BAB 3: MAKAN MALAM

3.9K 697 11
                                    

"SIALAN KAU ARON!!!!!"

Itu yang terus Aril gerutui sejak tadi disela dia mengistirahatkan kepalanya yang terasa mengepulkan asap sekarang. Karena semenjak tadi pagi hingga sore hari ini dia tiba-tiba mendapatkan kelas umum membaca hingga kelas yang dia benci, kelas etika. Terutama gurunya wanita tua yang suka marah-marah.

"SIAL! SIAL! SIAL! SIALAN KAU ARON!!!"

Itu yang terus Aril gerutui sejak tadi, dan pelayan tua yang bernama Evan itu masih tersenyum ramah. Melihat tingkah Aril kecil menggerutu tidak jelas adalah suatu hiburan tersendiri. Surai kedua ayah anak yang saling berlawanan warna itu membuat Evan membayangkan bagaimana sebuah keluarga dimasa depan saling perhatian, memberi kabar, atau melihat bagaimana Aril di masa depan sudah dewasa bersama lelaki lain yang akan benar-benar bersamanya disisa hidupnya.

"Kakek Evan, apa ada kelas lagi? Aril sudah capek." Lirih Aril yang ingin hari ini segera berakhir.

Evan semakin tersenyum lebar mendengar dirinya dipanggil kakek oleh Aril.

"Nona, Anda tidak perlu memanggil saya kakek. Sebut saja nama saya."

Aril bangun duduk tegak menghadap  Evan. Menelisik penampilan lelaki tua itu. Keriput yang jelas-jelas tercermin diwajahnya. Bahkan sebagian surainya sudah memutih membuat Aril berpikir sudah berapa lama pria tua ini hidup di dunia.

"Kakek Evan."

Aril sekali lagi memanggilnya kakek dengan wajah polosnya yang terlihat menggemaskan. Netra merah ruby nya yang terlihat lebih tua dari milik Aron. Surai putihnya yang mengkilat membuat siapa pun ingin menyentuhnya. Padahal diwaktu awal pertama kali bertemu. Evan melihat bagaimana seperti anak kucing yang baru saja Aron pungut. Begitu kotor dan hidup dipinggir jalan yang becek membuat siapa yang mengira jika surai kelabunya yang lebat menutupi sebagian wajahnya itu menutupi netra merah ruby yang begitu mengagumkan, dan suria kelabunya yang sudah dicuci bersih itu berganti surai seputih salju tanpa noda sedikit pun.

"Iya, Nona."

"Kenapa namaku Aril? Kenapa namaku Avrillya? Kenapa aku dibawa ke mansion ini? Kenapa aku yang malah dibawa dia?"

Evan kembali tersenyum ramah. Ini sudah seminggu lebih dan Aril masih memanggil Aron dengan sebutan 'dia'. Dari sudut pandangnya, Aril sepertinya belum menganggap Aron sebagai ayah nya sekarang.

Bahkan kemarin juga Aril sudah resmi menjadi anak angkat dari Aron setelah mengurus segala keperluan di ibu kota mengenai masalah hak asuh anak. Cukup merepotkan mengingat asal usul Aril yang tidak begitu jelas, tapi Aron dengan sabar mau mengurus semua dokumen itu dan bolak balik ke ibu kota.

"Jika Anda sebegitu penasarannya kenapa tidak tanyakan kepada Tuan Merlin saja."

Mendengar itu malah membuat Aril semakin kesal.

Tidak sudih dirinya bertanya ke beruang hitam pemarah itu. Tokoh Aron saat ini sangat menyebalkan dan dia tidak ingin berlama-lama dengan lelaki yang sialnya masih muda dan tampan itu.

"Huh! Tidak jadi. Aril lapar. Apa ada apel di dapur?" Tanya Aril yang sepertinya sejak awal datang ke mansion selalu memakan apel.

"Nona, kenapa Nona selalu memakan apel? Ada begitu banyak buah, kenapa harus apel?" Tanya Evan yang penasaran sebenarnya karena diam-diam terkadang gadis itu menyelinap masuk ke dalam dapur dan meninggalkan bekas gigitan apel yang tertinggal.

Aril berdeham memikirkannya. Jika dia ingat adalah Aril yang di dalam cerita bersurai hitam legam bukan surai yang biasanya keturunan albino miliki sekarang.

Jangan-jangan aku Aril kw lagi?

"Tidak tau. Aril suka aja."

Karena menjelang malam Aril harus mandi dan bersiap untuk makan malam yang membuatnya harus melihat wajah beruang hitam yang menyebalkan itu.

How to be Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang