EE | 4

399 33 0
                                    

"Code blue! Code blue!" Seseorang berteriak diiringi larian beberapa orang yang melewati gue.

"Code blue!" Seseorang berteriak lagi, "ICU!"

Gue terbangun saat mendengar kata ICU dengan jelas.

Ini bukan mimpi.

Pukul tujuh lewat empat puluh lima menit.

Gue mencoba memahami keadaan, "gue bolos sekolah?"

Gue melihat Papa berdiri di dekat kaca pembatas antara ruang tunggu dan ruang ICU.

Gue berdiri di sebelah Papa menghadap kaca ruang ICU. Mama dikelilingi beberapa tenaga medis yang mungkin tadi berteriak 'Code blue' dan berlari tergesa-gesa saat gue tertidur.

Code blue adalah kode isyarat yang digunakan dalam rumah sakit yang menandakan adanya seorang pasien yang sedang mengalami serangan jantung (cardiac arrest) atau mengalami situasi gagal nafas akut (respiratory arrest) dan situasi darurat lainnya menyangkut nyawa pasien.

"M-mama gapapa kan, Pa?" Tanya gue dengan telapak tangan saling menggenggam karena takut.

Gue takut.

Takut sendirian.

Takut berjuang sendirian.

Takut dewasa tanpa Mama.

Takut semua hal cuma berupa kecewa.

Takut semua realita ga seindah yang gue bayangkan.

Takut mimpi indah gue cuma bisa gue kubur.

Takut ga punya pegangan saat gue bingung harus jadi wanita yang seperti apa.

"Ma, sembuh ya." batin gue sambil menatap para tenaga medis yang sedang berusaha, "Kei ga tau arah kalau ga ada mama."

Papa merangkul gue, "yakin semua hal itu yang terbaik ya."

Air mata gue menetes tanpa gue pinta.

Seorang dokter keluar dari ruang ICU dan menghampiri Papa.

Gue dengar, tapi gue menolak untuk menerimanya.

Monitor di dalam ruang ICU menunjukan garis lurus tanda tak ada kehidupan untuk seseorang yang tertidur disana.

Gue masuk ke ruangan ICU dengan perasaan yang ga bisa gue jelaskan. Gue bahkan ga bisa ngerasain kalau kaki ini masih menapak. Rasanya semua terbang seperti mimpi. Perawat bergeser saat melihat gue mendekat ke Mama.

Gue ga mau nangis, tapi air mata terus mengalir seakan tak berujung.

Gue ga tau gue harus apa?

Gue ga tau gue harus gimana?

Haruskah gue menghentikan perawat membereskan alat-alat yang membantu Mama hidup?

Rasanya gue juga ikut mati.

Papa mengelus kepala gue, "masih ada Papa, Kei."

Gue menggenggam tangan Mama dan tangisan gue semakin pecah.

Gue terus menangis, padahal gue tau gue ga mungkin bisa buat Mama kembali hidup.

Gue tau ini takdir gue.

Tapi, kenapa harus gue?

Karna gue sanggup?

Ga, gue ga sanggup.

"Papa ke administrasi dulu ya." Kata Papa berbisik sambil mengelus punggung gue.

Gue menatap wajah Mama yang masih cantik dan terlihat hanya seperti sedang tertidur sebentar walaupun gue tau Mama ga cuma tertidur sebentar.

Seorang perawat membawa surat untuk mengurus pemakaman Mama karena Papa sudah mengurus administrasi.

Gue memeluk Mama untuk yang terakhir kali lalu menunggu Papa di taman rumah sakit yang lumayan jauh dari ruang ICU.

10 missed calls Zayyan

30 new messages from Zayyan

Kei

Kantin yuk

Lapar gue, belum sarapan

Bales dulu

Jangan fokus nonton drama

Jangan bales dalam hati

Tutup dulu wattpadnya

Lo ga mau ke kantin?

Udah sarapan ya?

Ya biasanya juga gitu sih

Tapi ayolah temenin gue

Eh lo kemana sih?

Toilet ya?

Panggilan alam?

Kok kata Dissa lo belum datang?

Jangan bilang lo belum berangkat?

Atau belum bangun?

Tumben amat nih cewek belum dateng ke sekolah

Lo kemana, Kei?

Ga ketiduran kan?

Kalo ketiduran, gue marah

Pasti karna nonton drama atau baca wattpad sampe lupa waktu tidur

Bentar lagi bel masuk bunyi

Lo kemana sih?

Gue telfon ga diangkat

Nomer nyokap lo juga ga aktif

Telefon rumah juga ga ada yang angkat

Lo ga sekolah, Kei?

Sakit kah?

Ga sakit kan?

Gue membalas chat Zayyan.

Ja, mama meninggal. Siang ini dimakamkan.

Gue melamun sambil melihat anak perempuan membawa boneka sedang bercanda dengan laki-laki dengan perawakan sekitar dua tahun lebih tua darinya yang sedang duduk di kursi roda.

"Kalau gue punya abang, gue bisa lanjutin nangis." gumam gue, "bakalan ada yang peluk gue, yang tenangin gue. Ga kayak sekarang, gue sendirian."



- xoxo, ririrei -

EX ENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang