VII.

1.2K 143 23
                                    

Suasana hening di sekitarku perlahan berubah, berbagai jenis suara mulai terdengar di telingaku serta sinar matahari yang lembut samar-samar menyapu kedua mataku yang masih tertutup.

Aku terbangun di atas sofa yang sangat empuk, meraba-raba meja untuk mencari sebotol air putih, kepalaku pusing dan perutku masih terasa mual, efek dari minum-minum semalam belum sepenuhnya hilang.

Aku meminum air mineral itu, mencoba mengumpulkan kesadaran. Aku kembali mengingat-ingat kejadian semalam, namun semuanya buram, satu-satunya hal yang aku ingat adalah ketika aku muntah mengenai jas Taeju, Sangat memalukan!

Aku melihat-lihat sekitar, tempat tinggal baru yang Mujin pilihkan ini cukup nyaman, dengan satu kamar dan dapur yang cukup luas serta sistem pengamanan yang ketat, aku tidak tau berapa banyak uang yang ia keluarkan untuk tempat ini namun aku pasti akan membayarnya kembali nanti.

Mataku mengarah ke pintu masuk, bahkan barang-barangku sudah berada disana, tersusun perkotak dengan rapi, akan membutuhkan waktu lama untuk membongkar dan menyusunnya terlebih dengan keadaanku sekarang.

Drrtt.. Drrtt..

Dua pesan muncul di layar ponsel ku, pesan dari Mujin.

"Berlatihlah di tempat gym ku, aku sudah mengirim sandinya padamu"

"Baiklah, terimakasih banyak"

Aku membalas pesannya lalu meletakkan ponselku ke atas meja, kembali merebahkan tubuhku ke sofa yang empuk itu.

Aku menatap lekat langit-langit ruang tengah ini, pada saat-saat seperti ini aku sangat merindukan ayah, kemudian aku ingat harus mengganti guci abu jenazahnya dengan yang baru karena si Gangjae sialan itu, mengingat kejadian menjijikan itu kembali membuat dadaku sesak, aku akan membunuhnya dengan tangan ku sendiri.

---

Jiwoo berdiri di pintu kemudian memasukkan sebuah sandi yang terdiri dari 6 angka itu pada panelnya, seketika pintu terbuka menampilkan ruangan gym yang mewah dan luas, terlihat alat-alat kebugaran tersedia lengkap di dalamnya.

Jiwoo perlahan memasuki ruangan itu, melihat dari ujung ke ujung, ia bingung harus memulainya darimana dan akhirnya menjatuhkan pilihan pada sepasang barbel dengan total berat 10kg, otot-ototnya mengeras saat mengangkatnya perlahan.

Keringat memenuhi kening Jiwoo, menetes satu persatu ke pipi ranumnya, kedua lengan kecil milknya masih mengangkat sepasang barbel itu, ia lalu tidak sengaja melihat memar pada pangkal lengan kanannya, memar akibat pertandingan beberapa hari yang lalu itu masih belum hilang.

Jiwoo kemudian mengambil sepasang sarung tinju, sasaran nya kali ini adalah samsak yang tergantung di pojok ruangan, tubuhnya terlalu lemah untuk mencoba alat yang lain namun sepasang barbel saja tidak cukup, ia akhirnya memutuskan untuk melatih tinjunya.

Jiwoo fokus dalam latihan, ia tidak memberi jeda dan terus memukuli samsak itu, lengan dan kakinya bergetar karena kesakitan namun ia tidak memperdulikannya, nafasnya mulai terengah dengan wajah memerah.

"Kau harus istirahat sebentar"

Suara berat yang familiar dari arah pintu itu mengejutkan Jiwoo.

Jiwoo menghentikan kegiatan nya, ia berbalik lalu menunduk memberi salam dengan nafas yang masih terengah.

Mujin berdiri di depan pintu masuk menggunakan setelan jas lengkap, ia tidak terlihat akan berolahraga dengan pakaian seperti itu.

Parfum mint miliknya menyapa indra perciuman Jiwoo, sangat menyegarkan. Mujin mengambil beberapa langkah mendekati Jiwoo, ia mengeluarkan sesuatu dari saku celana hitamnya.

"Ini kartu kredit atas namaku, kau bisa menggunakannya untuk memenuhi kebutuhanmu"

Mujin menyodorkan kartu itu sementara Jiwoo hanya diam, raut wajahnya kebingungan.

"Aku bisa bekerja paruh waktu untuk mendapatkan uang, aku tidak membutuhkannya"

Jiwoo menolak karena merasa tidak enak harus menerimanya, ia telah menghabiskan banyak uang Mujin.

"Ini hanya sebuah kartu, ambilah"

Mujin meletakkan kartu kredit tersebut di atas meja tempat air mineral.

"Ngomong-ngomong, aku tidak akan berada disini selama beberapa bulan"

Mujin memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celana kainnya, kedua matanya menatap Jiwoo lekat, pandangan mereka bertemu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mujin memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celana kainnya, kedua matanya menatap Jiwoo lekat, pandangan mereka bertemu.

"Apa terjadi sesuatu?"

Jiwoo bertanya dengan nada penasaran sembari terus menatap Mujin.

"Tidak ada, hanya perjalanan bisnis"

Jiwoo berpikir sejenak mencoba memahami perkataan Mujin, ia kemudian mengingat bahwa Mujin adalah seseorang yang menjalankan 'bisnis'

"Apa kau masih menyimpan pisau yang ku berikan?"

Jiwoo dengan sigap mengeluarkan pisau itu dari saku celananya, menyodorkan nya ke depan Mujin.

"Aku selalu membawanya kemana-mana"

Jiwoo memperhatikan pisau itu, setelah sekian lama memilikinya, ia baru menyadari betapa elegannya desain pisau itu.

"Bagus, itu akan melindungimu"

Telihat sorot khawatir di mata Mujin, ia tidak benar-benar ingin meninggalkan Jiwoo sendirian, namun ia sudah memasang CCTV di sekitar tempat tinggal Jiwoo dan menyuruh pengawalnya berjaga disana pada malam hari.

"Baiklah, jaga dirimu."

Mujin berbalik meninggalkan Jiwoo, sebelum keluar ia sempat melirik ke arah CCTV di sisi kanan, memastikan bahwa CCTV tersebut berfungsi normal.

Mujin tau Jiwoo akan banyak menghabiskan waktu disini, ia tentu harus memastikan keamanan dan kenyamanannya dan nampaknya Jiwoo cukup puas dengan tempat gym barunya.

Starry Night, Blurry Fate : Mujin x Jiwoo [END - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang