EE | 3

427 35 4
                                    

Gue terbangun karena sinar matahari yang masuk ke kamar gue melalui sela-sela gorden.

"Kok Mama ga bangunin ya?" Batin gue sambil meraba kasur untuk mencari handphone.

213 missed calls

"Hah?! Siapa yang nelfon sebanyak ini?!" Gue refleks memposisikan diri untuk duduk karena terkejut.

50 missed calls Mama

23 missed calls Tante Lyra

30 missed calls nomor tidak dikenal

110 missed calls Papa

Kepala pusing dan tangan tremor karena memikirkan banyak hal. Gue mencoba menelfon Mama tapi handphonenya tidak aktif.

"Haduh! Harus apa nih?" Gue mondar-mandir mencari handuk dan apapun yang sebenarnya gue ga tau ingin mengambil apa. Gue mencuci muka dan menyikat gigi sambil menelfon Papa.

Gue langsung berlari menuju halte bus setelah mengambil tas selempang dan handphone gue.

"Haduh! Gue mau ke arah mana sebenarnya?!" Gumam gue panik melihat jadwal kedatangan bus.

Gue terus menghubungi Papa.

"Kei." Kata Papa akhirnya mengangkat telepon.

"Papa kenapa telfon Kei banyak banget?"

"Mama lagi di ICU karena pingsan tadi malam."

"Hah?! Pingsan tadi malam? Terus sekarang udah sadar?"

Gue langsung naik ke bus yang berhenti di depan halte dan membayar melalui aplikasi lalu mencari tempat duduk. Bus itu tidak menuju ke rumah sakit. Gue harus turun di dua halte selanjutnya dan naik lagi ke bus yang menuju rumah sakit karena bus yang langsung menuju rumah sakit masih sekitar satu setengah jam lagi dari halte di dekat rumah gue.

Gue menutup telepon saat Papa bilang baterai handphonenya tersisa sepuluh persen lagi.

"Haduh, Kei! Bisa-bisanya lo tidur pulas saat nyokap lo butuh elo!" Gue mengutuki diri sambil memukul kepala menggunakan tangan.

Gue turun saat bus sudah melewati dua halte dan segera naik saat bus selanjutnya datang. Sayangnya, gue ga mendapatkan kursi untuk duduk, padahal kaki gue terasa sangat lemas.

"Jangan pusing, Kei." Batin gue sambil memijat pelipis gue, "jangan ngerepotin orang lain."

Gue langsung berlari menuju ICU saat bus berhenti di depan halte rumah sakit.

Papa memberikan botol berisi air mineral, "atur dulu napasnya."

Gue duduk di sebelah papa sambil mengatur napas dan melihat Mama dari kaca ruang ICU.

"Tadi malam kemana?" Tanya Papa.

"Udah tidur, handphonenya di silent." Jawab gue pelan, "maaf, Pa."

"Kamu tau Mama sakit?"

Gue menggelengkan kepala, "Mama sakit apa?"

"Simplenya Mama punya penyakit jantung."

"Kei kok ga tau?"

"Beberapa tahun ini udah ga pernah kambuh."

"Terus apa yang buat kambuh?"

"Kata dokter tadi karena kecapekan."

"Emang kemarin ada berapa jadwal operasi?"

"Papa ga tau, tapi ada dua operasi yang di luar jadwal karna gawat darurat."

"Papa udah sarapan?"

"Belum sempat."

"Kei beliin ya?"

Papa mengambil dompetnya dari saku celana dan memberi gue beberapa lembar uang. Gue berjalan menuju kantin rumah sakit.

"Wah rotinya keliatan enak-enak banget." batin gue.

"Selamat pagi, ada yang mau dipesan?" Tanya seorang wanita dari balik etalase roti.

"Cheese cake nya satu."

"Strawberry atau blueberry atau red velvet atau tiramisu?

"Masing-masing satu."

"Ada tambahan?"

Gue membaca menu yang berada di dinding, "ada nasi goreng?"

"Ada, tapi ditunggu dulu. Mau?"

Gue mengangguk, "dibungkus terus tambah dua teh panas."

Gue membayar saat wanita itu memberi totalan harga dan duduk menunggu pesanan.

"Demi apapun lo bego banget bisa sampe hamil." Kata seorang cowok yang duduk di sudut kantin sedang memarahi seorang cewek yang di depannya, "sekarang bukan cuma jadi aib lo tapi juga aib keluarga."

"Terus gimana sekarang? Lo mau gimana?" Tanya cowok itu lagi, "bokap kita bakalan di pecat kalau tau anaknya ga bener."

Gue memainkan handphone untuk mengalihkan pendengaran gue dari pertengkaran antara dua bersaudara itu.

Tak lama, seorang wanita mengantarkan pesanan gue dan gue kembali menemani Papa menunggu Mama.

Waktu makan siang pun gue kembali membeli makanan di kantin rumah sakit.

Hingga sore, mama tak kunjung sadarkan diri.

Jam menunjukan pukul sembilan malam. Namun belum ada tanda kesadaran dari Mama.

"Besok kamu sekolah kan?" Tanya Papa, "mau pulang?"

Gue langsung menggelengkan kepala. Pertama, gue takut banget jalanan malam hari. Kedua, gue takut banget ketiduran dan ga tau kabar tentang Mama.

"Terus mau tidur dimana?" Tanya Papa.

"Disini aja."

"Biasanya ga boleh nunggu di dekat ruang ICU kalau udah malam."

"Yaudah di ruang tunggu dekat pendaftaran aja."

"Papa beli kopi dulu ya," ucap Papa, "mau dibeliin apa?"

Gue menggelengkan kepala.

"Sehari bolos gapapa kan ya?" gumam gue, "gue ga bolos karena males kok."

Gue tak berpindah tempat agar bisa terus melihat Mama. Selagi tak ada orang yang menyuruh gue pindah, kenapa gue harus pindah?

Hari ini sangat berbeda, panik, bingung dan capek yang sangat susah dijelaskan. Gue memejamkan mata untuk berdoa.





- xoxo, ririrei -

EX ENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang