LII.

779 102 24
                                    

Hembusan angin segar dan terik matahari yang menghangatkan menyambut kepulangan Jiwoo setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit, dengan langkah pelan dan lengan kirinya yang masih memakai alat bantu, Jiwoo keluar dari rumah sakit menuju parkiran dengan terburu-buru, seseorang yang berada disana telah menunggu kepulangannya.

Jiwoo mencari-cari mobil berwarna hitam yang akrab itu di antara berpuluh mobil lain yang terparkir disana, matanya lalu tertuju pada sebuah mobil di pojok parkiran dan mulai berjalan mendekatinya, dari kejauhan nampak bayangan seseorang terpantul dari dalam.

Jiwoo kemudian mengetuk kaca mobil itu dengan pelan, beberapa saat kemudian pintu mobil mewah itu terbuka, menampakkan Mujin yang perlahan keluar dari kursi pengemudi.

"Apakah kau telah menunggu lama?"

Jiwoo bertanya sembari memperhatikan raut wajah Mujin yang nampak lelah karena tidak bisa tidur selama Jiwoo berada di rumah sakit.

"Tidak juga, tidak masalah"

Mujin tersenyum tipis, menampakkan ujung bibirnya yang sedikit terangkat, tampan dan penuh kharisma yang membuat Jiwoo seketika bersemu, ia belum bisa beradaptasi dengan ketampanan kekasihnya itu.

"Ayo, masuklah"

Mujin kemudian memegang pundak Jiwoo dan mengarahkan nya untuk masuk ke dalam mobil sembari memegangi pinggiran pintu agar tidak mengenai kepala Jiwoo, memastikannya duduk dengan aman dan nyaman disana.

Bersamaan dengan Jiwoo yang memakai sabuk pengaman, Mujin telah masuk dan duduk di sampingnya lalu ikut memasang sabuk pengaman miliknya.

Mujin sedikit melirik Jiwoo untuk memastikan keadaannya lalu setelah itu mulai menarik tuas dan menyetir mobil itu keluar dari parkiran rumah sakit.

"Bagaimana keadaanmu, Jiwoo-ya?"

Mujin sesekali melirik ke arah Jiwoo, sementara kedua tangannya berada di setir untuk menyeimbangkan laju mobil.

"Aku sudah jauh lebih baik, lukaku pulih dengan cepat"

Jiwoo menjawabnya sembari menatap lengan kirinya yang masih terbalut perban dan berada di dalam gendongan penyangga tangan itu.

"Kau tidak seharusnya melakukan itu, kau tidak tau betapa terkejutnya aku saat itu"

Mujin terlihat meremas setir mobil dengan keras, mengingat kejadian itu kembali membuatnya merasa sesak.

"Aku tidak memiliki pilihan, kapten tidak akan berhenti mengejarmu jika aku tidak melakukan sesuatu"

Jiwoo menatap Mujin yang masih memandang lurus ke arah jalanan, kedua pupil matanya terlihat menghitam sempurna, seolah menahan sesuatu disana.

"Kau sangat mengenalku, aku tidak akan tertangkap"

Mujin menghela nafas berat, ujung jarinya mengetuk-ngetuk setir mobil dengan raut wajah menegang.

"Bahkan jika aku di tangkap, itu lebih baik daripada harus melihatmu melakukan itu tepat di depan mataku"

Mujin melanjutkan sembari menoleh ke arah Jiwoo, pandangan mereka pun bertemu, tatapan keduanya terlihat dalam dan penuh arti.

"Sebenarnya, beberapa waktu belakangan aku mempelajari sesuatu..."

Jiwoo mengalihkan pandangannya, sedikit menunduk menatap tuas mobil.

"Menurutku, sebuah hubungan adalah tentang dua orang yang saling membutuhkan, saling memberi lalu menerima, dan saling melindungi"

Jiwoo sedikit menghela nafas untuk menyambung perkataannya.

"Aku membutuhkanmu jadi aku memberimu apapun yang ku punya, aku membutuhkanmu jadi aku melindungimu sekuat yang ku bisa"

Jiwoo melanjutkan sementara Mujin hanya terdiam, ucapan Jiwoo berhasil menghangatkan dadanya yang sudah lama di biarkan dingin dan mengeras itu.

"Aku ingin menjadi wanitamu yang bisa diandalkan, aku tidak ingin melihatmu berjuang sendirian"

Jiwoo kembali menyambung perkataannya sementara Mujin telah memasang mode otomatis pada setir mobil lalu berbalik untuk menatap Jiwoo yang masih menundukkan wajahnya.

"Jiwoo-ya.."

Mujin menyentuh pipi kiri Jiwoo menggunakan lengan kanannya, menangkup lalu sedikit mengangkatnya hingga mereka kembali bertatapan.

"Aku sangat beruntung memilikimu"

Mujin melanjutkan sembari tersenyum lebar ke arah Jiwoo, kedua matanya terlihat tulus, tangannya yang selalu terasa dingin itu perlahan menghangat.

Mujin tidak pernah membayangkan tangan yang telah membunuh jiwa-jiwa yang tak terhitung jumlahnya dengan keji itu akan ia gunakan untuk menyentuh pipi seorang wanita.

"Aku lebih beruntung karena menjadi milikmu"

Jiwoo membalas sembari tersenyum cerah, sebuah senyuman yang hampir tidak pernah ia perlihatkan dari wajah murungnya.

Tanpa keduanya sadari, seiring dengan berjalannya waktu, dua orang yang terluka dan putus asa itu perlahan menemukan kembali kehidupan mereka yang hilang dengan saling mengisi kekosongan dan saling menjadi obat untuk satu sama lain, perasaan yang berawal dari rasa tanggungjawab dan utang budi itu kini telah tumbuh semakin dalam.

Starry Night, Blurry Fate : Mujin x Jiwoo [END - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang