Suara kicauan dari berbagai macam burung terdengar bagai sebuah musik, ranting-ranting yang bergoyang pun menambah keindahan suasana pagi di puncak gunung itu.
Jiwoo yang masih mengantuk terlihat sedikit meregangkan tubuhnya, ia terlalu malas untuk bangun namun memaksakan matanya untuk terbuka, cuaca yang sangat dingin terasa menusuk kulitnya walaupun ia telah menggunakan selimut yang cukup tebal.
Jiwoo sedikit melirik ke samping untuk mencari keberadaan Mujin namun pria itu tidak berada disana, Mujin mempunyai kebiasaan untuk bangun terlebih dahulu sebelum Jiwoo, yang membuat Jiwoo bertanya-tanya apakah Mujin benar-benar tidur atau tidak.
Jiwoo kemudian bangkit dan merapikan tempat tidur mereka, melipat kasur tipis itu dan menyimpannya kembali pada rak yang tersedia disana, setelah itu Jiwoo membuka pintu kamar dan menemukan Mujin telah duduk di teras sembari meminum sesuatu yang nampak seperti sebuah teh.
"Apa kau bangun daritadi?"
Jiwoo bertanya sembari mendekati Mujin lalu duduk di sampingnya, matanya sedikit melirik ke arah gelas dan teko yang berada disana.
"Ya, sekitar dua jam yang lalu"
Mujin sedikit bergeser untuk memberi tempat duduk kepada Jiwoo, ia kemudian mengambil gelas yang lain dan menuangkan teh kedalamnya lalu memberikannya kepada Jiwoo.
"Minumlah, ini akan membuatmu hangat"
Mujin menyodorkan gelas itu dan di sambut oleh Jiwoo.
"Siapa yang membuat teh ini?"
Jiwoo bertanya sembari mencium aroma teh yang menenangkan itu sebelum meminumya.
"Penjaga kuil itu yang memberikannya padaku"
Mujin menjawabnya santai sembari meminum kembali tehnya yang telah tinggal setengah.
"Kau terlihat mempunyai hubungan yang baik dengannya"
Jiwoo sedikit melirik ke arah Mujin sembari menimbang-nimbang gelas yang ia pegang.
"Bisa dikatakan begitu, aku mengenalnya cukup lama, dia selalu membantuku di saat-saat seperti kemarin"
Mujin menoleh ke arah Jiwoo dan tersenyum tipis, kelopak mata bagian bawahnya terlihat sedikit memerah.
"Apa tidurmu nyenyak?"
Mujin kembali bertanya.
"Iya, lumayan..."
Jiwoo menjawabnya dengan sedikit terbata ketika tiba-tiba kenangan semalam terlintas di benaknya.
"Bagaimana dengan lukamu? Apakah masih sakit?"
Jiwoo bertanya sembari melirik ke arah perut Mujin yang masih terbalut jaket tebal berwarna hitam itu.
"Sudah jauh lebih baik, aku baru saja mengganti perbannya"
Mujin merendahkan nada suaranya, berusaha membuat Jiwoo untuk tidak mengkhawatirkannya.
"Aku tidak pernah melihatmu terluka begitu parah sebelumnya, pasti sangat sakit"
Nada suara Jiwoo terdengar sedikit bergetar, sorot matanya sedikit layu, ia masih berasa bersalah kepada Mujin.
"Rasanya memang cukup sakit namun aku menikmatinya, sudah sangat lama tidak terluka separah ini"
Mujin sedikit tersenyum sembari mengetuk-ngetuk ujung teras yang mereka duduki sembari, sorot matanya menatap lurus ke arah jalanan yang terlihat sepi.
Salju yang turun semakin tebal serta hembusan angin yang tiada henti membuat siapapun bergidik kedinginan, tidak terkecuali Jiwoo yang sedari tadi menggosokkan kedua tangannya untuk menyalurkan kehangatan kepada tubuhnya.
"Apa yang akan kau lakukan hari ini?"
Mujin kembali bertanya sembari meletakkan gelasnya dan mengambil kedua lengan Jiwoo menuju ke atas pahanya, menangkup kedua lengan itu menggunakan kedua lengannya lalu menggosoknya perlahan.
Kedua kulit itu bergesekan membuat sebuah getaran yang cukup membuat tubuh keduanya hangat, jari-jari panjang Mujin masih terus menggesek jari-jari lembut Jiwoo dengan telapak tangan mereka yang telah menyatu.
"Aku akan kembali ke kantor dan menyelidiki kasus ayah"
Jiwoo menoleh ke arah Mujin yang sedari tadi memandanginya.
"Aku juga akan mendatangi kantormu hari ini"
Jiwoo sedikit tersentak, ia membulatkan kedua matanya mendengar perkataan Mujin.
"Apa yang kau pikirkan? Apa kau akan menyerahkan diri?"
Jiwoo bertanya setengah memekik, bibirnya terasa kering dan sedikit berkedut di ujungnya.
Mujin tertawa pelan sembari menunduk, menatap tanah yang sudah tertutupi salju itu, pandangannya kosong dan teduh.
"Tentu saja tidak, justru aku akan membersihkan namaku"
Jiwoo melempar pandangan bingung ke arah Mujin yang masih menunduk.
"Aku membutuhkan bantuanmu"
Mujin kemudian tiba-tiba mengangkat wajahnya dan kembali menatap kedua mata Jiwoo dengan lekat, seolah memberinya isyarat untuk mengiyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starry Night, Blurry Fate : Mujin x Jiwoo [END - REVISI]
FanfictionDebur ombak dan aroma asin dari laut yang terbakar matahari, terlihat dua orang pria berdiri berdampingan di pinggirannya. ''Dia hanya seorang gadis kecil yang ingin membalas dendam, biarkan dia mendapat apa yang ia inginkan.'' Choi Mujin kembali me...