Jiwoo meminggirkan piring bekas sandwich mereka, lalu bergeser pada botul soju di atas meja, menuangkannya pada masing-masing gelas mereka, setelah melakukan cheers, mereka mulai menenggaknya dengan gaya masing-masing, Mujin yang sekali tenggak dan Jiwoo yang sedikit memberi waktu untuk tiap tenggakannya.
"Apa kau akan menginap?"
Jiwoo bertanya begitu tiba-tiba dengan nada polos dan santai.
"Ya, jika kau memperbolehkanku"
Mujin bertanya penasaran sembari meletakkan gelas yang sedari tadi ia pegang.
"Kau tidak perlu izin untuk itu"
Jiwoo lalu ikut meletakkan gelasnya ke atas meja dan kembali menyenderkan tubuhnya ke sofa, deru nafasnya terdengar begitu berat, seperti terdapat beban pada tiap tarikannya.
"Apa kau masih ingat ketika kita pertama kali berlatih?"
Mujin menyambung percakapan untuk mencairkan suasana.
"Iya, saat itu aku menendang dadamu begitu kuat, jika itu aku, mungkin aku akan pingsan"
Jiwoo sedikit terkekeh sementara Mujin tersenyum lebar, kenangan unik itu cukup berarti bagi mereka berdua.
"Benar, itu tendangan yang luar biasa untuk seorang pemula"
Mujin memuji Jiwoo dengan bangga.
"Mari kita lihat apa sekarang kau bisa mengenai titik lainnya"
Mujin kemudian bangkit dari sofa dan memberi Jiwoo kode untuk mengikutinya.
"Apa maksudmu?"
Jiwoo bangkit dengan raut wajah bingung, ia tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti Mujin menuju ruang tengah, ruangan itu cukup luas dan tidak ada benda-benda besar di sekitarnya, cukup untuk menjadi tempat mereka berlatih.
"Aku ingin lihat sejauh apa kemampuanmu, kau perlu melatihnya untuk melawan pembunuh ayahmu nanti"
Mujin kemudian berdiri di depan Jiwoo, mengambil posisi lalu menatap Jiwoo yang juga telah mengambil posisi terbaiknya.
"Majulah, serang aku"
Mujin memberi perintah agar Jiwoo menyerangnya.
Sepersekian detik kemudian, Jiwoo mulai melancarkan serangannya, bagian pelipis adalah titik utamanya, ia berusaha meninju pelipis Mujin namun dengan mudah tinjuannya di tangkis oleh kekasihnya itu.
Jiwoo kembali menyerang bagian dada Mujin dengan tendangan kuat namun lagi-lagi tendangan itu Mujin patahkan dengan tangkisan lengannya yang tak kalah kuat, cukup membuat Jiwoo menurunkan kakinya.
"Hanya segini?"
Mujin bertanya namun lebih terdengar mengejek membuat adrenalin Jiwoo semakin terpacu.
Jiwoo kemudian kembali mencoba menyerang bagian rahang Mujin dengan tinjuan kuat, namun Mujin terus menerus menangkisnya tanpa memberi serangan balik yang membuat Jiwoo merasa sedikit kesal.
Seolah paham dengan membaca raut wajah Jiwoo, Mujin mulai memberikan serangannya, di mulai dari tinjuan pada daerah dada Jiwoo dan secepat kilat Jiwoo menangkisnya, Mujin terlihat sedikit menyunggingkan senyuman saat mengetahui refleks Jiwoo yang begitu cepat.
Mujin kembali mencoba menendang bagian pergelangan kaki Jiwoo untuk menjatuhkannya namun Jiwoo telah menjadi sangat kuat, kedua kaki yang nampak mungil tersebut mampu menahan tendangan Mujin, ia berhasil bertahan dan berbalik menendang paha Mujin dengan kuat, membuat Mujin sedikit tersentak.
Jiwoo semakin bersemangat, ia mulai memukuli bagian dada Mujin dengan kuat, walaupun sebagian besar pukulan itu mampu di tahan oleh Mujin.
Mujin membiarkan Jiwoo terus menyerangnya, ia membaca setiap gerakan Jiwoo yang telah semakin baik, serangannya begitu tajam dan cepat, hampir mirip dengan gaya bertarungnya namun lebih kasar dan tergesa-gesa.
Jiwoo kemudian mengait kaki kiri Mujin menggunakan kaki kanannya lalu sedikit menekuknya untuk merobohkan pertahanan Mujin, namun keadaan berbanding terbalik, justru dirinya lah yang telah tumbang dengan sekali tarikan kaki Mujin.
Jiwoo berbaring di atas lantai merasakan sakit pada bagian pundak dan kepalanya karena terbentur lantai, sepersekian detik kemudian ia berguling untuk kembali bangkit dan berdiri tepat di depan Mujin.
"Kau tidak apa-apa?"
Mujin bertanya khawatir sembari mendekati Jiwoo untuk melihat keadaannya, ia tidak menyangka akan membuat Jiwoo terbanting.
"Tidak apa-apa, aku hanya kehilangan keseimbangan"
Jiwoo mengelak karena malu telah di kalahkan oleh Mujin.
"Baiklah, kurasa sudah cukup"
Mujin kemudian memegang pundak Jiwoo lalu membawanya kembali ke sofa, membiarkannya duduk disana lalu ikut duduk di sampingnya.
"Kau sangat hebat, Jiwoo-ya"
Mujin kembali memuji Jiwoo.
"Bagian tinjumu sangat kuat, namun kau terlalu ceroboh dan tidak memperhatikan titik awal yang ingin kau pukul"
Mujin melanjutkan sembari mengambil lengan kiri Jiwoo, mengusap punggung telapak tangannya yang terlihat memerah itu dengan lembut.
"Kau harus menekan titik yang ingin kau pukul dengan bagian ini, hanya dengan sekali pukulan kau akan merobohkan lawanmu"
Mujin terlihat menyapu pelan pada tumpukan tulang jari Jiwoo.
"Namun aku begitu kagum, tangan mungil ini mampu menyakitiku"
Mujin sedikit terkekeh ketika mengingat Jiwoo berhasil meninju bagian dadanya.
"Apakah sakit?"
Jiwoo bertanya sembari meletakkan tangan kanannya pada dada Mujin, mengusapnya pelan di balik balutan kemeja tersebut.
Mujin memegang lengan Jiwoo pada dadanya, menghentikannya dari kegiatan mengusap tersebut lalu mengarahkan lengannya pada wajahnya, merasakan ujung jari Jiwoo mengusapnya dengan lembut.
Pandangan mereka bertemu, manik-manik hitam milik Jiwoo tak kalah legam dari milik Mujin, keduanya melihat pantulan diri mereka dari masing-masing sepasang mata tersebut, tidak mengalihkan pandangan mereka sedetikpun.
"Sakit, hanya kau yang mampu menyakitiku"
Mujin kemudian menjawab pertanyaan Jiwoo dengan nada rendah, sebuah makna tersirat dari perkataannya tersebut, walaupun ia adalah seorang pemburu dan telah melewati banyak pertarungan, tidak ada yang pernah menyakitinya selain luka pada fisiknya.
Namun karena Jiwoo, Mujin merasakan arti sakit tersebut untuk pertama kalinya, saat Jiwoo mengacuhkannya atau saat melihatnya berada dekat dengan pria lain, Mujin benar-benar merasa sakit dan ia menikmatinya, Mujin menganggap semua rasa sakit itu sebagai cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Starry Night, Blurry Fate : Mujin x Jiwoo [END - REVISI]
FanfictionDebur ombak dan aroma asin dari laut yang terbakar matahari, terlihat dua orang pria berdiri berdampingan di pinggirannya. ''Dia hanya seorang gadis kecil yang ingin membalas dendam, biarkan dia mendapat apa yang ia inginkan.'' Choi Mujin kembali me...