Hari Minggu pagi, Natasha memasuki rumah setelah selesai jogging keliling kompleks seperti yang rutin dia lakukan setiap minggunya. Terlihat keberadaan Nanetta, adik bungsunya, yang sedang menonton tv di ruang tengah.
"Baru bangun kamu?" sapa Natasha sambil duduk di samping adiknya.
"Udah bangun dari tadi, kok. Cuma masih mager aja," jawab Nanet.
"Ibu udah berangkat ke pasar?"
"Udah dari tadi."
"Diantar Naren, kan?"
Nanet mengangguk. "Sama Bude Tati juga. Tadinya aku mau bantuin belanja, tapi sama Ibu disuruh jaga rumah karena di rumah nggak ada siapa-siapa."
"Seneng dong kamu nggak bantu Ibu belanja, jadi bisa lanjut males-malesan, kan?"
"Ya ampun, Mbak, aku tuh baru kelar bikin tugas sampai jam satu malam. Jam lima udah dibangunin solat subuh sama Ibu. Tidur lagi sebentar, udah dibangunin lagi karena disuruh jaga rumah. Kayak gitu masih aja dibilang males-malesan!"
Natasha terkekeh geli mendengar keluhan adiknya. Si adik kecil yang dulu sering merengek ingin ikut dengannya jika dia akan pergi main dengan teman-temannya, kini sudah menjelma menjadi seorang gadis cantik yang mandiri.
Natasha adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Adik keduanya seorang laki-laki bernama Narendra. Jarak usia dengan Naren hanya terpaut tiga tahun, sedangkan dengan Nanet 12 tahun. Ayah mereka meninggal saat Natasha berusia 13 tahun dan duduk di bangku SMP karena kecelakaan kerja.
Sejak saat itu, ibunya mengambil alih tanggung jawab sang ayah untuk menjadi tulang punggung keluarga, sementara Natasha menggantikan peran Ibu sebagai ibu rumah tangga yang mengurus adik-adiknya serta mengurus rumah. Bahkan, sejak SMP Natasha sudah mahir memasak walaupun hanya masakan sederhana dan ala kadarnya.
"Nan, tolong ambilin Mbak Tata minum dong."
"Tuh, kan! Baru istirahat bentar, udah disuruh-suruh lagi. Ngambil sendiri kenapa sih, Mbak?"
"Katanya kemarin minta uang buat beli modul. Kamu mau Mbak kasih duit apa enggak? Kalau nggak mau, ya udah, Mbak simpan lagi duitnya."
Nanet berdecak kesal. "Ish, Mbak Tata suka kayak gitu, deh. Udah tahu aku lagi lemes, masih aja disuruh-suruh," gerutu Nanet. Walaupun begitu, gadis itu tetap mengikuti perintah kakaknya.
Sambil menunggu Nanet membawakan minum, Natasha membuka running jacket yang biasa dia pakai saat jogging. Kaos tanpa lengan yang dia gunakan sebagai dalaman, sudah banjir oleh keringat.
"Sejak kapan Mbak Tata punya pacar?" tanya Nanet saat menyerahkan satu gelas air putih dingin untuk kakaknya.
"Punya pacar dari Hongkong! Ngaco aja kamu kalau ngomong."
"Lah, itu ada bekas cupangan di leher, emang siapa yang bikin kalau bukan pacar Mbak Tata?"
Secara refleks Natasha menyentuh tanda merah di lehernya yang ternyata masih belum hilang sejak tadi malam. "Cupang apaan?" elaknya, sedikit salah tingkah
"Merah-merah ini karena digigit serangga, bukan hickey. Lagian kamu tahu sendiri Mbak nggak punya pacar.""Oh, jadi merah-merah itu karena serangga. Serangganya punya kumis ya, Mbak?"
"Nanet!"
Nanet terpingkal saat Natasha menoleh ke arahnya dengan tatapan jengkel hingga seluruh wajahnya memerah.
"Nggak apa-apa kali, Mbak, kalau Mbak Tata beneran punya pacar. Malah bagus kalau Mbak Tata cepat-cepat nikah, Ibu nggak perlu menghalangi Mas Naren lagi buat melamar Mbak Adel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapkah Aku Jatuh Cinta Lagi?
RomanceAnata Dewangga masih betah menduda setelah kematian istrinya saat melahirkan. Dia tetap keras kepala dengan keyakinan bahwa ia mampu membesarkan anaknya seorang diri. Namun, sebuah kejadian membuatnya merenungi ulang keputusan untuk tetap melajang...