XXX.

967 122 14
                                    

Pildo membawa Jiwoo kembali ke kantor polisi Incheon, sepanjang jalan tidak ada percakapan di antara keduanya, Pildo hanya sesekali melirik ke arah Jiwoo yang masih tidak merubah posisi duduknya, menatap lurus ke arah jalanan yang tertutup salju.

Pildo memperhatikan raut wajah Jiwoo yang masih menegang, ia kemudian menggerakkan tangan kanannya hendak memegang lengan kiri Jiwoo namun tiba-tiba ponselnya berbunyi, dengan raut malas Pildo mengambil ponsel itu dari dalam jaketnya.

"Hallo, pak? Ada apa?"

Jiwoo secara alami sedikit bergeser ketika mengetahui panggilan itu dari Cha Giho.

"Cepatlah kembali ke kantor, kita harus mengurus sesuatu yang penting"

Cha Giho terdengar semangat dalam nada bicaranya, sementara Pildo melirik ke arah Jiwoo.

"Apa kau bersama Jiwoo?"

Cha Giho kembali menyambung perkataannya dengan bertanya kepada Pildo.

"Iya pak, kami sedang dalam perjalanan menuju kantor"

Pildo terlihat fokus menyetir dengan satu tangan sembari memegang ponsel itu di tangan kirinya.

"Baik, berhati-hatilah. Sampai jumpa"

Cha Giho mematikan panggilan itu sementara Pildo kembali melirik Jiwoo.

"Kau tidak apa-apa?"

Pildo bertanya membuat Jiwoo sedikit bergeser menjauhinya, ia merasa kurang nyaman dengan posisinya yang terlalu dekat dengan Pildo.

"Apa kau akan melaporkanku?"

Jiwoo melirik ke arah Pildo dengan kelopak matanya yang terlihat memerah.

"Aku tidak akan melaporkanmu, pasti ada alasan di balik kau melakukan itu, tidak apa jika kau tidak ingin bercerita, aku akan tetap melindungimu"

Nada bicara Pildo terdengar tulus.

"Lagipula kapten sudah menetapkan Choi Mujin sebagai pelakunya"

Pildo sedikit menyengir, merasa puas dengan keputusan Cha Giho untuk menangkap Mujin.

Jiwoo kemudian tersadar tentang Mujin, ia sangat mengkhawatirkan kondisi prianya tersebut karena Mujin terluka sangat parah ketika ia melarikan diri.

Jiwoo kemudian menghidupkan ponselnya lalu mengirim sebuah pesan kepada Mujin namun pesan itu tidak terkirim karena ponsel Mujin masih mati.

Wajah Jiwoo terlihat semakin pucat, seluruh darahnya seperti bertumpuk di kepalanya yang terasa berputar, ia berusaha untuk menenangkan dan meyakinkan dirinya bahwa Mujin pasti baik-baik saja.

Sementara itu, Mujin membuka matanya dengan susah payah dari pingsan yang cukup lama, ia melihat pemandangan samar-samar yang berada di depannya, disana berada beberapa orang yang sedang bergantian membalut obat pada luka-luka yang ada di tubuhnya.

Mujin berusaha bangun namun di tahan oleh mereka untuk tetap berbaring, bisa ia rasakan perut bagian kirinya masih terasa sedikit sakit namun tidak sesakit sebelumnya, ia juga mengalami demam yang cukup tinggi sehingga harus di kompres di seluruh tubuhnya.

Sekumpulan orang-orang yang terlihat seperti ahli medis itu mulai menjahit luka Mujin dengan perlahan, menyatukan kembali daging yang terkoyak cukup dalam itu, beruntungnya tikaman yang ia terima tidak sampai mengenai ginjal miliknya.

Mujin yang sedari tadi berbaring tidak berdaya mulai merasakan sakit di kepalanya, pandangannya semakin kabur seiring dengan dirinya yang merasa mengantuk, setelah beberapa saat semuanya menjadi buram.

. . .

Pildo dan Jiwoo sudah sampai di kantor polisi Incheon, saat memasuki ruangannya, disana sudah berada Cha Giho yang sedang sibuk menelepon badan forensik untuk memeriksa barang temuan yang merupakan pisau milik Mujin itu.

Setelah selesai dengan percakapannya, Cha Giho mendekati Pildo dan Jiwoo dengan senyuman sumringah terukir di wajahnya.

"Kalian sudah datang"

Cha Giho menepuk pundak Pildo dengan bersemangat.

"Aku ingin kalian mendatangi bagian forensik untuk menunggu hasil penyelidikan keluar, aku harus mengurus beberapa hal disini"

Cha Giho sedikit melirik ke arah Jiwoo yang sedari tadi bertingkah aneh, Jiwoo memang gadis yang pendiam namun tidak pernah sediam itu.

"Apa kau baik-baik saja, Jiwoo?"

Cha Giho kemudian bertanya padanya.

"Iya, aku baik-baik saja pak"

Jiwoo menjawabnya dengan singkat dan dingin, bibirnya terasa kering.

"Aku akan mengambilnya sendiri pak, Jiwoo terlihat tidak terlalu baik, dia mungkin kelelahan"

Pildo menawarkan diri sembari melirik ke arah Jiwoo, memberinya kode untuk pergi dari sana.

"Baiklah.. Pildo, kau pergilah"

Cha Giho sedikit mendorong Pildo untuk pergi kemudian melirik ke arah Jiwoo.

"Dan kau beristirahatlah, kau terlihat seperti baru saja membunuh seseorang"

Cha Giho sedikit menyunggingkan cengiran membuat Jiwoo merasa semakin tidak nyaman, Jiwoo pun memberi hormat lalu bergegas pergi dari sana dengan Pildo yang sudah menunggunya di depan pintu keluar ruangan.

. . .

Jiwoo telah kembali ke apartemennya, ia memasuki apartemen yang cukup berantakan itu dengan perasaan kosong, Jiwoo lalu menyandarkan tubuhnya di depan pintu, tubuhnya terlalu lemah untuk mencapai sofa, ia kemudian merogoh jaketnya untuk mencari ponsel disana.

Setelah mendapatkannya, Jiwoo mencari nomor Taeju dan hendak meneleponnya untuk menanyakan keadaan Mujin.

"Hallo, Ini aku Jiwoo"

Nada suara Jiwoo terdengar merendah dan lemah.

"Aku tidak bisa menghubungi Mujin, bagaimana keadaannya?"

Jiwoo kembali bertanya, tidak ingin membuang waktunya untuk berbasa-basi walaupun itu pertama kalinya ia menelepon Taeju.

"Bos tidak berada disini, aku pun sedang menunggu telepon darinya"

Taeju menjawabnya dengan nada datar dan dingin sementara Jiwoo sedikit tersentak.

"Dimana dia?"

Jiwoo bertanya dengan khawatir, tidak biasanya Taeju meninggalkan bosnya itu sendirian.

"Aku tidak tau"

Taeju menjawabnya dengan singkat.

Jiwoo kemudian mematikan panggilannya, kepalanya semakin berputar memikirkan kondisi Mujin yang entah berada dimana.

Jiwoo kemudian memasuki kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari sisa-sisa darah Gangjae yang sedari tadi ia tutupi dengan jubah milik Pildo, Jiwoo menyalakan shower dan membiarkan tubuh polosnya di guyur oleh air hangat yang keluar dari sana.

Jiwoo memejamkan matanya, mencoba melupakan sejenak kejadian hari ini, namun semua yang ia bayangkan adalah wajah Gangjae saat pria itu sekarat, Jiwoo kemudian dengan cepat membuka matanya lalu membersihkan semua noda darah yang ada pada dirinya.

Jiwoo sekarang mengerti mengapa Mujin memiliki gangguan tidur, ia tidak bisa membayangkan betapa menderitanya Mujin selama ini hidup dengan tangan yang di penuhi darah dari beratus orang yang sudah ia bunuh itu.

Membayangkannya membuat Jiwoo semakin mengkhawatirkan Mujin, Jiwoo kemudian memustukan untuk mencari keberadaan Mujin dimanapun ia berada.

Starry Night, Blurry Fate : Mujin x Jiwoo [END - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang