Part 10
"Awalnya, rasa kesal itu ada. Tapi setelahnya, aku paham. Jika segala tingkahnya hanya untuk membuat aku tidak terus memikirkan hal yang dapat menganggu tujuan kami."
~Afwan
Selamat Membaca✨
Aku berjalan ke arah meja makan untuk mengambil bawang. Kemudian membawanya ke kitchen counter atau meja konter dapur. Agar dapat memotong sisa bawang yang belum dipotong oleh cewek bercadar itu dan aku pun bisa memantau bakwan yang tengah ada di dalam minyak yang panas.
Saat sedang asik memotong bawang, seseorang tiba-tiba saja berdiri di samping kanan ku.
"Cewek bercadar yang duduk di meja itu siapa, Ra?" tanya Daffa seraya menuangkan air ke dalam kelasnya.
Aku meliriknya sejenak. "Kalau minum itu duduk!" peringatku sebelum Daffa berhasil mendekatkan gelas ke bibirnya.
"Ini gw baru aja, mau jongkok,"
Aku mendengkus. Daffa selalu saja mengelak jika kita menegurnya karena suatu hal. Ya, walaupun itu untuk kebaikannya. Namun, cowok itu tidak ingin dikatakan salah.
"Iyain aja, biar bahagia," kataku seraya memotong bawang. Tidak lupa dengan membalikkan bakwan agar tidak terlalu kecoklatan dengan kata lain hangus. Sehingga jika dimakan mengakibatkan rasa pahit.
"Btw lu, belum jawab pertanyaan gw lho, dia siapa?" tanya Daffa lagi setelah dia kembali berdiri.
"Ayra gak tahu," jawabku tanpa mengalihkan tatapan dari bakwan yang berada di dalam wajan.
"Kok, gak tau?"
"Ya, karna gak tahu."
Daffa terdiam. Namun, hanya sejenak. Karena setelahnya dia kembali melontarkan pertanyaannya.
"Oh iya, lu kenapa?"
Aku menghela napas kasar. "Daffa lebih baik segera keluar deh, dari dapur. Sebelum spatula panas ini, menabok muka di bawah standar Daffa!" peringatku. Tapi, aku tidak akan melakukan hal itu. Masih takut dosa.
Dapat aku lihat dari ekor mata, jika Daffa memegang wajah nya. Seraya meringis membuat aku tertawa.
"Lu kenapa ketawa, Ay?"
"Daffa percaya Ayra bisa melakukan itu ke Daffa?" bukannya menjawab, aku justru melontarkan pertanyaan lain.
Melihat anggukan dari Daffa membuat tawaku kembali pecah. "Padahal, Ayra cuma becanda lho, tapi kalau mau benaran juga gak apa-apa. Asal, dosa ditanggung korban, gimana?"
"Anj-- astagahfirullah,"
"Sudah. Daffa keluar gih, dari dapur." usirku.
"Lu ngusir nih, ceritanya?"
"Maybe,"
Bukannya pergi, Daffa justru meraih slincer serta pisau dan mengambail alih pekerjaan ku dalam memotong-motong bawang.
"Lu mau masak apa sih, Ra?" tanyanya seraya memotong satu buah bawang putih.
"Nasi goreng."
"Nasi nya dimana? Gw gak lihat tuh,"
"Itu ada di rice cooker."
"Emang lu sudah cek rice cooker nya?"
Aku terdiam dan menggelengkan kepala.
"Terus kenapa lu yakin ada nasi di sana?" tanya Daffa dan meletakkan pisau sebab, bawangnya telah selesai diiris.
"Kan, rice cooker tempat masak nasi." jawabku seraya meniriskan bakwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFWAN
RandomManusia hanya bisa berencana. Namun, Allah yang menentukan hasil Akhirnya. *** Afwan... Satu kata yang ingin disampaikan kepada orang-orang yang aku sayangi. Kata yang ingin sekali, aku sampaikan pada Abang untuk terakhir kalinya. Namun, hanya sebua...