VIII.

1.1K 146 22
                                    

Mujin terlihat sedang menikmati whiskey di gelasnya dengan sebatang rokok terselip di celah jarinya, sesekali ia melirik ke arah jam tangan berwarna coklat pekat yang ia gunakan, terhitung sudah sekitar setengah jam dirinya berada disana.

Mansion yang megah itu berisi barang-barang antik yang memenuhi setiap meja, lantainya berasal dari batu ruby yang di ubah menjadi ubin dengan langit-langit di hiasi lampu gantung berukuran sangat besar dan berhiaskan berlian.

Beberapa saat kemudian terlihat seorang pria paruh baya dengan badan setengah membungkuk keluar dari dalam lift, tiga orang pengawal mengikutinya dari belakang dengan masing-masing berbekal sebuah katana, langkah pria tua itu lemah dan tertatih menuju meja Mujin.

Mujin lalu mematikan rokoknya dan bangkit dari kursi, sedikit membungkuk memberi hormat, bersamaan dengan si pria tua yang telah sampai di mejanya, membalas hormat kepada Mujin.

"Nagaku mata sete gomen'nasai (maaf membuatmu menunggu lama)"

Pria tua tersebut memulai percakapan, suaranya terdengar sedikit bergetar.

"Sore wa dō demo ī kotodesu (itu tidak masalah)"

Mujin membalasnya dengan bahasa Jepang fasih, bahkan aksennya pun sangat sempurna.

Pria tua itu kemudian mempersilahkan Mujin untuk duduk kembali ke kursinya.

"Watashi no messēji wa sudeni sonzai shimasu ka? (apa pesananku sudah ada?)"

Pria tersebut mengetuk-ngetuk meja, senyum sumringah terukir di bibirnya.

"Hai, ikutsu ka rei o agemashita. Tamesu (iya, aku membawa beberapa contoh, cobalah)"

Taeju kemudian maju membawa sebuah koper yang berisi sabu-sabu dalam bentuk cairan yang masih-masing di masukkan ke dalam botol kecil bening.

Mujin membuka koper itu lalu menyodorkannya ke depan, mempersilahkan si pria tua untuk mencobanya.

Pria tua yang ternyata salah satu bandar narkoba terbesar di Tokyo itu kemudian membukanya, mencicipi cairan itu dengan cara menggosok-gosoknya di celah gigi bagian dalam.

Beberapa saat kemudian, ia tersenyum lebar, merasa puas dengan barang baru dan langka yang di produksi Mujin itu.

"Watashi wa subete o torimasu (aku akan mengambil semuanya)"

Pria tua itu memberi kode kepada pengawalnya untuk mengambil koper tersebut, sementara Mujin hanya tersenyum tipis sembari menuangkan whiskey ke dalam gelas masing-masing.

Mereka terlihat bersulang sebagai tanda kesepakatan lalu menenggak whiskey seharga satu mobil sport itu bersama.

. . .

Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, Mujin pun pulang ke hotel tempat ia menginap dengan di antar oleh Taeju menggunakan mobil yang Mujin 'sewa' selama ia berada disana.

Mujin menyandarkan tubuhnya pada kursi penumpang, ia menghela nafas pelan, kepalanya terasa sedikit pusing.

"Taeju-ya"

Taeju sedikit mendongak, melirik ke kaca dashboard yang memperlihatkan Mujin di belakang.

"Ya, bos?"

Mujin kemudian meluruskan posisi duduknya, raut wajahnya terlihat serius.

"Bagaimana keadaan di Seoul?"

Taeju langsung mengerti bahwa Seoul yang Mujin maksud bukan lah kota Seoul, namun seseorang yang berada disana.

"Tidak ada masalah, bos. Para pengawal sudah berjaga disana sejak sore tadi"

Mujin menghela nafas lega, ia kemudian sedikit melonggarkan dasinya dan kembali bersandar ke kursi penumpang.

"Berapa banyak jadwal lagi?"

Mujin kembali bertanya sementara Taeju fokus menyetir di jalanan kota Tokyo yang sangat ramai itu.

"Kita masih harus mendatangi 9 tempat lainnya, akan memakan waktu setidaknya 2 bulan lebih karena semuanya adalah pelanggan VIP"

Taeju menjawabnya dengan nada tenang dan ekspresi wajah yang tidak berubah.

Mujin mengangguk pelan, ia kemudian mengambil ponsel dari sakunya, memperhatikan satu persatu pesan yang masuk, matanya mencari sesuatu disana.

Mujin merasa sedikit kecewa karena tidak pesan apapun dari Jiwoo, namun Mujin berpikir bahwa gadis itu berlatih sangat keras.

"Ah iya, aku ingin kau mengatur pendaftaran kepolisian Jiwoo, gunakan semua koneksi kita untuk membantunya lulus seleksi"

Taeju kembali melirik Mujin, raut wajahnya berubah menjadi sedikit kebingungan, ia masih tidak paham kenapa seorang Mujin yang berdarah dingin bisa menjadi sangat peduli pada putri dari sahabatnya itu.

"Baik, bos."

Taeju hanya menarik nafas pelan lalu menghembuskannya dengan perlahan, pikirannya sedikit berkecamuk, ia khawatir bahwa Jiwoo hanya akan menjadi masalah di kehidupan Mujin.

Starry Night, Blurry Fate : Mujin x Jiwoo [END - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang