BAB 8 : IDE GILA

2.6K 519 17
                                    

Sejak hari itu Aril secara rutin bermain dengan Pangeran ketiga yang dia panggil Hanzel. Cukup menyenangkan bermain seperti anak kecil lagi. Lagi pula dia juga tidak ingin cepat-cepat dewasa, tapi pemikiran ini sudah dewasa mau bagaimana lagi.

Hanzel semakin terbuka dan melihat perilakunya juga sepertinya dia terlihat baik-baik saja. Bahkan Hanzel juga sempat bercerita jika dia tidak suka berlatih pedang dengan pelatihnya itu.

"Pelatih sangat keras padaku Aril. Aku tidak suka. Aku tidak suka kekerasan."

Yah, lagi pula siapa yang mau terus dibentak dan dicaci maki selama sesi pelatihan. Tentu saja dia tidak mau juga.

"Han, ayo bermain sepak bola bagaimana?"

"Huh? Sepak? Bola? Sepak bola itu apa?"

Aril melupakan sesuatu disini. Sepertinya istilah sepak bola tidak ada di dunia ini.

"Hmm... Main kelereng? Lompat tali? Tidak, jangan itu, apa ya?"

Hanzel yang melihat bagaimana teman bermain selama sebulan ini bergumam tidak jelas. Penampilannya yang begitu menarik membuat Hanzel tidak bisa menolak untuk menatapnya terus. Surai seputih salju yang mengkilat dibawah sinar matahari dengan angin yang berhembus menerbangkan beberapa helai rambutnya. Jangan lupakan netra merah ruby-nya itu. Hanzel mendengar jika keturunan Merlin memiliki netra merah ruby, seperti yang Duke Merlin dan juga Aril miliki.

"Hanzel, terserah kita mau main apa deh. Aku tidak tau harus bermain apa sekarang." Lirih Aril yang sudah bergulat dengan isi pemikirannya.

Hanzel terkekeh melihatnya. "Kita bisa minum teh saja."

Aril mengingat-ingat jika semenjak kemari mereka berdua memang tidak pernah minum teh bersama. Karena Aril berpikir bukan kah itu terlalu feminim untuk dilakukan.

"Baiklah, aku akan meminta tolong kakak-kakak menyiapkannya. Apa Hanzel alergi sesuatu atau apa yang tidak kau sukai?" Tanya Aril bangkit dari duduknya menepuk gaun yang sekarang dia pakai.

"Aku tidak suka kismis."

"Okay, itu saja. Tunggu disini sebentar. Aku akan kembali secepat kilat."

Para pelayan tidak ada disekitar mereka memang. Jika Hanzel sudah datang maka satu daerah khusus yang Aril pilih tidak diperkenankan semua orang masuk termasuk pelayan pribadi Hanzel sekalipun. Agar mereka berdua bisa bermain lepas tanpa perlu diawasi.

Sepertinya Hanzel mengetahui sisi Aril yang lain. Gadis itu tidak menyukai gaunnya. Dia terlihat tidak nyaman memakainya saat berjalan dan bahkan dia sempat mengangkat gaunnya sampai di atas lutut karena kesal.

Hanzel yang melihat itu tentu saja memalingkan wajahnya. Sepertinya Aril seharusnya terlahir sebagai anak laki-laki.

"Aku kembali! Cepat bukan!"

Hanzel mengangguk dan benar gadis di depannya berlari sangat cepat dan kembali secepat yang dia katakan.

Aril juga berkata jika mereka akan minum di paviliun, di dekat taman. Sejujurnya minum teh dengan Hanzel tidak buruk juga. Suasana tenang, beberapa kukis yang tersaji di depannya berhasil membuatnya senang.

"Apa istana itu besar?"

Hanzel hanya diam mendengarkan.

"Aku dengar Pangeran pertama itu sangat tinggi. Apa itu benar?"

"Ya, dia lebih tinggi dariku."

"Apa disepanjang lorong semua furniture terbuat dari emas?"

"Itu, ti--"

How to be Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang