#013: Afwan

8 3 0
                                    

Part 13

"Ketika hubungan kamu dan dia berakhir. Jangan pernah jadikan sahabat sebagai tempat berkeluh kesah ya, karena biasanya sahabat itu bahagia mendengar status jomblomu."

@Afwan

Terhitung tiga hari aku telah berada di kota orang, yang membuat aku harus bisa beradaptasi dengan berbagai hal. Termasuk berkumpul di ruang tengah ketika malam hari, sekedar untuk bercerita dan lain sebagainya. Namun malam ini, sangat berbeda. Semua orang yang berada di sekelilingku, asik dengan dunia masing-masing. Terkecuali, aku yang tidak tahu ingin berbuat apa.

Menghela napas aku memilih untuk meraih sebuah buku yang setia menemani dimana pun dan dalam keadaan apapun. Untuk sesaat, aku terdiam seraya berpikir apa yang ingin aku tuangkan dalam buku ini? Karena beberapa menit kemudian aku sama sekali tidak mendapat ide. Jadi, aku hanya mencoret-coret pada lembaran kertas buku. Mungkin bagi sebagian orang itu hanya membuang-buang waktu dan mengotori kertas. Namun, siapa sangka? Jika mencoret-coret adalah salah satu cara menghilangkan bosan, dan tidak hanya itu mencoret-coret juga baik untuk kesehatan.

Mutia Ribowo, mengatakan jika mencoret-coret merupakan sebuah terapi seni sebagai pelampiasan ekspresi diri yang membuat seseorang menjadi lebih rileks sehingga terhindar dari stres.

Coretan abstrak telah memenuhi sebagian lembar buku, membuat aku menghentikan kegiatan tersebut. Ingin tertawa rasanya melihat hasil coretan abstrak tersebut. Tapi urung, entah kenapa aku merasa ada seseorang yang terus memperhatikan kegiatan yang sedari tadi aku lakukan, dan itu membuat aku mendongakkan kepala. Atensiku berhenti pada sosok cowok yang kini berada tepat dihadapanku.

"Kak Rifki kenapa?" tuturku dengan kepala yang kembali menunduk, bukan karena takut pada cowok tersebut. Hanya saja aku ingin menjaga pandangan.

"Kenapa lu mirip dengan dia, Ay?"

"Dia?" gumamku mengangkat kepala mencoba mencari maksud dari Rifki. Aku bergeming menatap bola mata dari cowok yang bernama Rifki. Tatapan yang persis dengan tatapan orang yang sedang kehilangan sesuatu dalam hidupnya. Namun, sesuatu itu telah kembali dan dia seakan tidak bisa beranjak untuk meraihnya.

Astagahfirullahaladzim...

Tidak seharusnya aku menatap lama mata dari lawan jenis. Namun, rasa ingin tahu dalam diri sangat besar dan itu membuat kepala kembali mendongak menatap Rifki.

"Maksud Kak Rifki apa?" tanyaku. Sepertinya, sedari tadi Rifki memang mengingat sesuatu dan dia kelepasan mengeluarkan kalimat tadi. Terbukti ketika alisnya menyatu.

"Ayra mirip siapa?" tanyaku yang sukses membuat ekspresi dia berubah kaget dan itu hanya berlangsung lama karena setelahnya dia kembali menatapku tajam. Lalu, pergi dari hadapanku.

Sungguh, aku terus memikirkan maksud kalimat dan tatapan Rifki padaku tadi. Siapa orang yang di maksud? Tidak mungkin Rifki mengenal Azahira Hafidzah Syah, saudari kembarku yang telah lama pergi dari dunia ini kan?

Aku menggelengkan kepala. Bagaimana mungkin aku bisa berpikir seperti itu. Mustahil rasanya orang-orang dapat menyamakan wajah semasa kecil dengan wajahku yang sekarang. Keluarga yang baru melihat saja, tidak menyangka jika aku adalah gadis kecil keluarga kareem.

"Kenapa, hm?"

Pertanyaan yang cukup tiba-tiba itu membuat aku tersadar dari lamunan. "Ah, gak apa-apa, Daf." kataku.

AFWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang