13. Gak peka

56 9 108
                                    

"Hallo ayah..." Ucap Alaya yang sedang bertelepon dengan Satya sembari membereskan pakaiannya.

"Kemana aja? Ayah telepon tidak di angkat, sibuk banget yah? Biasanya juga kau yang menelepon ayah atau bunda."

"Maaf ayah, habisnya aku kan habis di culik--" Alaya segera menutup mulutnya karena keceplosan.

"Hah? Culik? Kau mau meledek ayah yah? Kayak bunda..."

Alaya menghela nafas lega, ada keuntungan juga jika ayahnya adalah mantan penculik.

"Iya dong..."

"Dasar!"

"Oh iya ayah, aku ketemu pangeran aku loh yah..." Saat mengatakan itu Alaya senyum-senyum kepedean sembari mengingat Altaf.

"Pangeran? Oh iya? Siapa kenalin sama ayah."

"Nanti aku kenalin, dia juga punya kesamaan yang cukup banyak dengan ayah."

"Oh iya? Apakah nanti akan ada Satya dan Alana kedua? Hehe canda, tidak ada yang mengantikan ayah dan bunda yah." Gurau Satya cekikikan.

"Tenang saja ayah, tidak akan ada Satya dan Alana kedua kok, kalian tetap kalian... Tak tergantikan."

"Hmm, oke-oke tapi namanya siapa? Coba ceritakan bagaimana dia."

"Dia itu orangnya kaku, selalu serius menghadapi sesuatu kayak ayah, licik juga sih kayak ayah.."

"Oh licik yah?"

"Iya yah, kita manusia biasa..." Alaya tertawa puas.

"Oke oke ada lagi?"

"Dia itu tinggi, senyumnya manis..."

"Hm kasmaran... Tapi ingat yah, jangan berlebihan kau masih kecil, mau kuliah dulu kan?"

"Maunya sih langsung nikah haha."

"Bukannya ayah ngelarang tapi kan ayah sudah mendaftarkan mu ke kampus kak Naina dulu."

"Iya iya... Nanti udah lulus aja nikahnya."

"Oke bagus, oh iya namanya si pangeran siapa?"

"Altaf..." Spontan Alaya menjawab.

"Altaf? Altaf apa?" Ucap Satya terdengar serius.

"Altaf Faiq..."

"Kau tahu nama ibunya atau saudaranya?"

"Tahu, nama kakaknya Raina, oh iya kak Raina juga ternyata adik kakak sama kak Arkan..."

Tut.

Satya mematikan sambungan teleponnya sepihak hal itu membuat Alaya bertanya-tanya, tidak biasanya ayahnya seperti itu.

Alaya memilih segera membenarkan rambutnya karena hari ini mereka akan pulang ke rumah––rasanya Alaya benar-benar rindu dengan rumah––tempat dimana ia merasa nyaman.

Tapi sebelum benar-benar keluar dari kamarnya––Alaya memegang dadanya yang terasa berdegup kencang ketika kepalanya mulai mengingat kejadian semalam, dimana Altaf menolongnya dan dirinya tidak tahu bagaimana keadaan pria itu sekarang, apakah sudah sadar atau belum.

Kak Altaf... Bagaimana ini, aku ingin bertemu dengan mu batin gadis itu.

Alaya mengalihkan pandangannya pada ponselnya––ia menyimpan nomer Angga.

Dengan segera Alaya menghubungi Angga.

"Hallo..."

"Alaya, ada apa? Semua baik-baik saja kan?" Nada bicara Angga terdengar panik.

CERITA KITA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang