LI.

869 110 63
                                    

Jiwoo mendongak ke arah sumber suara, memandangi sosok yang berdiri di depan ranjangnya, ia sangat mengenali pria itu walaupun setengah wajahnya tertutup masker melalui kedua mata yang tajam namun teduh itu.

"Sangat sakit"

Jiwoo menjawabnya dengan nada sedikit bergetar, jiwa kuatnya seketika melemah mendengar pertanyaan dari seseorang yang sangat ia rindukan itu, kedua matanya berbinar dengan bibir yang mengatup rapat.

Mujin kemudian mendekati Jiwoo dan berdiri di samping kirinya, memperhatikan keadaan Jiwoo dengan tatapan iba, matanya sama berbinarnya dengan milik Jiwoo.

Mujin meletakkan botol infus itu di atas meja dan membuka masker medisnya lalu dengan perlahan menyentuh lengan kiri Jiwoo, mengelus punggung tangan putih itu dengan lembut sembari menatap Jiwoo.

"Maafkan aku, Jiwoo-ya"

Mujin menatap Jiwoo lekat, tangan kanan yang dingin dan lembut miliknya terus mengusap tangan hangat Jiwoo, pandangan mereka bertemu cukup lama sampai Jiwoo membalas perkataannya.

"Kukira kau akan memarahiku"

Jiwoo sedikit tersenyum lemah ke arah Mujin, berusaha mencairkan suasana yang terasa haru itu.

"Aku menyuruhmu untuk menembakku, bukan menembak dirimu sendiri"

Mujin terdengar serak, rasa sakit dan bersalah terdengar jelas pada nada suaranya.

"Kau pikir aku akan melakukannya?"

Jiwoo kemudian mengangkat lengan kanannya lalu ikut mengusap lengan Mujin, menumpuknya bersamaan dengan gerakan lembut Mujin pada lengan kirinya.

"Jangan bertindak gegabah lagi"

Mujin merendahkan suaranya.

"Akan lebih baik jika kau membunuhku daripada aku harus melihatmu dalam keadaan seperti itu"

Mujin melanjutkan sembari menatap lekat Jiwoo, tatapan itu sangat menenangkan Jiwoo, bahkan rasa sakit pada lengannya menghilang dalam sekejap.

"Berhenti memintaku untuk membunuhmu, jika kau ingin sekali mati, cari saja orang lain untuk melakukannya"

Jiwoo terdengar sedikit meninggikan nada suaranya, ia selalu tidak dapat menahan amarahnya ketika Mujin membahas tentang kematian.

"Aku tidak akan mati, kau telah mengorbankan segalanya untuk nyawa ini, aku akan menjaganya agar terus bisa bersamamu"

Mujin tersenyum tulus kearah Jiwoo yang seketika membuatnya luluh, kedua mata Jiwoo kembali berbinar namun ia menahannya dengan sedikit menunduk.

"Bagaimana bisa kau kesini? Pildo dan beberapa polisi lain berjaga di depan, kau benar-benar nekat!"

Jiwoo menginterogasinya, ia seolah kehabisan akal dengan tindakan Mujin.

"Rumah sakit ini dan bahkan seluruh Seoul adalah wilayahku, Jiwoo-ya. Tidak ada tempat yang tidak bisa ku datangi"

Mujin merapatkan tubuhnya kepada Jiwoo lalu mengusap rambut Jiwoo dengan lembut dan searah, memberikannya kenyamanan dan kasih sayang.

"Aku merindukanmu"

Mujin kemudian mengecup kening Jiwoo dengan lembut.

Jiwoo merasakan bibir lembut itu pada keningnya, ia sedikit mendongak ketika Mujin melepas ciumannya, Jiwoo kemudian menarik jas perawat berwarna putih yang Mujin kenakan hingga mereka berhadapan.

Jiwoo sedikit menangkat kepalanya untuk meraih bibir Mujin, menciumnya dengan sungguh-sungguh, melepaskan kerinduan yang telah lama ia tahan.

Mujin menanggapinya dengan lembut, lumatan demi lumatan ia berikan pada bibir mungil Jiwoo, bibir bawahnya bertemu dengan bibir atas Jiwoo, menghisapnya pelan, dengan samar sebuah suara yang seirama terdengar, membuat keduanya semakin bersemangat.

Jiwoo kemudian mengalungkan lengan kanannya pada leher Mujin, menariknya untuk mengikutinya berbaring di atas ranjang, Mujin menahan dirinya dengan menginjak besi pada ranjang Jiwoo agar dirinya tidak menindih tubuh lemah Jiwoo.

Jiwoo terus melumat bibir dingin Mujin, seolah tidak ingin melepaskannya sedetikpun, kedua matanya terpejam merasakan sensasi yang ia rindukan itu, sementara Mujin hanya mengikuti arus, menanggapi setiap gerakan yang di berikan kekasihnya itu.

Keduanya makin larut dalam gejolak yang mereka rasakan, tangan Jiwoo meremas belakang rambut Mujin, rambut yang selalu terasa licin itu seolah menjadi candu bagi Jiwoo, sementara itu, Mujin menangkup kedua pipi Jiwoo untuk memperdalam ciuman mereka.

Jiwoo mulai terengah karena oksigen yang semakin menipis, Mujin menyadarinya lalu melepas tautan itu dengan perlahan, keduanya membuka mata dan saling bertatapan untuk beberapa saat, Jiwoo kemudian sedikit menyisir anak rambut Mujin kesamping, menyingkirkannya dari wajah tampan dan penuh kharisma kekasihnya itu.

"Kau harus pergi sekarang, sebelum seseorang melihatmu"

Jiwoo menahan senyumannya, ia merasa konyol melakukan hal 'liar' seperti barusan di rumah sakit, sementara Mujin hanya mengangguki pelan lalu bangkit dari pelukan Jiwoo.

Mujin kemudian terlihat merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah benda berwarna hitam dari sana.

"Aku tau kau kehilangan ponselmu, pakailah ini"

Mujin menyerahkan ponsel dengan merk ternama dan keluaran terbaru tersebut kepada Jiwoo.

"Aku akan meneleponmu dengan rutin hingga keadaanmu membaik"

Mujin menyelipkannya pada lengan kanan Jiwoo kemudian bersiap pergi dari sana.

"Istirahatlah, jaga dirimu"

Mujin kemudian mencium kening Jiwoo sekali lagi, setelah merasa cukup, Mujin memasang kembali maskernya lalu bergegas pergi dari sana.

"Mujin-ssi"

Jiwoo tiba-tiba memanggil Mujin yang seketika menghentikan langkahnya yang baru seberapa itu, Mujin kemudian berbalik dan kembali menatap Jiwoo.

"Aku mencintaimu"

Jiwoo merasakan dadanya kembali berdebar kencang, memompa darah yang membuat pipinya bersemu.

"Aku juga mencintaimu, Jiwoo-ya"

Mujin tersenyum ke arah Jiwoo, dadanya sama berdebarnya dengan milik Jiwoo, keduanya bertatapan cukup lama hingga pintu kembali terdengar terbuka, dengan panik Jiwoo memberi kode kepada Mujin untuk bergegas pergi.

Kali ini orang yang melewati pintu itu adalah Cha Giho, ia melangkahkan kakinya dengan terburu-buru ke arah Jiwoo, sementara itu Mujin sedikit menundukkan wajahnya ketika berpapasan dengan rivalnya tersebut, Cha Giho terlihat sedikit menoleh namun teralihkan ketika Jiwoo memanggilnya.

"Kapten, kau disini"

Jiwoo menyapa Cha Giho yang telah sampai di depan ranjangnya.

"Bagaimana keadaanmu, Jiwoo-ya?"

Cha Giho bertanya dengan serius sementara Mujin telah berhasil keluar dari ruangan tersebut.

Starry Night, Blurry Fate : Mujin x Jiwoo [END - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang