Hari itu, minggu pertama di awal bulan Februari. Langit cerah dengan arak-arakan awan putih yang menghiasi, menaungi, dan membuat keadaan di bawahnya menjadi teduh karena sinarnya yang tidak terlalu riuh.
Nata memasuki sebuah tempat pemakaman yang terletak di pusat kota Jakarta. Terus berjalan menyusuri jalan setapak hingga tiba di sebuah makam yang tertutup rerumput hijau yang terpangkas rapi. Tempat di mana wanita yang dulu pernah mengisi hidupnya, terbaring dalam tidur panjangnya.
Di belakangnya ada Natasha dan Liora yang saling bergandengan tangan mengikuti setiap langkahnya. Wanita yang saat ini sebagai pengisi hidupnya. Bahkan hingga rela membuatnya mati jika ia harus kehilangan salah satu di antaranya.
Natasha menerima uluran tangan Nata yang membantunya melangkah melewati setiap makam yang berjajar rapi. Perempuan itu sedikit kesulitan melangkah karena perutnya sudah semakin membesar. Dan tanpa rasa canggung, dia kini ikut bersimpuh dengan Nata, mengelilingi sebuah makam dengan sebaris nama yang tertulis di batu nisannya.
Kayla Arkana
Binti
M. Bilal Arkana
Natasha membelai batu nisan itu. "Nice to meet you, Kay," bisiknya, seakan orang yang dia ajak bicara ada di sana. "Walaupun kita nggak pernah saling mengenal sebelumnya, tapi aku merasa sudah sangat mengenal kamu dengan cara yang nggak pernah aku bayangkan. Mungkin karena kita mencintai dan menyayangi orang-orang yang sama. Atau, mungkin karena posisiku saat ini pernah ditempati oleh kamu juga. Tapi kamu nggak perlu khawatir, Kay, karena kamu memiliki tempat khusus di hati Nata yang nggak akan pernah bisa tersentuh siapa pun.
"Terima kasih, karena secara tidak langsung kamu sudah mengajarkan banyak hal untukku. Salah satunya tentang arti pengorbanan. Kamu juga mengajarkan aku bahwa apa yang kita miliki saat ini adalah fana. Dan fana itu hanya sementara, tapi aku tahu cinta untukmu akan selalu kekal, Kay. Bukan tentang siapa yang pertama dan terakhir, tapi tentang skenario terbaik dalam hidup bahwa sebuah ketentuan sudah ditentukan.
"Tidur yang tenang di 'sana' ya, Kay. Jangan khawatirkan apa yang kamu tinggalkan di sini karena aku akan menjaga mereka dengan baik. Bukan hanya untukmu, tapi untukku juga."
Natasha mengusap sudut matanya yang basah. Dia menolehkan kepalanya pada Nata yang langsung dibalas Nata dengan senyum paling tulus yang bisa laki-laki itu berikan.
"Sudah?" tanya Nata.
Natasha mengangguk. "Makasih udah ajak aku ke sini."
"Anything, Sayang." Nata menjawab sambil mengusap kepala istrinya dengan sayang. Kemudian dia menoleh pada Liora dan bertanya, "Would you say something, Lio?"
Liora langsung mengangguk. "I love you, Mama Kayla. Lio sayaaannng banget sama Mama Kayla. Lio juga sayang sama Mama Tata dan Dede bayi yang ada di perut Mama."
Natasha tersenyum, lantas mengecup pipi Liora.
Nata menyimpan bucket bunga yang dia bawa di atas makam itu. Sebelum beranjak, dia berbisik, "Kay, you know me and you never truly part. Maybe in distance, but never in heart. Until we meet again, Kay. Berbahagialah di sana seperti aku yang sudah berbahagia di sini."
Setelah itu Nata berdiri dan mengulurkan tangan untuk membantu Natasha berdiri sambil menggendong Liora.
Nata menyadari tidak ada perpisahan yang tidak menyakitkan. Begitulah hal yang selama ini ia pelajari. Mulai terpatri di dalam hati, hingga memaksa diri meninggalkan seikat kenangan masa lalu yang terlanjur melekat kuat meninggalkan luka.
Kini pria itu telah berhasil melepas paksa tiang yang terpancang tinggi menyentuh kisahnya yang gagal. Walaupun saat ini Nata sudah mencintai Natasha, namun cintanya untuk Kayla akan senantiasa abadi. Nata selalu mencintainya dalam sebuah doa. Doa yang bukan hanya sekadar kata-kata, melainkan sesuatu yang air mata pun tak sanggup mengartikan.
Nata selalu percaya jika segala yang gelap akan menjadi terang. Tabah dan kuatnya melewati jalanan terjal yang tak gampang, karena ia tahu pada akhirnya titik ini akan datang.
Ketika membuka pintu mobil, Natasha mengernyit saat menemukan bucket bunga yang sama persis seperti yang dibelikan Nata untuk Kayla.
Dia mendongak pada Nata dan bertanya, "Ini kok ada di sini?"
"Sengaja," jawab Nata. "Aku beli bunga buat kamu juga."
"Biar aku nggak iri karena kamu kasih bunga buat Kayla?"
Nata tergelak, sementara Natasha membuka note yang tersemat di antara rangkaian bunga itu.
Ta, terima kasih karena sudah menemani sendiriku.
Menarikku dari banyak hal yang sebelumnya tanpa arah.
Menghentikan pencarianku yang awalnya tak kunjung sudah.
Beruntungnya aku karena menemukanmu di antara sekumpulan doa yang terbentang luas.Aku tahu, mungkin besok atau lusa kita akan bertengkar lagi. Namun, kali ini aku yakin kita akan menghadapinya bersama-sama.
Jangan ke mana-mana, Ta. Tetaplah di sini denganku. Aku berharap perjalanan ini akan panjang. Karena pelukmu adalah rumah, dan pelukku adalah tempatmu pulang.
Dan saat ini aku yakin, aku telah siap untuk jatuh cinta lagi....
*end*
Thank you yang udah ngikutin cerita Nata dari dia masih jaman SMA sampai jadi AYAM KREMES alias ayah muda keren bikin gemes. Wakakaka
Makasih untuk semua apresiasi yang sudah diberikan untuk cerita ini. Makasih untuk semua bintang dan votenya. Seriously, it really means a lot to me.
Sedikit cerita tentang kisah Nata, bahwa ini adalah spin-off dari trilogi Jani series. Kisah pertemuan Nata dengan Kayla ada di sana, tapi nggak banyak karena ceritanya hanya fokus pada kehidupan Jani aja.
Buat yang dulu jadi team Nata, udah puas, ya? Nata udah bahagia sekarang. Dia bukan lagi sad boy gegara di tinggal Jani kawin. Wkwk
Akhir kata, aku dan nat-nat couple pamit, ya. Sampai jumpa di cerita-cerita aku selanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapkah Aku Jatuh Cinta Lagi?
RomanceAnata Dewangga masih betah menduda setelah kematian istrinya saat melahirkan. Dia tetap keras kepala dengan keyakinan bahwa ia mampu membesarkan anaknya seorang diri. Namun, sebuah kejadian membuatnya merenungi ulang keputusan untuk tetap melajang...