EE | 36

54 11 0
                                    

Gue duduk di bangku yang berada di depan kelas 10 MIA 2 sambil memasang earphone untuk menonton drama yang tertunda.

"Kakaknya baik banget ngejagain adiknya gitu." Gumam gue saat adegan seorang kakak cowok memberi peringatan kepada teman kelas yang mengganggu adiknya.

Seseorang duduk disebelah gue sambil mengambil salah satu earphone yang gue gunakan.

"Nonton apa sih?" Tanya Kak Zayden.

"Drama."

"Ya gue tau, judulnya apa?"

"Zayden si penganggu."

"Heh!" Ucapnya sambil memukul kepala gue dengan selembar kertas yang digulung.

"Heh! Ga sopan!" Kata gue sambil mencubit lengan Kak Zayden.

"Heh cubit-cubit." Kata Kak Zayden mengusap lengannya.

Gue menghentikan drama yang sedang gue tonton, "kenapa pukul-pukul?"

"Sorry ya." Ucap Kak Zayden sambil mengelus kepala gue.

Gue refleks mengangkat tangan untuk menyingkirkan tangan Kak Zayden.

"Lo ngapain sih pagi-pagi disini?" Tanya gue.

"Ya mau sekolah lah, mau belajar."

"Maksud gue kenapa jalannya ke kelas sepuluh?"

"Oh, gue mau kasih ini." Kata Kak Zayden sambil memberi selembar kertas, "ini daftar yang disetujui ketua bidang dan ketua ekskul."

"Disetujui berarti jadi projectnya mereka?"

Kak Zayden mengangguk, "project terdekat yang harus dilaksanakan dari bidang minat dan bakat."

"Lukis?"

Kak Zayden mengangguk lagi.

"Biasanya peralatan kayak kanvas dan cat yang sediain panitia atau peserta?"

"Tergantung kesepakatan panitia. Lo tanya sama Galen gimana baiknya."

Gue mengangguk dan mengirim pesan kepada Kak Galen untuk menanyakan project bidang minat dan bakat.

"Gimana gibahan lo kemarin sama Gavesha?"

"Ga gimana-gimana."

"Ada yang seru ga?"

"Oh gue mau nanya."

"Gue mau jawab."

Gue diam sejenak karena respon tak terduga dari Kak Zayden, "ibu yang ngobrol sama lo waktu kita mau ke ruang OSIS itu siapa?"

"Ibu?" Tanyanya dengan raut wajah sedang mengingat.

"Iya, yang awalnya ngobrol sama Kak Charissa dan Kak Laquitta."

"Oh! Tante Saras?"

Gue mengangguk.

"Lo beneran ga tau?"

Gue menggelengkan kepala, "kalau gue tau ya gue ga tanya sama lo, Kak."

"Bisa aja lo cuma ngetes gue."

"Males banget!"

Kak Zayden terkekeh, "lo mau jawaban yang semua orang tau atau gue yang tau?"

"Apa bedanya?"

"Semua orang  tau kalau Tante Saras itu penyalur dana terbesar untuk SMA Pelita Nusantara."

"Alasannya apa?"

"Alasannya gue yang tau."

"YA INI GUE TANYA SAMA LO KAK ZAYDEN!"

"Hahahaha bisa budek gue lama-lama nih!"

"Emosi banget ngobrol sama lo."

"Karena anaknya sekolah disini juga."

"Siapa?"

"Kakak lo."

"Jangan bercanda! Gue ga punya kakak."

"Jarvin bukan kakak lo?"

Gue refleks menoleh ke arah Kak Zayden karena pertanyaannya yang cukup membuat gue terkejut.

"Bukan kakak lo?" Kak Zayden bertanya lagi.

"Lo tau darimana?"

"Pas lo tiba-tiba masuk ke apartmentnya gue bingung, perasaan gue udah tutup pintunya dengan rapat tapi kenapa lo bisa masuk kalau lo ga tau password pintu apartmentnya?"

"Lo belum rapat tutup pintunya."

"Terus ada paket di depan apartment Jarvin atas nama lo."

"Oh, itu salah taro pengantar paketnya." Ucap gue mencari alasan.

"Alamat dan nomornya kenapa bisa sama kayak apartment Jarvin? 524."

"Sut..sut! Udah mulai banyak yang datang, nanti gue dijadiin bahan fitnah lagi." Kata gue menyenggol pelan lengan Kak Zayden, "balik ke kelas sana lo."

"Kei!" Gavesha berlari ke arah gue.

"Udah sana lo balik ke kelas lo." Bisik gue kepada Kak Zayden.

"Gue mau tau banyak tentang lo." Ucap Kak Zayden.

"Hah? Kak Zayden mau tau apa tentang Keisi?" Tanya Gavesha.

"Mau tau semuanya!" Jawab Kak Zayden kemudian berjalan meninggalkan gue dan Gavesha.

"Semuanya apa, Kei?" Tanya Gavesha.

Gue hanya menggelengkan kepala sebagai jawaban untuk semua pertanyaan.



- xoxo, ririrei -

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EX ENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang