EE | 12

347 26 0
                                    

Gue mandi sore dan keramas untuk menjernihkan pikiran lalu kembali duduk di ruang keluarga untuk melanjutkan tugas gue yang tertunda tadi. Namun, gue malah semakin memikirkan hal lain untuk dihubungkan dengan pikiran sebelumnya.

Apa gue ngedeketin Kak Zayden buat cari informasi tentang Kak Jarvin ya?

Ah, mana mungkin bisa.

Palingan nanti dia ngeledekin terus kalau gue bertanya tentang Kak Jarvin.

Tapi gue penasaran tentang Kak Jarvin.

Tapi gue juga takut kalau sebuah kebenaran yang bakalan terungkap mungkin menyakitkan.

Tapi gue penasaran.

"Tadi biologi udah selesai, terus seni ga ada tugas. Ah! Sial! Gimana lagi nih cara ngerjain fisika." Umpat gue.

Gue mengirimkan foto soal ke Zayyan berharap ada bantuan dari dia.

"Fisikaaa oh fisika, buat apa gue menghitung air yang bocor di ember? Gue mandinya pake shower."

"Fisika tuh gampang." Ucap Kak Jarvin melewati gue.

"Ajarin gue kalau gitu."

"Males."

"Nyebelin banget tuh manusia satu." Batin gue.

Gue melihat soal tugas fisika lagi, "aaaaaaaaaa."

"Berisik." Ucap Kak Jarvin sambil membuka bungkus makanan.

"Lo makan malam kok ga ngajak gue?"

"Beli sendiri."

"Salah banget gue nanya lo."

Gue membereskan buku-buku lalu menuju kantin yang berada di lantai bawah apartment. Papa memang pernah bilang kalau papa belum pulang, bisa telepon pesan-antar makanan atau ke kantin apartment. 

Gue duduk di meja yang menghadap ke arah jalan raya sambil membaca daftar menu.

"Selamat malam, ada yang bisa dibantu?" Ucap seorang lelaki menghampiri gue hendak mencatat pesanan.

"Saya minta kertas buat catat pesanannya bisa ga? Soalnya saya baru pertama kali makan disini, jadi masih mau lihat-lihat menunya dulu."

"Boleh, kak. Ini kertas dan pulpennya. Nanti bisa dikasih ke kasir ya, Kak. Terimakasih."

"Terimakasih kembali."

Gue membaca buku menu lagi, "enaknya makan apa ya?"

"Beef with black pepper sauce enak tuh." Jawab seorang laki-laki yang mulai gue kenal suaranya duduk di sebelah gue.

Gue menoleh, "Hadeh, Kak Zayden lagi."

"Hahaha kok kayak bosan gitu?"

"Emang bosan ketemu lo terus."

"Sok-sok bosen, belum aja ngerasain kangen."

"Dih."

"Jadi makan ga?"

"Masih milih." Kata gue yang masih membaca menu.

"Percaya sama gue, Beef with black pepper sauce enak."

"Percaya sama lo?"

"Iya."

"Dosa! Percaya sama Tuhan."

"Ngeselin juga ya lo."

Gue menulis Beef with black pepper sauce dan air mineral di kertas pesanan.

"Gue juga dong." Pinta Kak Zayden.

"Lo panggil lah mas nya sendiri."

"Halah, sekalian tinggal tulis angka dua." Kak Zayden mengambil kertas dan pulpen yang gue pegang lalu menuliskan angka dua.

"Lo kasih kasir sana. Bilang bayarnya masing-masing." Suruh gue.

Kak Zayden berjalan menuju kasir tanpa protes.

"Loh tumben ga protes?" Gumam gue sambil memperhatikan Kak Zayden berjalan menuju kasir.

Gue menatap mobil yang melewati jalanan di depan kantin apartment.

"Kok lo ga beli makanan yang pesan-antar aja?" Tanya Kak Zayden saat kembali sambil membawa dua botol berisi air mineral.

"Gue belum pernah makan disini," ucap gue, "bayarnya setelah makan atau sebelum makan?"

"Udah gue bayarin."

"Hah? Lo budek ya? Tadi kan gue bilang bayar sendiri."

"Gapapa, ucapan maaf gue tadi pagi isengin lo."

"OH! JADI BENER TADI PAGI LO NGERJAIN GUE?!" Teriak gue yang membuat tatapan pengunjung mengarah pada gue.

"Ha kan malu lo teriak-teriak." Ledek Kak Zayden.

"Ish."

"Daddy, aku mau tas GUCCIK ini lucu buat sekolah." Kata seorang perempuan yang duduk dibelakang gue.

"Buset dah untuk sekolah mintanya tas GUCCIK." Bisik gue.

Kak Zayden menoleh sedikit ke arah belakang, "ga kecil ah, mukanya tua."

"Kelas dua belas mungkin?"

"Mungkin, imutan lo mukanya."

"Udah ah, lagian dia minta sama bapaknya juga."

"Ya sayang ya? Beliin ini lucu." Perempuan itu meminta dengan nada manja yang berhasil membuat gue dan Kak Zayden saling bertatapan bingung.

"Buset, sayang katanya," bisik Kak Zayden, "lo jangan gitu ya."

"Jangan gitu gimana?"

"Jadi sugar baby."

Gue terkekeh mendengar ucapan lelaki dengan kaos putih itu. Disaat yang sama, makanan gue dan Kak Zayden pun diantarkan oleh pelayan.

Ternyata Kak Zayden ga semenyebalkan itu.

Apa benar gue harus mendekati Kak Zayden untuk cari informasi tentang Kak Jarvin?



- xoxo, ririrei -

EX ENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang