku sampaikan pada Abang untuk terakhir kalinya. Namun, hanya sebua...