EE | 11

357 25 0
                                    

Hari pertama di sekolah baru cukup menyenangkan untuk gue. Wali kelas dan teman kelas yang baik juga menjadi salah satu yang membuat gue nyaman.

Pulang sekolah dengan Gavesha juga menyenangkan. Pertama kalinya gue naik LRT dan juga Gavesha menceritakan tentang banyak hal, mulai dari tentang SMA Pelita Nusantara sampai cafe hits di dekat sekolah.

Pukul dua lewat tiga puluh empat menit gue sudah sampai di apartment. Sekolah baru gue masuk pukul delapan pagi dan pulang pukul dua siang. Singkat, tapi terasa efektif. 

Gue segera berganti pakaian dan mengerjakan tugas yang diberikan tadi sambil menonton drama di ruang keluarga.

Terdengar pintu apartment terbuka dengan suara Kak Jarvin yang sedang bernyanyi.

"Ck." Katanya berjalan menuju tangga.

"Lo kenapa sih?" Tanya gue.

Kak Jarvin membalikkan badannya saat sudah menaiki beberapa anak tangga, "kenapa apanya?"

"Sikap lo tuh dingin tapi kenapa selalu ngajak ribut?"

"Karna gue benci sama lo."

"Salah gue apa?"

"Gue tanya deh, lo kenapa pindah tinggal disini?"

"Karna ikut papa."

"Sebelumnya lo dimana?"

"Di Kompleks Guardian."

"Sama siapa lo disana?"

"Kok lo kayak petugas sensus penduduk?"

"Sama siapa lo disana?" Kak Jarvin mengulang pertanyannya.

"Mama, tapi mama udah meninggal. Jadi gue ikut papa kesini."

"Kita beda ibu." Ucapan Kak Jarvin membuat otak gue berpikir sangat cepat dan banyak hal yang ingin dikaitkan.

"M-maksud lo papa punya dua istri?"

Kak Jarvin mengangguk, "tapi gue ga peduli."

"Terus lo kenapa benci sama gue? Harusnya lo benci sama papa yang lo sebut ayah."

"Karna cuma lo yang punya nama Juan, padahal gue juga anak bokap." Jawab Kak Jarvin kembali menaiki tangga menuju kamarnya.

Gue mematikan TV dan berjalan menuju rooftop apartment untuk merapihkan pikiran gue.

Gue menghirup udara segar sedalam-dalamnya dan menghembuskan kembali sambil memasang earphone. Gue melihat pemandangan bukit dan kebun bunga yang luas dari kejauhan sambil mendengarkan playlist.

Kita beda ibu.

Gue benci sama lo.

Karna cuma lo yang punya nama Juan.

Beberapa perkataan Kak Jarvin terus berputar di kepala gue.

Papa sebenarnya menyembunyikan apa?

Kalau ibunya Kak Jarvin yang mengganggu keluarga gue, kenapa usia Kak Jarvin lebih tua dari gue?

Kalau Kak Jarvin lebih tua dari gue, berarti papa punya hubungan dengan ibunya Kak Jarvin sebelum bertemu dengan mama.

Tapi gue ga bisa terima kalau sebenarnya mama yang menjadi pengganggu keluarga Kak Jarvin.

Kalau mama yang menjadi pengganggu, kenapa malah nama belakang gue yang ada nama Juan nya?

Kenapa nama belakang Kak Jarvin ga ada nama Juan nya?

Gue mencari nama Mallory di kolom pencarian internet, tetapi tak menemukan garis keturunan Kak Jarvin. Akun sosial medianya pun dalam mode pribadi yang artinya hanya pengguna yang dia terima dapat melihat aktivitas akun tersebut.

Gue mematikan lagu dan memasukan handphone serta earphone ke dalam saku celana.

Sebenarnya Kak Jarvin itu siapa?

Hubungannya dengan papa apa selain seorang anak?

Siapa ibunya Kak Jarvin?

Dimana dia? Gue ga pernah tau.

Atau karena gue disini, ibunya Kak Jarvin ga diizinin tinggal disini juga?

Jadi apartment ini bukan cuma tempat kerja dan beristirahat saat papa lembur?

"Aaaaaaaaaaaaaaaaa!" Teriak gue mengeluarkan pikiran yang makin kusut.

"Udah lama ga ada yang teriak di rooftop." Kata seseorang yang membuat gue kaget.

"K-kak Zayden?" Kata gue saat menoleh ke sumber suara.

"Loh, si anak baru ternyata." Lanjut dia saat menoleh ke gue, "Kok lo tau nama gue Zayden?"

"Gue baca nama di seragam lo."

"Oh gue ditandain ceritanya?"

"Iya, soalnya menyebalkan."

"Kirain karna gue ganteng."

"Dih."

"Lo tinggal disini juga?"

"Iya."

"Lantai berapa?"

"Lima."

"Oh, gue lantai empat belas."

"Gue ga nanya."

"Kali aja nanti butuh bantuan gue." Ucapnya, "by the way, temen gue ada yang tinggal di lantai lima juga."

"Ga peduli."

"Itu si Jarvin, yang ga minat sama lo tadi pagi."

Gue tersedak ludah sendiri saat mendengar nama Kak Jarvin.

"Dih ngapa lo tersedak padahal ga minum?" Tanya Kak Zayden, "salting lo?"

"L-lo udah kenal lama sama Kak Jarvin?"

"Dari SD. Gue rasa lo suka ya sama Jarvin?"

"Engga."

"Ya gitu kalo suka mana mau ngaku."

"Dih."

"Lo ngapa teriak tadi?"

"Gapapa."

"Terakhir kali ada yang teriak disini, besok paginya udah mati."

Gue terdiam melihat ke arah jalanan di bawah apartment. Seketika gue merasa merinding membayangkan jatuh dari rooftop.



- xoxo, ririrei -

EX ENEMYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang